Kitab-kitab palsu yang dimulai dari abad ke-2 hingga ke-5 Masehi banyak menceritakan tentang sosok Yesus kecil dan keajaiban yang dimiliki sang bocah.
Berikut ini beberapa contohnya: Kitab Kelahiran Maria dari abad ke-6 menceritakan keajaiban Maria dan pohon kurma, bayi Yesus yang bisa berbicara juga berasal dari kitab abad ke-5, kitab Thomas dari abad ke-2 menceritakan Yesus bocah yang membuat burung-burungan dari tanah liat dan menghidupkannya.
Semua kisah dari kitab palsu ini tidak memiliki orientasi pada pesan penyaliban. Kitab-kitab ini tidak merekam pemikiran dasar manusia abad pertama, dimana seorang tokoh dinilai dari cara dia mati, bukan sebaliknya, yakni cara sang tokoh lahir.
Apakah itu artinya Injil-Injil ini merekam pemikiran dasar manusia abad pertama di tanah terjanji? Jawabannya, 100% ya! Seluruh kisah dalam Injil-Injil ini adalah penyelenggaraan kematian Yesus di kayu salib, dari awal kisah hingga akhir. Itulah sebabnya kisah-kisah kosong yang terdapat di Injil palsu sebagaimana di atas tidak ditemukan di dalam Injil kanonik.
Tapi bagaimana dengan Natal? Kisah ini tidak menceritakan kematian Yesus bukan? Jawabannya cukup mengejutkan, kisah Natal adalah kisah penyelenggaraan penyaliban Korban Agung Allah.
Nah, mari kita memasuki kisah Natal.
Ketika pasangan Yahudi yang saleh ini tiba di kota bernama Bethlehem, Maria pun melahirkan.Â
Karena rumah-rumah penginapan sudah sangat penuh, akhirnya Maria melahirkan di kandang domba. Datanglah para Majus dari Timur mempersembahkan emas, dupa dan minyak mur. Juga para gembala ikut menengok sang bayi.
Kisah yang mengharukan hati ini terambil dari Injil Lukas 2:1-7. Seorang tokoh besar lahir di kandang domba yang sepi, sehingga pesan kesederhaannya sangat kuat.
Namun jika kita jeli, bukan itu pesan sesungguhnya.
Penerjemahan "rumah penginapan" oleh LAI dalam Lukas tersebut sebenarnya kurang tepat, karena kata aslinya adalah "kataluma". Kataluma merujuk pada bangunan bagian atas dalam struktur rumah Yahudi.Â
Maksudnya demikian: rumah-rumah Yahudi kala itu biasanya memiliki dua lantai. Lantai atas digunakan untuk acara bersama, menerima tamu, tempat berkumpul dan lain sebagainya.Â
Sementara lantai bawah digunakan untuk ternak, yang kadang-kadang tuan rumahnya juga tidur di sana. Struktur seperti ini masih lestari di beberapa tempat di Timur Tengah hingga sekarang.
Mengapa domba betina yang melahirkan begitu istimewa hingga disediakan bangunan rumah? Hal ini terkait dengan komoditas utama kota ini di zaman itu, yakni domba sembelihan untuk korban di bait Allah.Â
Jarak kota Bethlehem dengan Yerusalem tidaklah terlalu jauh, sehingga orang-orang Yahudi dari kota lain biasa membeli domba di kota ini untuk dipersembahkan di Yerusalem.Â
Mereka juga akan beristirahat sejenak di kota ini sebelum meneruskan perjalanan. Maka bisa ditebak, hukum supply and demand menjadikan kota ini menemukan komuditasnya: penginapan dan domba-domba terbaik di seantero Yudea.
Seolah orang Bethlehem akan berkata: "jika Anda membeli domba kurban di kota kami, dijamin 100% tidak cacat, bahkan Tuhan yang maha melihat pun takkan menemukan cacat yang tak kelihatan."
Mereka sangat menjaga kualitas domba-dombanya, yang dirawat sebaik mungkin sejak kelahiran hewan-hewan itu, dibungkus dengan kain lampin agar tidak banyak bergerak yang menyebabkan keseleo dan cacat. Domba-domba kurban tersebut digunakan orang Yahudi untuk menebus dosa.
Tahun ini terjadi sensus penduduk Yudea  sehingga para pendatang di kota Bethlehem membludak. Sialnya, dalam kondisi demikian Maria malah melahirkan.
Kitab Lukas menceritakan "kataluma" yang mereka tempati demikian sesak dan ramai sehingga mustahil Maria melahirkan di tempat itu. Kiranya pemilik rumah menyarankan agar persalinan dipindah di bangunan bawah, yang biasanya digunakan untuk kelahiran bayi-bayi domba.Â
Maka demikianlah, Maria pun melahirkan bayi Yesus di kandang domba, dan persis seperti memperlakukan anak-anak domba kurban lainnya, dia membungkus sang bayi dengan kain lampin dan meletakkannya di palungan.
Sebuah pesan tersembunyi kita dapati di kisah ini: Yesus sang Domba Agung Allah lahir di kota yang berkomoditas domba kurban, di tempat domba-domba melahirkan anak domba yang digunakan untuk penebusan dosa, dan diperlakukan sama persis seperti bayi-bayi domba kurban lainnya.
Berikut perbedaannya:
- Dalam kisah populer: Yesus lahir di kandang domba sunyi. Pesan moralnya adalah kesederhanaan.
- Dalam kisah sosio-histori: Yesus lahir di sebuah rumah normal, di kota penghasil domba kurban terbaik di dunia. Pesan moralnya adalah tentang persiapan rencana Allah untuk Korban Agung penebusan dosa.
Sekarang Anda melihat betapa berbedanya kisah sejati Natal dengan kisah-kisah ajaib sebagaimana di awal artikel ini. Semua kisah yang tersaji di Injil kanonik bukanlah sembarang kisah sebagaimana Injil-Injil palsu tersebut, namun mengandung pesan-pesan tersembunyi dan selalu mengarah pada satu titik yang sama: penyaliban.
Kami sempat mengunjungi Gereja Kelahiran (Nativity) di kota Bethlehem. Gereja yang termasuk dalam kelompok gereja tertua ini secara tradisional dipercaya sebagai tempat Yesus dilahirkan. Anda harus mengantri panjang jika ingin memasuki ruangan paling penting tersebut.Â
Di titik yang dipercaya tempat Yersus dilahirkan terdapat bintang yang sering dicium oleh para peziarah. Ruangan tersebut terletak di bawah tanah dengan pintu masuk hanya cukup untuk dua orang. Pada hari-hari penting, misalnya Natal, jangan berharap memasuki gereja ini dengan mudah dan nyaman. (Asisi Suharianto)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H