Mohon tunggu...
Izza Fauzia Ashoka
Izza Fauzia Ashoka Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum

Hanya menulis sebagai upaya untuk menyuarakan pendapat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Potensi Benturan Fungsi antara MKMK dan KY dalam Pengawasan Etik terhadap Hakim Konstitusi

10 November 2024   12:00 Diperbarui: 10 November 2024   12:06 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam ranah ketatanegaraan Indonesia, peran pengawasan terhadap hakim memiliki posisi yang krusial untuk menjaga integritas serta kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia, bukan? Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang memutus perkara di tingkat tertinggi dalam ranah konstitusi, juga diawasi agar para hakimnya menjalankan tugas dengan profesionalisme dan menjunjung tinggi etika. Namun, ternyata terdapat dua lembaga yang berperan dalam pengawasan etika terhadap hakim konstitusi, yaitu Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan Komisi Yudisial (KY). Pembagian tugas antara MKMK dan KY ini akhirnya telah menimbulkan berbagai polemik mengenai kekhawatiran atau bahkan potensi akan timbulnya benturan fungsi, terutama dalam melakukan pengawasan etik terhadap hakim konstitusi. Maka dari itu, dalam artikel ini, penulis akan mengulas mengenai bagaimana pada akhirnya benturan fungsi tersebut dapat muncul hingga tipping pointnya.

Tugas dan Wewenang MKMK

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dibentuk secara khusus untuk menangani masalah etika hakim konstitusi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, MKMK memiliki tugas utama menjaga disiplin, kehormatan, dan kode etik hakim konstitusi. MKMK memiliki kewenangan penuh untuk memeriksa dugaan pelanggaran etika oleh hakim konstitusi dan, jika terbukti bersalah, memberikan sanksi yang proporsional.

Keunggulan MKMK terletak pada pemahamannya yang mendalam mengenai tugas-tugas dan fungsi Mahkamah Konstitusi. Karena bekerja dalam lingkup konstitusional, MKMK memiliki perspektif yang lebih komprehensif terhadap perilaku hakim konstitusi dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, pengawasan yang dilakukan MKMK dianggap lebih sesuai dengan karakteristik dan tanggung jawab para hakim di MK.

Tugas dan Wewenang KY

Di sisi lain, KY adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan amanat reformasi dengan tujuan memperkuat pengawasan terhadap etika dan perilaku hakim. KY diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 dan memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap seluruh hakim di Indonesia, termasuk hakim konstitusi. Dalam pelaksanaannya, KY dapat melakukan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi terkait dugaan pelanggaran etika hakim kepada lembaga peradilan atau presiden.

Peran KY lebih luas dibandingkan MKMK karena mencakup pengawasan seluruh hakim di Indonesia, tidak terbatas pada hakim konstitusi. KY bertugas menjaga martabat dan kehormatan seluruh badan peradilan melalui pengawasan eksternal, sehingga diharapkan mampu memberikan sudut pandang independen terkait pelanggaran etika yang dilakukan oleh para hakim.

Potensi Benturan Fungsi antara MKMK dan KY

Potensi benturan fungsi antara MKMK dan KY muncul karena keduanya memiliki tugas serupa, yakni mengawasi dan menegakkan kode etik hakim, meskipun dengan fokus yang berbeda. MKMK berfokus pada hakim konstitusi, sementara KY mengawasi seluruh hakim, termasuk hakim konstitusi. Namun, karena hakim konstitusi juga berada dalam lingkup pengawasan KY, potensi benturan kewenangan menjadi tidak terhindarkan.

Salah satu contoh potensi benturan yang dapat terjadi adalah ketika terdapat dugaan pelanggaran etika oleh hakim konstitusi. Baik MKMK maupun KY dapat memiliki otoritas untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus tersebut. Jika KY memberikan rekomendasi sanksi, sementara MKMK memiliki pandangan yang berbeda dan mengambil keputusan yang bertentangan, maka akan timbul ketidakpastian mengenai lembaga mana yang berwenang. Hal ini dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap kedua lembaga dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Benturan kewenangan ini juga dapat berdampak negatif terhadap independensi hakim konstitusi. Jika KY memiliki wewenang yang lebih besar dalam memeriksa pelanggaran etika hakim konstitusi, ada kekhawatiran bahwa pengawasan eksternal dapat memengaruhi kebebasan hakim dalam membuat keputusan konstitusional. Di sisi lain, pengawasan internal oleh MKMK juga dapat dipandang tidak sepenuhnya independen, mengingat MKMK berada dalam lingkup Mahkamah Konstitusi, yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Lantas, bagaimana opini penulis agar benturan fungsi ini dapat ditertibkan? 

Karena terdapat benturan fungsi yang endingnya mengganggu mekanisme pengawasan etik terhadap hakim konstitusi, disebabkan oleh tidak adanya batasan kewenangan antara MKMK dan KY yang diatur secara pasti, maka dengan memperjelas regulasi mengenai pembagian peran dan fungsi antara kedua lembaga ini dalam menangani pelanggaran etik oleh hakim konstitusi yang penulis yakin dan percaya merupakan salah satu jalan keluar yang harusnya ditempuh oleh pemegang konstitusi negara kita. Setidaknya terdapat 2 point pemikiran:

Pertama, revisi terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang Komisi Yudisial perlu dilakukan untuk memperjelas batasan kewenangan masing-masing lembaga. Dengan adanya regulasi yang jelas, potensi tumpang tindih fungsi antara MKMK dan KY dapat diminimalisir, dan setiap lembaga dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan koridor hukum yang ditetapkan.

Kedua, perlu ada mekanisme koordinasi antara MKMK dan KY dalam menangani pelanggaran etik. Misalnya, kedua lembaga bisa membentuk forum bersama atau tim ad hoc yang bertugas mengkaji akan adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi.

Apakah Pembentukan MKMK Permanen Dapat Menjadi Solusi Atau Bahkan Akan Membuat Potensi Konflik Baru Bermunculan untuk Ius Constituendum Indonesia?

Diskusi mengenai pembentukan MKMK secara permanen juga menambah kompleksitas dalam pengawasan terhadap hakim konstitusi. Diketahui bahwa pembentukan MKMK permanen diusulkan sebagai solusi untuk mengatasi kelemahan mekanisme pengawasan ad hoc, yang dianggap kurang efektif dalam menegakkan kode etik dan menjaga integritas hakim konstitusi.

Pendukung pembentukan MKMK permanen, seperti mantan hakim MK Dewa Palguna, berpendapat bahwa MK membutuhkan lembaga pengawasan internal yang kuat agar dapat menjaga kredibilitas dan integritasnya. Namun, ide pembentukan MKMK permanen juga menimbulkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap fungsi KY. 

Dengan adanya MKMK permanen, peran KY sebagai pengawas eksternal dipercaya akan tergerus, yang dapat melemahkan prinsip check and balances dalam sistem peradilan Indonesia. Selain itu, putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 juga menyatakan bahwa pembentukan MKMK permanen bertentangan dengan UUD 1945, yang membuka ruang bagi diskusi lebih lanjut mengenai legalitas dan urgensi pembentukan MKMK permanen.

Kesimpulan

Potensi benturan fungsi antara MKMK dan KY dalam pengawasan etik terhadap hakim konstitusi merupakan isu yang perlu mendapat perhatian serius. Tumpang tindih kewenangan antara kedua lembaga ini bisa menyebabkan ketidakpastian hukum dan merusak kepercayaan publik terhadap integritas sistem peradilan di Indonesia. Dengan adanya tulisan ini, penulis akhirnya dapat mengutarakan pendapatnya dan tentunya memiliki harapan agar MKMK dan KY dapat bersatu, namun tetap dalam koridor fungsinya masing-masing dalam menjalankan tugasnya, sehingga integritas serta profesionalisme hakim konstitusi dapat terjaga. Penulis yakin dan percaya, bahwa pengawasan etik yang baik akan menciptakan peradilan yang lebih kredibel dan transparan, serta memperkuat demokrasi konstitusional di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun