Mohon tunggu...
Asih Rangkat
Asih Rangkat Mohon Tunggu... lainnya -

Mewujudkan lamunan dalam tulisan...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suatu Saat, Mungkin....

16 Januari 2012   12:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:49 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Acik termangu membaca catatan di kertas selembar yang terselip di antara buku yang ada di meja kerja Asih di kantor desa. Entah apa artinya, Acik hanya bisa menebak sedikit dari kalimat-kalimat itu.

" Tumben mbak Asih menulis dalam bahasa Inggris. Apa ini kata-kata yang di salin ulang ataukah memang ungkapan hati dari mbak Asih?" tanyanya gusar. Acik merasa tidak tenang. Meski sulit dia mencoba memahami arti  dari setiap kata dari tulisan tersebut.

Sedang membaca kertas itu, Asih muncul dengan wajah muram.

" Ada apa, mbak?" tanya Acik. Asih tak menjawab. Keinginan untuk menanyakan tentang kalimat yang sedang di bacanya akhirnya mengendap. Sikap Asih membuatnya berat bertanya. Lebih baik jangan sekarang, besok saja, batin Acik.

" Bagaimana kalau tiba-tiba mbak pergi?" tanya Asih tiba-tiba membuat Acik terlonjak kaget.

" Pergi kemana mbak Asih? maksud mbak Asih pindah?" Asih mengangguk. Acik tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

" Mau pindah kemana, mbak?"

" Pindah. Pindah tempat. Pindah selamanya."

" Mbak Asih bercanda ya?" Acik tertawa menutupi  rasa gelisah yang tiba-tiba hadir. Tapi wajah Asih yang  serius membuat Acik kembali tegang. Bukan sikap yang biasa, pikirnya. Dia yakin kali ini Asih benar-benar serius.

" Aku ingin di sini, tapi tak bisa memaksa diri kalau sudah waktunya tiba. Akan ada waktu di mana aku tidak bisa disini. "

" Maksud mbak?"

Asih terdiam. Dia melihat kertas yang tengah di pegang Acik.

" Kamu sudah membacanya. Itu suara hatiku. " katanya lalu meraih kertas itu.

" Apa ada masalah mbak? cerita sama aku? mungkin aku bisa bantu cari jalan keluar."

" Entahlah , Cik. Mbak juga bingung."

Pembicaraan mereka terhenti ketika ada seorang warga yang ingin mengurus sesuatu di kantor desa. Asih terlihat tenang namun berbeda dengan Acik. Pulang kerumahnya dia tetap saja memikirkan ucapan kakaknya itu.

" Ada apa dengan mbak Asih, ya mas Halim?" Acik mencoba berbicara dengan suaminya yang sibuk mengetik di depan laptop. Mas Halim menengok sejenak lalu kembali sibuk mengetik.

" Mas nggak tahu Cik, yang ketemu kamu kog nanya sama mas?" mas Halim tersenyum.

Acik bangkit dari duduknya lalu berdiri di samping suaminya.

" Aku ada ide, mas Halim. Gimana kalo kita cariin jodoh untuk mbak Asih. Sepertinya mbak Asih kesepian."

Senyum mas Halim makin lebar.

" Kamu ada-ada saja. Nanti mbak Asih marah loh kalo di jodoh-jodohkan. Kalau sudah waktunya, jodohnya akan datang sendiri."

" Mbak Asih seperti merindukan mas Firman. Kasihan mbak Asih, mas Firman sudah menikah dan sekarang makin sibuk dengan bisnis barunya. Dia tidak pernah lagi menelpon mbak Asih."

" Namanya juga sudah menikah." ucap mas Halim.

" Iya. Tapi mas Firman itu seperti belahan jiwa mbak Asih. Teman curhat berbagai masalah yang dulu menimpa mbak Asih. Sekarang saat mbak Asih membutuhkan mas Firman, dia nggak ada."

Acik menghela nafas seolah ingin membuang kegundahan hatinya. Dia ingin membuat kakaknya bahagia, tapi bagaimana caranya?

Keesokan harinya, Acik terlihat di rumah Mommy. Mereka berdua nampak serius membicarakan sesuatu.

" Jodoh untuk Asih?" tanya Mommy kaget.

" Iya, mom. Aku ingin mencarikan jodoh untuk mbak Asih. Tapi siapa?"

" Iya, ya. Siapa?" Mommy ikutan latah bertanya.

" Kita pasang pengumuman saja." Ucapan Acik membuat Mommy menepuk lengannya.

" Huss, kamu ini ada-ada aja. Asih bisa ngamuk kalau seperti itu. Gimana kalo kita cari diam-diam. Mungkin ada yang berminat sama Asih." Acik mengangguk cepat. Sepertinya ide Mommy pas dengan jalan pikirannya.

*******

" Tidak. Mbak gak mau di jodohkan. Kamu gimana sih, Cik. Belum paham ya  mbak terluka karena ditinggal mas Firman? Sekarang ini mbak benar-benar merindukannya. Dulu dia selalu ada tiap kali mbak membutuhkannya. Sekarang mbak merasa sendiri. Benar-benar sendiri meski ada kalian yang selalu bersama mbak."

Seperti perkiraan Mommy, Asih menolak di jodohkan. Acik menelan rasa kecewa. Padahal dia sudah semangat 45 untuk mencarikan jodoh bagi kakaknya.

" Tapi mas Firman sudah menikah, mbak. Untuk apa mbak menunggunya?" Acik mulai putus asa.

" Mbak hanya ingin kehadiran mas Firman, meski kami tidak mungkin menikah namun mbak merindukannya. Mbak ingin berbincang lagi seperti dulu. Mbak benar-benar rindu padanya." mata Asih berkaca-kaca. Acik paham akan kesedihan kakaknya itu. Dia akhirnya memutuskan tidak akan memaksa kakaknya ikut perjodohan yang di rencanakannya dengan Mommy.

" Mas Firman, tidakkah kamu merasakan. Ada seseorang yang sangat merindukanmu?" gumam Acik saat keluar dari kamar kakaknya. Di ruang tamu nampak suami dan ayahnya, Pak  Nov Windu Hernowo tengah asyik berbincang.

" Jangan pulang dulu, Cik. Duduk dulu ngobrol dengan ayah." tegur Pak Nov. Acik lalu duduk di samping ayahnya.

" Iya, ayah. Tapi ayah juga harus cepat istrahat. Jangan begadang."

Pak Nov tersenyum mendengar ucapan putrinya. Dia hanya menepuk tangan putrinya yang terlihat mengkhawatirkan dirinya.

Sementara di dalam kamar, Asih sedang membaca kertas yang tadi sempat di lihat Acik.

I want to go far. Far away. But the heart feels heavy to pass. Many times my heart container and get on the path which I will pass but again the sounds of nature and the jokes people make the heart tremble. Am I ready to lose all that? Am I up with a new life without their presence?

I told my self to cry bitterly, but where would I find a cure. Contuinue to be in this place and receive a sincere kindness was still not allowed me to forget it. Where would I go? It may take some time time to disappear for a moment and come back. But when? Now my heart just was unable to pass. Maybe if the time comes, i will not be able to avoid the fact, if I'm actually going to go...

Acik mungkin sudah paham artinya, entahlah, batin Asih sebelum menaruh buku itu di dalam tasnya.

ECR4

****

DESA RANGKAT menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda.

Datang, bergabung dan berinteraksilah bersama kami di  DESA RANGKAT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun