Mohon tunggu...
Izza Fauzia Ashoka
Izza Fauzia Ashoka Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum

Hanya menulis sebagai upaya untuk menyuarakan pendapat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Potensi Benturan Fungsi antara MKMK dan KY dalam Pengawasan Etik terhadap Hakim Konstitusi

10 November 2024   12:00 Diperbarui: 10 November 2024   12:06 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas, bagaimana opini penulis agar benturan fungsi ini dapat ditertibkan? 

Karena terdapat benturan fungsi yang endingnya mengganggu mekanisme pengawasan etik terhadap hakim konstitusi, disebabkan oleh tidak adanya batasan kewenangan antara MKMK dan KY yang diatur secara pasti, maka dengan memperjelas regulasi mengenai pembagian peran dan fungsi antara kedua lembaga ini dalam menangani pelanggaran etik oleh hakim konstitusi yang penulis yakin dan percaya merupakan salah satu jalan keluar yang harusnya ditempuh oleh pemegang konstitusi negara kita. Setidaknya terdapat 2 point pemikiran:

Pertama, revisi terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang Komisi Yudisial perlu dilakukan untuk memperjelas batasan kewenangan masing-masing lembaga. Dengan adanya regulasi yang jelas, potensi tumpang tindih fungsi antara MKMK dan KY dapat diminimalisir, dan setiap lembaga dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan koridor hukum yang ditetapkan.

Kedua, perlu ada mekanisme koordinasi antara MKMK dan KY dalam menangani pelanggaran etik. Misalnya, kedua lembaga bisa membentuk forum bersama atau tim ad hoc yang bertugas mengkaji akan adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi.

Apakah Pembentukan MKMK Permanen Dapat Menjadi Solusi Atau Bahkan Akan Membuat Potensi Konflik Baru Bermunculan untuk Ius Constituendum Indonesia?

Diskusi mengenai pembentukan MKMK secara permanen juga menambah kompleksitas dalam pengawasan terhadap hakim konstitusi. Diketahui bahwa pembentukan MKMK permanen diusulkan sebagai solusi untuk mengatasi kelemahan mekanisme pengawasan ad hoc, yang dianggap kurang efektif dalam menegakkan kode etik dan menjaga integritas hakim konstitusi.

Pendukung pembentukan MKMK permanen, seperti mantan hakim MK Dewa Palguna, berpendapat bahwa MK membutuhkan lembaga pengawasan internal yang kuat agar dapat menjaga kredibilitas dan integritasnya. Namun, ide pembentukan MKMK permanen juga menimbulkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap fungsi KY. 

Dengan adanya MKMK permanen, peran KY sebagai pengawas eksternal dipercaya akan tergerus, yang dapat melemahkan prinsip check and balances dalam sistem peradilan Indonesia. Selain itu, putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 juga menyatakan bahwa pembentukan MKMK permanen bertentangan dengan UUD 1945, yang membuka ruang bagi diskusi lebih lanjut mengenai legalitas dan urgensi pembentukan MKMK permanen.

Kesimpulan

Potensi benturan fungsi antara MKMK dan KY dalam pengawasan etik terhadap hakim konstitusi merupakan isu yang perlu mendapat perhatian serius. Tumpang tindih kewenangan antara kedua lembaga ini bisa menyebabkan ketidakpastian hukum dan merusak kepercayaan publik terhadap integritas sistem peradilan di Indonesia. Dengan adanya tulisan ini, penulis akhirnya dapat mengutarakan pendapatnya dan tentunya memiliki harapan agar MKMK dan KY dapat bersatu, namun tetap dalam koridor fungsinya masing-masing dalam menjalankan tugasnya, sehingga integritas serta profesionalisme hakim konstitusi dapat terjaga. Penulis yakin dan percaya, bahwa pengawasan etik yang baik akan menciptakan peradilan yang lebih kredibel dan transparan, serta memperkuat demokrasi konstitusional di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun