Mohon tunggu...
Asih Iqbal iqbal
Asih Iqbal iqbal Mohon Tunggu... Guru - Tri harnanik atas asih

Tri harnanik atas asih, pekerjaan guru, pendidikan S1 pendidikan agama islam, UMJ Penulis novel, cerpen, puisi, artikel freelance

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jamu Mbok Sumi

21 Maret 2022   09:04 Diperbarui: 22 Maret 2022   13:42 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


"Ya..maaf Mbok, aku tak bisa menahan rasa bahagia ini. Besok aku ditunjuk oleh bu guru untuk ikut lomba nari tingkat nasional, Mbok,"jelas Warti dengan mata berbinar. Ia tak bisa lagi menunjukkan rasa bahagianya.


"Baguslah, Nduk... Semoga kamu bisa pengalaman dan bisa jadi kebanggaan Simbok.Bapakmu dah  tau belum?" tanya Simbok kemudian. Mbok Sumi terus melakukan aktifitasnya meracik bumbu  jamu yang ada di depannya.


Untuk anak desa seusianya pendidkan sangatlah penting, biarpun simboknya berjualan jamu,tetapi pikirannya luas dan maju.Ia tidak ingin putrinya jadi perempuan bodoh dan miskin... Harapan orangtua anaknya menjadi orang yang sukses,bisa mengangkat derajat orangtuanya. Karena selam ini bakul jamu dipandang sebelah mata oleh oarng-orang yang berduit. Mereka tak memahami bagaimana beratnya menggendong setenggok botol-botol jamu untuk dipasarkan. Kadang kalau ada pasaran (orang desa menyebutnya paingan) Mbok Sumi sebelum subuh sudah siap menggendong  tenggoknya. Biasanya tepat adzan subuh Mbok Sumi mampir ke Masjid dekat pasar pahing untuk sholat berjamaah.


Setelah selesai sholat,baru Mbok Sumi cari tempat di pasar untuk menjual jamunya. Laba dari hasil menjual tak cocok dengan letih di punggungnya menggendongnya tersebut. Tetpi ia tahu akan kemurahan rezeki Gusti Allah. Ia tetap setia menggendong jamunya sampai jamunya laku terjual.


Malam kian larut.Udara dingin mulai menusuk. Sudah 2 hari ini angin kencang bertiup. Sepertinya musim kemarau sudah mula datang. Mbok Sumi gelisah,mondar mandir kesana kemari. Sepertinya ia menunggu seseorang di serambi depan. Di sebelah pintu rumah ada dipan panjang, orang desa biasa menyebut amben untuk ngeses sambil wedangan.


"Kemana Warti kok sudah  malam begini belum pulang?" tanya Mbok Sumi sendirian. Ia bicara sendiri karena tak ada yang bisa diajak ngomong. Suaminya lumpuh dan tak bisa bicara. Begitu menderitanya mereka.


Tak lama kemudian anak yang dtunggunya datang. "Assalamu'alaikum Mbok,"ucap Warti. Kok belum tidur?" sambunnya.

"La nunggu kowe to, Nduk. Simbok kuatir kenopo-nopo marang kowe. Gek ndang wudhu, sholat lan maem. Simbok wes nyepakke neng mburi."


"Yo..Mbok mau  latianne suwe. La sesok wes pentas. Yo wes tak mlebu yo Mbok..." Mbok Sumi mengangguk sambil memandang putrinya dan iapun duduk di amben depan memandang gelapnya malam.

" Duh Gusti..lindungi anak kami dari marabahaya dan berilah ia kepinteran dan selalu hormat dengan siapa saja." 

Ditutuplah pintu,dan Mbok Sumi memperbaiki selimut yang digunakan suaminya. Iapun tidur dengan nyenyaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun