Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Desa Kemiren Banyuwangi Kaya dengan Adat dan Budaya

23 Februari 2016   05:01 Diperbarui: 6 Juni 2023   22:09 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penabuh lesung di desa kemiren ,(dok asita)

 Desa Wisata  Osing berada di kawasan  Desa Kemiren , Kecamatan Glagah di Kabupaten Banyuwangi sudah terasa  berbeda dibandingkan jalan-jalan ke desa lain. Rumah adat bergaya osing dengan pintu kayu dengan hiasan kepala burung bouraq menjadi pertanda itu rumah adat osing.


Penduduk di desa ini merupakan kelompok masyarakat yang memiliki adat istiadat dan budaya khas tersendiri.Memasuki Desa Kemiren benar-benar terasa berada di tempat  yang sarat dengan aneka budaya dan adat.

 Disini pusat tari gandrung dan pusat rumah adat osing. Disini setiap tahun diadakan festival tari seblang, barongan, menyangar kopi dan lainya festival tahunan yang sudah terjadwal di Dinas Pariwisata Banyuwangi.

Posisi Desa Kemiren sangat strategis menuju wisata Gunung Ijen untuk melihat kawahnya yang indah. Akses jalan menuju pemandian Tamansuruh dan ke perkebunan Kalibendo di sebelah barat.

 Desa.yang berada di ketinggian 144 m di atas permukaan laut yang termasuk dalam topografi rendah dengan curah hujan 2000 mm/tahun sehingga memiliki suhu udara rata-rata berkisar 22-26°C . Suhu disini cocok untuk tanaman kopi sehingga Desa Kemiren juga terkenal dengan kopinya yang disebut Kopai Osing.


]Rumah adat Kemiren hampir mirip rumah joglo di Jawa. Rumah yang beratap empat yang disebut ‘tikel balung’ melambangkan bahwa penghuninya sudah mantap. 

Rumah ‘crocogan’ yang beratap dua mengartikan bahwa penghuninya adalah keluarga muda dan atau keluarga yang ekonominya relatif rendah, dan rumah “baresan’ yang beratap tiga yang melambangkan bahwa pemiliknya sudah mapan, secara ma·teri berada di bawah rumah bentuk ‘tikel balung’

Barang berupa lesung (alat penumbuk padi) wajib disimpan di gudang tempat menyimpan sementara hasil panen. Di beberapa sudut jalan tampak gubuk beratapkan ilalang, yang dibangun di ujung kaki-kaki jajang  (bambu, dalam bahasa Osing) yang tinggi. 

Bangunan ini digunakan oleh masyarakat untuk “cangkruk” sambil mengamati keadaan di sekeliling desa. Pada masa lalu, gubuk seperti ini sengaja dibangun untuk memantau kedatangan “orang asing” yang datang.


Desa Kemiren telah ditetapkan sebagai desa wisata dan Desa Osing yang sekaligus dijadikan desa cagar budaya untuk melestarikan suku osing. Area wisata budaya yang terletak di tengah desa itu menegaskan bahwa desa ini berwajah Osing dan diproyeksikan sebagai cagar budaya Osing. 

Banyak keistemewaan yang dimiliki oleh desa ini di antaranya penggunakan bahasa khas yaitu bahasa Osing yang telah menjadi bahasa sehari-hari penduduk Banyuwangi.


Penabuh lesung di desa kemiren ,(dok asita)
Penabuh lesung di desa kemiren ,(dok asita)
Di Desa Kemiren juga ada sanggar yang sangat terkenal dengan nama Sanggar Genjah Arum, yang diambil dari nama beras terkenal di Banyuwangi.

Sanggar yang dibangun sesuai adat Osing  didesain tradisional ini menerima tamu khusus sesuai perjanjian dengan suguhan makanan khas Banyuwangi seperti sayur asem ayam, pepes ikan, pecel pithik, urap sayur  dan  minuman khas temulawak. Pertunjukan utama setelah makan malam adalah  tari gandrung dan musik lesung dari tangan ibu-ibu sepuh.


Pak Iwan pemilik sanggar genjah arum (dok asita)
Pak Iwan pemilik sanggar genjah arum (dok asita)
Sanggar Genjah Arum  milik pribadi seorang pengusaha perkebunan kopi bernama Setiawan Subekti atau biasa dipanggil Pak Iwan. Ahli kopi kelas internasional ini memang sangat peduli dengan pelestarian adat  Osing. Tatanan rumah dan benda-benda kuno di sanggar Genjah Arum mengambarkan kejayaan zaman Minak Jinggo di Banyuwangi.

Bentuk bangunan rumah Osing itu sendiri dibagi dalam tiga ruang, yakni Mbyale (balai/serambi) yang biasa digunakan untuk menjamu tamu dan ngobrol santai dengan tetangga dekat.Kemudian Jerumah (ruang tengah dan kamar) adalah bagian rumah yang biasa digunakan sebagi tempat istirahat dan bercengkrama bersama keluarga, dan Pawon (dapur) yang biasa digunakan ibu-ibu untuk memasak.

Setelah makan malam, penulis mendapat suguhan tari gandrung dengan penari yang handal dan cantik. Sebenarnya gandrung sebagai tari pembuka dalam menyambut tamu. Tapi di Sanggar Genjah Arum, tarian ini disuguhkan ketika tamu setelah  bersantai selesai makan malam dan menikmati suasana Banyuwangi tempo dulu.


Pak aekanu sbg guide terkemuka di bamyuwangi dengan sinden mbok temu (dok asita(
Pak aekanu sbg guide terkemuka di bamyuwangi dengan sinden mbok temu (dok asita(
Para penari yang  jumlahnya dua orang itu kelihatan cantik mulus dan lincah menari sesuai irama yang dinamis. Penari membawa selendang untuk diberikan kepada tamu yang menonton disana untuk diajak menari bersama .Bagi yang terpilih dan menerima selendang dari gandrung, diwajibkan untuk menari bersama gandrung.


Jangan menyesal pernah ke Desa Kemiren tapi tidak mencicipi kopinya. Sebab kopi olahan Desa Kemiren terkenal dengan sebutan Kopai Osing produksi Sanggar Genjah Arum adalah kopi berkualitas tinggi dengan cara menyangar di wajan tanah dan memakai api tungku kayu.

Rasa kopi yang diolah secara benar ini, dipastikan akan membuat ketagihan untuk mencoba lagi sampai puas. Selama tiga jam berada di Sanggar Genjah Arum, penulis sampai empat kali minum Kopai Osing karena nikmatnya. 

Rasa kopinya antara pahit manis dan gurih  pas banget di lidah apalagi di musim hujan sangat  menggetarkan lidah dan ruang mulut rasanya. Apalagi obrolan yang seru tentang proses Kopai Osing dengan Bapak Iwan membuat kerasan berada di Sanggar Genjah Arum yang asri. Tentang proses pembuatan Kopai Osing produksi Bapak Iwan yang sudah diekspor ke negara-negara Eropa saya tulis kemudian hari .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun