Kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kecukupan hidupnya juga menjadi satu faktor penting yang menjadikan praktik politik uang akan selalu mendapat ruang bagi mereka yang membutuhkan.Â
Bahkan, masih banyak masyarakat di beberapa tempat tertentu yang menormalisasi hal ini sebagai kebiasaan yang terjadi pada saat tahun-tahun pemilu. Pada intinya, praktik politik uang akan tidak akan pernah hilang sampai kapanpun jika masih terdapat pihak-pihak penerima di dalamnya. Pembahasan Persoalan politik uang dapat dipetakan menjadi 4 spektrum.Â
Pertama adalah politik uang yang dilakukan antar elite ekonomi (pemilik modal) dengan pasangan calon yang akan menjadi pemangku kebijakan. Kedua adalah praktik transaksional yang dilakukan oleh pasangan calon dengan partai politik yang menjadi kendaraan mereka agar dapat lolos sebagai calon pengambil kebijakan.Â
Ketiga adalah praktik politik uang antara pasangan calon dan tim kampanyenya dengan pihak-pihak yang memiliki wewenang dalam proses penghitungan suara. Keempat sekaligus yang paling banyak kasusnya adalah praktik politik uang yang dilakukan oleh pasangan calon dengan massa pemilih.Â
Setelah dikaji lebih dalam, ruang lingkup dari praktik politik uang sebetulnya sangat luas. Hal ini yang menjadikan Bawaslu sulit untuk melakukan penindakan terhadap peserta pemilu yang melakukan pelanggaran ini. Belum lagi Bawaslu tidak memiliki wewenang untuk memutuskan perkara kecuali jenis pelanggaran tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran administratif.Â
Salah satu komisioner Bawaslu Kota Bandung pernah menjelaskan bahwa Bawaslu bekerja sesuai amanat Undang-Undang. Artinya, dalam melakukan pencegahan terhadap praktik politik uang itu pasti dan sudah menjadi kewajiban, namun untuk hal-hal yang tidak berlandaskan Undang-Undang Bawaslu tidak dapat bekerja di luar kewenangannya (Santoso, 2017).Â
Sebagai salah satu contoh kasus empiris tentang dugaan pelanggaran politik uang, penulis menemukan satu contoh kasus yang terdapat di Kota Bandung. Pada saat penulisan ini dibuat, status kasus yang sedang ditangani oleh Bawaslu Kota Bandung masih bersifat rahasia. Demi menjaga keamanan data karena masih terdapat asas praduga tak bersalah, penulis akan merahasiakan identitas lembaga maupun individunya.Â
Saat ini Bawaslu Kota Bandung bersama Sentra Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu) sedang menangani kasus dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh salah satu calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Calon anggota DPR RI ini tergabung dalam Dapil 1 Jawa Barat (Daerah Pemilihan Kota Bandung-Kota Cimahi) yang mana calon anggota legislatif ini diduga melakukan pembagian sembako secara gratis. Jika melihat Pasal 280 ayat 1 huruf J dalam UU No 7 Tahun 2017 itu ditegaskan bahwa peserta dan tim pelaksana kampanye dilarang menjanjikan dan atau memberikan uang dan atau materi lainnya kepada peserta kampanye.Â
Secara kronologis, Bawaslu Kota Bandung saat ini sudah mendapatkan bukti-bukti awal sebagai bukti permulaan dugaan pelanggaran tersebut. Pada tanggal 12 Desember 2023, setelah mendapatkan bukti-bukti permulaan, Bawaslu Kota Bandung sudah melakukan registrasi untuk dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu ini. Bawaslu Kota Bandung juga telah melakukan kajian awal yang menghasilkan syarat formil dan materilnya terpenuhi untuk syarat registrasi. Langkah selanjutnya Bawaslu Kota Bandung akan melakukan proses pembahasan bersama Tim Sentra Gakkumdu. Kronologi kasus dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh salah satu Caleg Dapil 1 Jawa Barat sampai pada penulisan ini masih dalam proses pembahasan bersama Tim Sentra Gakkumdu.Â
Berikutnya, jika pembahasan sudah selesai, Bawaslu Kota Bandung akan meminta klarifikasi terlapor dengan memanggilnya ke kantor untuk diminta keterangan. Kasus dugaan pelanggaran politik uang ini masuk dalam kategori keempat sesuai dengan apa yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, yaitu praktik politik uang yang dilakukan oleh pasangan calon dengan massa pemilih (Aspinall & Berenschot, 2019). Kasus tersebut lumrah terjadi dari pemilu ke pemilu, modus yang dilakukan oleh para calon eksekutif maupun legislatif seakan mendesak pihak penerimanya untuk melakukan simbiosis mutualisme.Â
Padahal, jika dikaji lebih dalam hal ini akan berdampak pada mutualisme yang semu. Keterpilihan mereka yang melakukan pelanggaran politik uang sangat berdampak buruk pada tatanan bernegara, jika secara proses seleksi mereka melakukan tindakan suap-menyuap, bukan tidak mungkin ini akan berimplikasi ketika mereka mendapatkan kursi jabatan di pemerintahan. Situasi yang menuntut masyarakat akhirnya menerima praktik politik uang adalah ketergantungan yang sangat tinggi.Â