Mohon tunggu...
Asih Perwita Dewi
Asih Perwita Dewi Mohon Tunggu... -

Penulis adalah anak kedua dari 3 bersaudara perempuan dari pasangan Alm. Bp. Syamsudin Selamet dan Ibu Roro Rahayu. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Strata 1 (S1) di Universitas Tanjungpura Pontianak, Program studi Pendidikan Biologi. Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan Strata 2 (S2) di Institut Pertanian Bogor (IPB) program studi Biologi Tumbuhan. Penulis sangat menyukai hujan, pantai, dan tidur di bawah langit berbintang. Kegemaran penulis lainnya adalah menulis cerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bahagia

29 Maret 2016   12:19 Diperbarui: 29 Maret 2016   12:36 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lalu sketsa wajah itu menghilang, dan muncul pula sketsa lainnya, sketsa sebuah wajah, lagi.

Dan itu adalah wajahku. Aku tahu itu. Wajahku yang terlihat datar.

Sketsa wajahku menghilang, dan muncul sketsa lainnya. Sketsa aku dan wajah sebelumnya. Kami seperti duduk saling menatap dari sisi yang berseberangan. Wajah sebelumnya itu tersenyum, sedangkan aku masih datar saja.

Sketsa itu menghilang lagi, dan muncul sketsa lainnya. Wajah sebelumnya memberiku sesuatu, sebuah origami burung sepertinya. Wajah itu tersenyum, tapi tidak denganku.

Lalu sketsa demi sketsa lainnya saling bermunculan. Wajah itu masih sama, selalu tersenyum, tapi aku tidak. Entah hingga berapa ratus sketsa aku masih berwajah datar seperti itu. Kenapa? Kenapa aku bahkan tidak tersenyum setelah sekian lama aku bersama dengan wajah itu di sketsa ini?

Lalu, kulihat sebuah sketsa yang lain. Aku berdiri di depan pintu, setengah menunduk. Di ujung kakiku ada setangkai bunga, mawar.

Sketsa lainnya tergambar, aku mengambil mawar itu dan menghirup wanginya.

Dan aku tersenyum, akhirnya aku tersenyum.

Sketsa lainnya muncul, wajah itu dan aku. Kita duduk berseberangan dari sisi yang berbeda, tapi kini kami sama-sama tersenyum.

Lalu kulihat lembaran kertas itu berubah menjadi hitam, dan aku melihat wajahku menatap pada bunga mawar, yang tampaknya sudah layu dan mahkotanya mulai berlepasan. Wajahku, kembali datar.

Lalu beberapa sketsa yang sama kembali berulang. Entah hingga berapa ratus sketsa. Hanya aku sendiri, dan bunga mawar layu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun