Mohon tunggu...
Ashri Riswandi Djamil
Ashri Riswandi Djamil Mohon Tunggu... Guru - Belajar, belajar, dan belajar

wkwk land

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berhenti Merokok Dimulai dari Mindset

8 Oktober 2021   17:23 Diperbarui: 8 Oktober 2021   17:26 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kata siapa? Kata saya yang pernah merokok, berhenti sekian tahun kemudian relaps, dan berhenti lagi entah sampai kapan. Ini pengalaman pribadi saya. Mungkin ada yang seperti saya tapi saya meragukan itu. Atau memang belum pernah ketemu saja dengan orang itu.

Perkara berhenti merokok ini memang bukan hal yang mudah dilakukan. Lebih mudah menegur, memarahi, dan menyuruh berhenti merokok. Dan yang melakukan itu orang non perokok, bukan hanya non perokok, tapi yang belum pernah merokok sama sekali. 

Saya pribadi masih bisa menerima jika yang menegur untuk berhenti merokok itu mantan perokok. Lebih logis aja karena dia pernah berada di posisi itu (perokok).

Nah untuk orang yang tidak pernah sama sekali merokok meminta orang lain untuk tidak merokok. Tidak salah juga. Cuma perlu diketahui bahwa berhenti merokok itu memang tidak mudah. Perlu proses yang panjang dan waktu yang akan membuktikan itu semua. Tanya sama mantan perokok butuh berapa lama mereka bisa berhenti. Tidak sebentar. 

Yang perlu dipahami oleh orang non perokok terhadap perokok aktif ini adalah: pahami dulu, baca situasi dan kondisi. Jika menegur untuk tidak merokok di lingkungan kerja. Ini sangat wajar dan bebas saja. Silahkan ditegur keras sekalipun tidak masalah. Karena itu aturan. 

Seperti halnya ruang untuk merokok di tempat-tempat umum yang khusus disediakan untuk para perokok. Beda konteks dilarang merokok dan bermenti merokok.

Saya hanya menyoroti hal yang berkaitan bagaimana untuk berhenti merokok. Ok ini menurut pengalaman saya dan bisa juga di terapkan oleh rekan rokers diluar sana. Awali dengan mindset. Tapi tidak juga. 

Saya memutuskan untuk berhenti merokok awalnya setelah didiagnosis terkena TB paru atau Tuberkulosis. Sampai-sampai batuk mengeluarkan lendir bercampur darah. Itupun tidak langsung berhenti. 

Sorenya setelah rontgen saya tetap merokok. Tidak ada yang mengganggu di dada atau tenggorokan. Begitu nikmatnya apalagi ada mentholnya. Sungguh nikmat. Yang membuat saya hampir tidak jadi memutuskan untuk berhenti merokok adalah: justru dokternya bilang secara jelas dan lugas untuk tidak merokok dulu sementara waktu. Kurang bijak bagaimana lagi dokter ini. Bahkan dia tidak serta merta melarang atau menyuruh saya untuk berhenti merokok saat itu.

Saya bilang "oke dok". Lalu saya pulang dan dalam perjalanan aku mampir di warung dan membeli sebungkus rokok menthol favorit. Tanpa banyak berpikir. Bahkan tidak berpikir sama sekali. 

Padahal berat badan turun drastis tanpa saya sadari. Dan kondisi kekebalan tubuh sedang menurun. Sangat drastis sepanjang hidup ini. Pucat tapi saya masih menganggap hanya sakit batuk biasa. Karena awalnya batuk yang tidak berhenti selama sebulan sampai suatu saat saya batuk ada darahnya. Barulah periksa ke klinik terdekat lalu ke rumah sakit untuk memastikan, cek darah dan dahak. Hasilnya positif TB Paru.

Nah setelah diagnosis itu, maka secara mengherankan saya berhenti seketika. Stop merokok saat itu juga. Begitu obat sudah di tangan. Pengobatan yang lama dan tidak boleh absen satu haripun. Enam bulan pengobatan. Mulai bangun tidur harus sudah meminum obat. Dokter menyarankan saya untuk makan teratur dan cukup gizi, istirahat, jangan melakukan pekerjaan fisik berat. Olahraga ringan saja dan berjemur di pagi hari.

Singkat cerita enam bulan pun selesai dan kondisi sudah membaik setelah cek terakhir. Negatif TB Paru akhirnya. Tubuh lebih bugar dari sebelumnya. Dan saya rutin olahraga. Joging dan angkat beban tubuh. Tidak ke gym. Intinya saya lebih sehat dan sedikit lebih berisi dari sebelumnya. Karena memang kurus dan tipe badan ectomorph yang sulit naik berat badan. Tapi sehat.

Enam bulan saya lalui tanpa rokok. Karena semua dari pikiran. Saya ingin sembuh dan setidaknya memberi kesempatan kepada paru-paru saya untuk recovery. Berjalan satu sampai dua tahun saya bersih dari nikotin. Entah mengapa suatu ketika ingin rasanya merokok. Dan saya akhirnya merokok bersama teman saat sedang liburan ke Dieng. Daerah dataran tinggi, bahkan tertinggi di Jawa. 

Udaranya dingin ditambah teman-teman perokok aktif semua. Tiba-tiba teringat kata-kata " perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif" maka saya minta sebatang dari teman saya itu dan mulai menikmati desiran nikotin di kepala. Ada sensasi khas mungkin istilahnya nge fly. Pokoknya nikmatlah rasanya.

Walaupun kata-kata "perokok pasif itu lebih berbahaya" terdengar konyol bagi saya. Tetap saja bagi saya merokok itu masih lebih berbahaya dari pada perokok pasif atau orang yang berada disekitar perokok. 

Dari apa yang saya alami, ternyata berhenti atau tidak merokok selama beberapa tahun. Dalam kasus saya dua tahun tidak merokok itu belum menjadi indikator sukses. Perlu ujian atau seperti saya yang ternyata menyerah juga untuk mempertahankan fase berhenti merokok selama dua tahun. Pecah juga. Namun tidak membabi-buta langsung menghabiskan ber pak-pak. Tidak juga.

Masa Relaps 

Dalam menjalani masa-masa relaps atau kambuh merokok lagi. Begitu saya membahasakannya. Saya akhirnya menemukan cara untuk on/off. Saya dapat mengendalikan rasa ingin, bukan kecanduan. Karena kecanduan itu berada level yang cenderung tidak terkontrol. Saya mampu menekan keinginan untuk merokok itu berkurang. Dengan keinginan untuk olahraga. 

Karena setelah saya sembuh dari TB saya aktif jogging. Setidaknya 2 sampai 3 kali seminggu. Jadi olahraga itu menjadi rem agar saya mampu mengendalikan keinginan untuk merokok. Walaupun merokok atau tidak, saya belum merasakan perbedaannya saat jogging.

Sejak saat itu saya bisa berhenti kembali dari rokok. Dengan tahapan. Pertama saya off merokok selama satu pekan. Kemudian pekan berikutnya merokok dengan hanya 2 bungkus dalam seminggu. Perokok mana yang bisa merokok sesedikit itu? Artinya saya tidak se candu itu. 

Kemudian dua pekan off. Satu pekan on, begitu seterusnya hingga sebulan off dan saya melanjutkan untuk berhenti. Pernah suatu hari saya iseng meminta sebatang dari teman. Dan rasanya hambar, tidak nikmat seperti sebelumnya. Ok ini memang waktunya saya sudah berhenti. Dan saya berhenti. Sudah 10 tahun tidak terasa. Dan saya tidak apa-apa.

Dan sampai saat inipun ada pemikiran saya yang belum berubah. Walaupun saya mampu mengendalikan keinginan rokok, saya masih belum percaya bahwa rokok menyebabkan banyak kematian seperti yang sering kita dengar di media. Katanya ada kepentingan bisnis di bidang farmasi. Entahlah tapi ya saya tidak percaya dengan data kematian itu. 

Sederhana saja, dari sekian teman saya yang merokok, belum ada yang meninggal akibat rokok. Bahkan diantara mereka rajin olahraga. Bahkan intensitasnya lebih tinggi. Tapi bukan berarti membenarkan rokok itu baik. Tidak. Tetap saya percaya pada bagian "merokok itu tidak baik untuk kesehatan". Ya itu tidak bisa diperdebatkan.

Saya menjadikan rokok itu hanya bentuk kesenangan saja. Seperti mainan. Kalau anak-anak suka main petasan. Toh sama-sama dibakar juga. Bahkan lebih berbahaya kalau tidak segera dilepaskan dari tangan. Kalau rokok yang katanya membunuh pelan-pelan. Bahkan ada lagi penemuan di bidang medis bahwa kelamaan duduk itu lebih berbahaya dari merokok. 

Artinya kita akhirnya harus menjaga keseimbangan dalam kehidupan. Dimulai dari pola pikir yang kuat. Mau berhenti merokok, pikirkan dampaknya, efeknya kedepan seperti apa. Kalau saya sudah pasti kesehatan dan keuangan.      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun