Mohon tunggu...
Asih Iqbal iqbal
Asih Iqbal iqbal Mohon Tunggu... Guru - Tri harnanik atas asih

Tri harnanik atas asih, pekerjaan guru, pendidikan S1 pendidikan agama islam, UMJ Penulis novel, cerpen, puisi, artikel freelance

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jamu Mbok Sumi

21 Maret 2022   09:04 Diperbarui: 22 Maret 2022   13:42 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mata  sayunya menghiasi wajahnya yang terlihat lelah.perempuan itu berjalan terseok dengan menggendong  botol jamu jawa yang masih penuh. Terik ufuk dari timur dan udara pagi yang bersahabat tak menyurutkan langkah Mbok Sumi menjajakan jamu gendongnya.


Jalan masih terlihat sepi..Angin bertiup sepoi-sepoi menemani mbok  Sumi berjalan,Jamu...Jamu!"Jamune Pak,Bu..."teriaknya memecah kesunyian.

"Jamunya mbok.."sesorang keluar dari rumah tepat di samping kiri jalan yang dilalui Mbok Sumi.


Mbok Sumi spontan  menoleh ke arah suara itu.Sambil tersenyum,ia menjawab sambil menurunkan tenggoknya.


"Jamu beras kencur apa kunir asem?"tanya mbok sumi sambil tangannya cekatan meracik jamu yang ada di depannya. Jamu kunir asem  Mbok,"sahut Mbak ning di balik pintu pagar.

Ia terliha abis mandi. Rambut basahnya di tutupnya dengan  handuk  dan bajunya masih memakai daster.


"Mbok kenapa haidku gak lancar,ya?"tanya Mbak Ning bingung. Mbok Sumi meracik jamu kunir asem yang dipesan Mbak Ning. Dituangnya jamu itu ke gelas kecil,harga cukup murah 2 ribu saja.


"Sering minum jamu,Mbak. Nanti haidnya lancar kembali.Jamu juga manjur untuk memelihara kesehatan Mbak. Contohnya beras kencur untuk menghangatkan tubuh dan mencegah  masuk angin. Ada jamu kepyok untuk ibu-ibu yang abis bayen," terangnya tanpa disuruh mbah Sum menjelaskan dengan semangat.


Memang, jamu Mbah sumi itu paling enak dan kental di kampung itu dibanding  Mbok jamu lainnya. Begitulah  keseharian  Mbok Sumi,berjualan jamu keliling untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Suaminya lumpuh,tidak bisa berjalan mungkin bisa dikatakan stroke. Jadi setiap hari yang mencari makan adalah istrinya, yaitu Mbok Sumi.


"Mbok...!" seru Warti anak gadisnya memanggil namanya. Anak itu tumbuh menjadi gadis cantik dan pintar karena Mbok sumi sabar dalam mendidiknya dan merawatnya.


"Apa to Nduk,teriak begitu,tidak sopan Cah Ayu?" Mbok Sumi mengingatkan.


"Ya..maaf Mbok, aku tak bisa menahan rasa bahagia ini. Besok aku ditunjuk oleh bu guru untuk ikut lomba nari tingkat nasional, Mbok,"jelas Warti dengan mata berbinar. Ia tak bisa lagi menunjukkan rasa bahagianya.


"Baguslah, Nduk... Semoga kamu bisa pengalaman dan bisa jadi kebanggaan Simbok.Bapakmu dah  tau belum?" tanya Simbok kemudian. Mbok Sumi terus melakukan aktifitasnya meracik bumbu  jamu yang ada di depannya.


Untuk anak desa seusianya pendidkan sangatlah penting, biarpun simboknya berjualan jamu,tetapi pikirannya luas dan maju.Ia tidak ingin putrinya jadi perempuan bodoh dan miskin... Harapan orangtua anaknya menjadi orang yang sukses,bisa mengangkat derajat orangtuanya. Karena selam ini bakul jamu dipandang sebelah mata oleh oarng-orang yang berduit. Mereka tak memahami bagaimana beratnya menggendong setenggok botol-botol jamu untuk dipasarkan. Kadang kalau ada pasaran (orang desa menyebutnya paingan) Mbok Sumi sebelum subuh sudah siap menggendong  tenggoknya. Biasanya tepat adzan subuh Mbok Sumi mampir ke Masjid dekat pasar pahing untuk sholat berjamaah.


Setelah selesai sholat,baru Mbok Sumi cari tempat di pasar untuk menjual jamunya. Laba dari hasil menjual tak cocok dengan letih di punggungnya menggendongnya tersebut. Tetpi ia tahu akan kemurahan rezeki Gusti Allah. Ia tetap setia menggendong jamunya sampai jamunya laku terjual.


Malam kian larut.Udara dingin mulai menusuk. Sudah 2 hari ini angin kencang bertiup. Sepertinya musim kemarau sudah mula datang. Mbok Sumi gelisah,mondar mandir kesana kemari. Sepertinya ia menunggu seseorang di serambi depan. Di sebelah pintu rumah ada dipan panjang, orang desa biasa menyebut amben untuk ngeses sambil wedangan.


"Kemana Warti kok sudah  malam begini belum pulang?" tanya Mbok Sumi sendirian. Ia bicara sendiri karena tak ada yang bisa diajak ngomong. Suaminya lumpuh dan tak bisa bicara. Begitu menderitanya mereka.


Tak lama kemudian anak yang dtunggunya datang. "Assalamu'alaikum Mbok,"ucap Warti. Kok belum tidur?" sambunnya.

"La nunggu kowe to, Nduk. Simbok kuatir kenopo-nopo marang kowe. Gek ndang wudhu, sholat lan maem. Simbok wes nyepakke neng mburi."


"Yo..Mbok mau  latianne suwe. La sesok wes pentas. Yo wes tak mlebu yo Mbok..." Mbok Sumi mengangguk sambil memandang putrinya dan iapun duduk di amben depan memandang gelapnya malam.

" Duh Gusti..lindungi anak kami dari marabahaya dan berilah ia kepinteran dan selalu hormat dengan siapa saja." 

Ditutuplah pintu,dan Mbok Sumi memperbaiki selimut yang digunakan suaminya. Iapun tidur dengan nyenyaknya.


"Nduk...ayo gek tangi,jare rep lomba kowe?"tanya Mbok Sumi membangunkan anaknya. Sejenak tubuh Warti menggeliat dan tangannya mengucek matanya. 

"Jam berapa ini Mbok?"tanya Warti sambil bergegas ke kamar mandi. Rumah yang sederhana hanya ada 2 kamar untuk tiga orang. Sementara kamar mandi ada di luar rumah. 

"Wes adzan subuh." jawab simboknya. Mbok Sumi sudah bangun dari sebelum subuh untuk menyiapkan sarapan dan jarang panas untuk mandiin suaminya. Kegiatan rutinitas itu ia lakukan tanpa mengeluh.Kadang kalau libur tugas Warti yang ngurusi Bapaknya.


Hari itu nampak Warti dengan semangatnya ia akan maju pentas. Mbok Sumi memberi bekal  nasi plus ikan lele kesukaannya agar ia semangat dalam lomba nanti. Diciumnya kening Warti dan tak lupa ia mendoakan anaknya.

"Semoga kamu menang ya,Nduk"kata Mbok Sumi lembut. Pamit bapakmu dan minta doanya." Bergegas Warti ke amben tempat bapaknya tidur. Sosok bapak yang begitu dikagumi beberapa tahun silam. Bapak yang kokoh bahunya memikul keranjang berisi rumput untuk ternak mereka. Bapak yang tak pernah marah saat Warti kecil bikin ulah. Sekarang bapak terlihat lemah tak perdaya.


Didekatkan mulutnya di samping telinga bapaknya."Pak hari ini Warti lomba menari. Doakan ya pak agar warti bisa menang dan membahagiakan bapak dan simbok.Selama ini Warti selalu merepotkan kalian."

 Laki-laki paruh baya yang terbujur lemah itu, pelan-pelan mengeluarkan isak tangis. Air keluar dari matanya yang lelah.Wartipun mencium kening bapaknya sebelum ia pergi.
Mbok Sumi mengantar Warti sampai depan pintu. Senyum tulusnya mengiringi kepergian anaknya. Warti melangkah dengan pasti, dilambaikan tangannya ke arah simboknya seolah-olah mencari dukungan di sana. Jarak 2 km tak membuatnya patah semangat untuk terus maju melawan kebodohan...
Mbok Sumi segera mengambil tenggok di dapur. Setelah berpamitan dengan suaminya iapun berkeliling kampung menjajakan jamunya.

"Jamu...Jamu...Jamunya buk..." Ada secercah harapan untuk anknya Warti. Semoga apa yang kaucita-citakan tercapai,Nduk.. Sambil berdoa iapun berjalan tertatih menghampiri setiap rumah menawarkan jamunya.

Kosakata:
Ngeses: mencari angin sambil duduk di serambi rumah
Nduk:panggilan anak perempuan
Bayen:melahirkan
Cah ayu:anak cantik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun