Mohon tunggu...
ASIKIN
ASIKIN Mohon Tunggu... Wiraswasta - hobi menulis

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Halal Bihalal Versi Pangeran Samber Nyawa, Martabak India, dan Bung Karno

2 Mei 2022   06:12 Diperbarui: 2 Mei 2022   06:22 1432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halal bihalal itu asli budaya muslim Nusantara, Hanya ada di  Indonesia. Tidak ada di negeri orang. Bahkan di tanah Arab sekalipun. Hal yang sama juga pondok pesantren. cuma ada di kita doang. 

Di negeri Baginda Salman juga  tiada itu. Sekitar 5 tahun lalu, ada rombongan dari Pakistan yang ingin mempelajari tentang pondok pesantren. Katanya mereka mau mencoba menerapkan Itu di sana. Wallahu alam bagaimana realisasinya sekarang.

Ada beberapa versi yang dianggap memenuhi aspek historia Halal bi halal itu antara lain:

  • Versi Pangeran Samber Nyawa :

 Sesudah Islam  masuk Jawa dan  Mataram sekitar pertengahan abad 18. Rd. Mas Said atau Mangkunegara ke I memulai menyelenggarakan pertemuan halal bi halal. Suatu ketika sehabis lebaran idul Fitri Rd Mas Said atau dikenal juga dengan nama  Pangeran SAMBER NYAWA mengadakan pertemuan dengan mengundang para punggawa dan prajurit Mangkunegara.

 Di situ dilakukan acara saling maaf memaafkan antara raja dan permaisuri secara vertikal dengan para pejabat negara, punggawa dan prajurit. Juga secara horisontal antar pejabat kerajaan, ponggawa dan prajurit. Tahun berikutnya dan seterusnya setiap tahun acara yang sama diadakan. 

Dan hal itu kemudian diikuti oleh organisasi Islam yang ada. 

Perihal beliau dijuluki Pangeran Sambernyawa itu lantaran Rd. Said dikenal sebagai pangeran yang gagah perkasa. Setiap musuh yang melawanya pasti dibuatnya metong. Konon selama 37 tahun berkuasa, (1757 sampai 1795), ia terlibat dalam 250 kali peperangan. 

Bahkan 2 detasemen tempur Belanda berhasil dikalahkannya.  Lucunya yang memberi gelar Pangeran Sambernyawa adalah orang, VOC sendiri. Namanya Nicolas Hastings.

  • Versi tukang martabak dari India.

Tahun 1935/1936, ada tukang martabak dari India yang berjualan di taman Sriwedari Solo. Martabak yang diberi nama martabak "Malabar" itu lakunya bukan alang kepalang. Pada momen idul Fitri, martabak malabar diserbu pembeli. Mereka datang dari segenap penjuru kota Surakarta.

Akhirnya terjadilah pertemuan sejumlah keluarga dan komunitas. Sekalian bermaafan karena habis lebaran. Dan seterusnya Sriwedari jadi tempat pertemuan halal bi halal masyarakat.

Rupanya Solo memang rezekinya tukang martabak. Tengok lah keberhasilan walikota Solo Gibran Rakabuming Raka. Bisnis martabak dengan nama 'Markobar" (hampir sama dengan malabar) maju pesat.

Sekarang bersama adiknya Kaesang kedua putra Presiden Jokowi Itu merambah ke bisnis kuliner lain. Katanya ada belasan jenis dan sukses semua.

3.Versi Bung Karno :

Sejak awal menjabat presiden republik Indonesia, Bung Karno senantiasa miris. Bahkan resah. Pasalnya para tokoh politik selalu bertikai, tak pernah akur. Satu ke kiri yang lain ke kanan. Tak seperti bebek berjalan beriring satu tujuan.

Maka datanglah KH Wahab Hasbullah. Kiyai dan salah seorang pendiri NU itu mengusulkan presiden mengadakan pertemuan silaturahmi pasca hari raya Idul Fitri.

Dan usul Gus Ya'i itu diangguki Bung Karno. Maka dalam situasi lebaran tahun 1948,  diundanglah para politikus serta para pejabat negara ke istana. Pertemuan itu sesuai usul KH Wahab Hasbullah diberi nama Halal bi Halal. Menurut kiyai Wahab Hasbullah, halal bi halal itu kata serapan dengan sisipan 'bi" (dengan).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah hal maaf memaafkan setelah melaksanakan ibadah puasa ramadhan. Merupakan bentuk atau implementasi dari silaturahmi. Ada 3 makna di sana :

Halal Al hali (benang kusut terurai kembali)

Halal Al maa (air keruh diendapkan)

Halal as sya'i (kan sesuatu).

Makna seutuhnya, segala kekusutan, kekeruhan dan segala sesuatu dihalalkan kembali.

Tahun tahun berikutnya kegiatan Halal bi halal yang rohnya silaturahmi itu diikuti instansi pemerintah dari pusat sampai daerah, perusahaan, kelompok dan komunitas masyarakat. Bahkan juga keluarga keluarga.

Belakangan istilah Halal bi Halal itu dirubah menjadi open house. Nama yang lebih mentereng memang. Tapi konon di Amrik istilah itu berlaku untuk kendang ayam broiler.

Nama Open house itu kalau tidak salah juga mulai dari istana. Kemudian diikuti seperti biasa oleh instansi instansi sampai juga keluarga keluarga.

Cuma selama 2 tahun karena merebaknya pandemic kegiatan itu terhenti.

Kata teman saya Boys Iskandar silaturahmi dengan nama Halal bi Halal atau kemudian lebih keren dengan nama open house adalah tuntutan, tuntunan dan tontonan. Tuntunanya ada firman Allah antara lain dalam Hujurat 10

"Sesungguhnya sesama muslim itu bersaudara. Maka damaikanlah diantara mereka (yang bertikai). Takut lah kepada Allah supaya kamu dapat rahmat".

Ada hadits Rosul, Iskandar melanjutkan, "Ina rahmata laa tanzilu alal kaumim fiihim qotiu rohimin" Tidak turun Rahmat Allah kepada kaum yang tidak membangun silaturahmi". Bisa juga jadi tontonan kalau panitia mengadakan acara hiburan. Artist nyanyi atau komedi.

Wah mantap juga tuh Iskandar. Dia itu, kata Weam Asikin, pernah mondok,  cuma salah jurusan. Dia ambil jurusan kastrologi. Jadi jagonya cuman ngaliwet.- ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun