Jika ada yang ingin mengacung tangan, mengaku, bahwa dia seorang pendosa, maka, saya yakin, awalnya semua ragu ragu, celingak celinguk, kiri kanan, depan belakang, dan kemudian satu persatu akan mengacungkan tangan. Semua.
Tetapi, jika ada yang bertanya apakah Anda seorang pezinah?, maka, saya yakin, tidak ada seorangpun yang berani, sukarela, mengacungkan tangannya.
Namun, jika ada yang bertanya apakah Anda seorang pezinah?, dan Allah saat ini juga akan mengampuni dosa dosamu!, maka, saya yakin juga, tidak akan ada yang serta merta mengangkat tangannya. Lagi lagi celingak celinguk, kiri kanan, depan belakang, dan akhirnya pun barangkali cuma satu dua yang terpaksa berani mengangkat tangannya sambil tersedan. Sementara yang lain menarik nafas lega dapat menyimpan rahasia itu dan berdalih akan menyelesaikannya secara pribadi dengan Tuhan, nanti.
INI SOAL JANJI
Saya menulis ini sebagai janji saya kepada M. Joenoes Joesoef. Ia mengomentari tulisan saya mengenai pendidikan. Ia bertanya judulnya yang mencantumkan juga nama Sitok, tapi menurutnya isinya tidak ada Sitoksitoknya.
Sejujurnya, saya tidak tertarik mengomentari kasus itu. Tetapi, janji adalah janji. Pilihannya cuma dua, ditepati atau tidak. Seandainya tidak saya tepati, M. Joenoes Joesoef pasti juga tidak akan menagihnya. Mungkin ia sudah lupa. Namun, saya memilih untuk menepatinya, tapi mungkin tulisan ini pun tidak akan memenuhi harapannya.
UNTUK PARA PEMBELA DAN PENDAKWA SITOK dan perempuannya
Harus diakui, apa hak saya menghakimi para pembela dan pendakwa Sitok dan perempuannya. Tidak ada dalam Undang Undang, apalagi dalam Undang Undang Dasar, dicari dalam kitab suci manapun, saya tidak punya hak untuk menganalisis, mengambil posisi atas apa yang mereka tuliskan. Tapi, izinkan saya untuk melihat kasus ini dari kacamata, yang pasti bukan kacamata kuda, kacamata saya yang entah kenapa sudah silindris rupanya.
SAHIBUL KATA
Di antara kerumunan orang, sepasang mata dapat dengan cepat mengambil kesimpulan orang itu ganteng dan gagah ataupun cantik dan molek. Takaran umumnya sudah ada, apatah definisinya. Hanya era, kultur, sosial budaya yang kurang lebih membedabedakannya.
Wajah ukuran pertama untuk menakar kegantengan dan kecantikan seseorang. Mau alasan apapun, ukuran dada bisa dikatakan pilihan bebas kedua bagi pria menakar perempuan. Pinggang, pinggul, dan pantat ya sesuai selera. Dan, bohong, jika seorang lelaki mengatakan tidak pernah membawa seorang perempuan bergumul, siapapun itu, dalam pikirannya dengan mata terbuka. Bahkan dalam rapat penting sekalipun itu bisa saja terjadi. Bahkan, jika di sekitarnya semua perempuan berhijab. Ada yang ingin membantahnya. Silahkan. Bebas saja.
Bukan hanya lelaki, jika para perempuan mau jujur, dari dulu sampai sekarang ya hal yang sama terjadi juga pada kaum perempuan.
Bersyukurlah, yang ada dalam pikiran dan hati takkan tampak di luar. Kita harus berterima kasih pada Allah untuk itu, karena kita bisa menyimpan rapat rapat dosa itu. Dosa? Jika ada yang ingin membantahnya, silahkan. Bebas saja (dan silahkan dibaca kembali kitab suci masing masing).
Ranjang Sitok, ranjang kita semua?
Jangankan Sitok yang memuncratkan semburat kekaguman dari olah kata katanya. Sitok mengolah kata ibarat seorang lelaki ber gym untuk mendapatkan otot six pack. Sitok sadar itu, sangat. Kata katanya semakin powerful, dengan olah tubuh, postur, gestur, body language.
Dan disana, di antara para perempuan, bukan hanya mengunyah sihir kata Sitok, tapi membayangkan Sitok sendiri bergumul dengannya. Ya, adalah satu dua. Tidak dapat saya buktikan. Tapi ada seorang perempuan muda yang membawa janin yang katanya berasal dari Sitok seorang. Paling tidak itu kata media.
sitok sotoy
Sitok bukan siapa siapa. Harus ada wahana untuk mengangkatnya menjadi seorang Sang Penyair. Malah lekat dia disebut Sang Budayawan. Dia bukan siapa siapa. Dia mondok di kebesaran Rendra. Sitok mengamati kehidupan si suhu dengan beberapa istrinya, yang berakhir satu. Perempuan perempuan Rendra lainnya memilih silam.
Mungkin saja Sitok berkehendak setia, paling tidak itu telah ia tunjukkan. Tetapi, para lelaki di sekitar Sitok sama saja dengan Sitok tak dapat mengelola kekaguman itu tanpa juga turut berpesta menikmati pengagumnya.
Tapi sindrom Sitok, bukan hanya mereka yang memiliki magma kekaguman, baik lokal maupun lokal banget. Sindrom Sitok adalah sindrom lelaki dengan penisnya. Ini bisa terjadi pada tukang becak, tukang ojek, penjaga masjid, koster gereja, penjaga vihara................., siapapun yang punya penis. Pilihan ada di tangan mereka. (Saya tidak perlu menyebut ketua partai, kader partai, pejabat, pejabat Mahkamah Konstitusi, pejabat POLRI, ya siapa saja, politisi, hakim, jaksa yang harus menghadapi terdakwa yang sebetulnya sama saja dengan mereka.
Sindrom Tahta
Darimana asal sindrom tahta sehingga mempengaruhi sang penis merasa bisa terpenetrasi kemana saja sepanjang dia suka.
Kitab kitab suci menggambarkan asal muasalnya dengan gamblang. Menyusuri sungai Nil akan tampak kemegahan tahta sang raja turun temurun. Mereka keluarga kerajaan mendapat hak para dewa mengumpulkan perempuan sebanyaknya dan dapat dipanggil kapan saja. Bahkan, tak kurang para orang tua menyerahkan anak dara mereka sebagai upeti. (catatan: di sepanjang sungai Gangga............ hingga sepanjang kali Ciliwung, sama saja)
Dari Sang raja, penasihat, hulu balang, mandor, hanya mengutip kelakuan Sang Titah, sesuai dengan posisinya. Turun temurun "kekuasaan tahta" dalam berbagai penafsirannya mendudukan perempuan sebagai sub ordinat sekadar untuk menjadi cantik, molek, menarik dan menunggu.
Sindrom Cantik
Buka dan baca semua kitab suci, tempat pegangan, penakar tentang kecantikan. Kecantikan istri, kecantikan anak, ya sudah pasti kecantikan ratu. Takaran cantik itu terpampang jelas dalam berbagai kita suci. "Agama" (harus ditandakutipkan) yang mengajar lelaki tahu mana perempuan cantik dan tidak. Walau ada berbagai turunan dari tulisan tulisan suci yang sebenarnyalah ditulis oleh manusia, dan harus dipastikan yang menulis itu adalah para lelaki, mengkonstruksikan kecantikan bidadari di surga itu begitu cantiknya. Bukan hanya perempuan, bahkan para bidadari surgapun diempanin, diiming iming bagi mereka para lelaki.
TERUS SITOKNYA MANA?
Mungkin kalau M. Joenoes Joesoef sempat membaca ini, dia akan kembali merutuk, "iki sitoknya mana?"
Saya ingin mengajak bapak M. Joenoes Joesoef untuk melihat video ini
http://www.youtube.com/watch?v=zExJyVLtkBI
http://www.youtube.com/watch?v=zExJyVLtkBI
Ada ratusan ribu perempuan kecil, yang menikmati era digital, bertanya pada kaca ajaibnya apakah mereka cantik atau jelek.
Bayangkan, jika saja terdengar dan kemudian terekam dalam benak belia mereka bahwa mereka cantik atau pun jelek, mereka perlu pembuktian.
Pembuktian ini, sering kali, menjadi pusat kelemahan yang telah diketahui oleh para lelaki yang seakan telah mewarisi kamus sejak awalnya.
Sekali lagi, bukan hanya perempuan, di kamar kamar tertutup para lelaki muda yang mulai sadar akan bentuk tubuh dan hormon kelelakiannya terbentuk akan mencari tahu seberapa mereka punya daya tarik terhadap wanita.
Menyedihkan bukan, ketika kisah kisah dari milenia ke milenia, terulang tragis, karena berbagai sebab yang bisa dikarang.
dan perempuan itu
Mungkin ia hanya sekedar panitia. Bukan seorang aktifis. Menjadi panitia untuk kegiatan kampus yang menghadirkan sang penyair. Melihatnya menggebu gebu di panggung. Membaca bolak balik seakan tak percaya sang penyair itu mengirimkan sms (koq bukan melalui whatsapp, bbm, mungkin penyair itu agak gatek menggunakan gadgetnya hanya untuk menelepon dan mengsms).
Dengan perasaan berbunga bunga, penuh ingin tahu sang perempuan muda itu............. Saya tidak ingin membahasnya karena saya sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Tapi dapat dipastikan, Sitok menggunakan sihir puisinya untuk membuat perempuan muda itu merasa begitu cantik dan diingini. Suatu peran otoritas yang tidak seimbang.
Dan, ya, saya mengambil kesimpulan mudah Sitok menggunakan otoritas yang jomplang membawa perempuan muda itu menuruti nafsu kekuasaannya.
Tapi bukan itu substansi yang ingin saya kemukakan
Kita semua, tanpa tahu apa permasalahannya, akan dengan mudah menghakimi.
Sialnya, akan dengan amat sangat mudah kita melimpahkan kesalahan pada sang perempuan. Banyak alasan untuk mencerca sang perempuan.
Mohon izin, lagi lagi bersumber pada kitab suci, kita semua yang mengaku beragama akan tidak ragu ragu merajam sang perempuan. Sumber dakwaan itu dari mana, ya dari kitab suci kita diajarkan bahwa perempuan yang tidur dengan lelaki yang sudah beristri adalah pezinah. Kita tidak ragu ragu mengutip kitab suci mengatakan perempuan itulah yang gampangan, tidak bermoral, pelacur, dan ya pezinah.
Pezinah itu bukan hanya ditujukan untuk perempuan, pezinah juga untuk lelaki. Alias, siapa saja yang melakukan hubungan kelamin dengan laki laki dan perempuan tanpa hubungan yang resmi, maka mereka layak disebut pezinah. Tapi tunggu dulu, itu menurut kitab suci agama samawi. Walau ada kultur kultur yang "membiarkan" itu terjadi, tapi rujukan utama paling tidak kitab kitab suci.
Padahal jika kita membaca hati hati, konstruksi sosial yang patriachat ini mendera kaum perempuan, dan itu dengan dukungan perempuan mendudukan perempuan sebagai si terdakwa yang seringkali membebaskan para lelaki dari tanggung jawabnya. (tolong dibaca kitab suci masing masing).
Jika membawa kitab suci jelas kita akan dengan mudah membedakan hitam dan putih. Jika melihat kasus ini beralaskan kitab suci, harus diakui kita tidak bisa melihat segala sesuatu berdasar hitam dan putih. Ya, jelas karena dalam kitab suci terkandung bagaimana Allah itu adalah Maha Pengasih lagi penyayang. Allah Maha Pengampun.
Kita akan dipaksa melihat kasus ini dengan kacamata kita sendiri. Bagimana kita dibesarkan, lingkungan kita, sosial budaya dimana kita di dalamnya akan menjadi instrumen dalam melihat kasus ini.
Sehingga yang pasti adalah fakta ada seorang perempuan muda yang kini hamil 7 bulan karena menurutnya ia telah tidur dengan seorang lelaki. Lelaki itu sendiri telah mengakuinya. Permasalahannya setelah 7 bulan kisah ini disantap oleh umum dengan berbagai sisi ceritanya.
dan bagaimana menurut saya sendiri?
Jelas, saya tidak tahu cerita sebenarnya. Tetapi izinkan saya setelah membaca berbagai referensi berita, saya berani mengatakan ini adalah kasus perkosaan. Kenapa?
Jika ada seorang lelaki dewasa, beristri dan beranak, dengan profesi yang dekat dengan budaya, begitu juga lingkungannya, mengatakan jatuh cinta pada perempuan muda yang cuma dilihatnya sekilas. Sudah pasti itu bohong.
Dan, lelaki itu memang tidak pernah ngomong soal cinta. Tapi dia tahu, ketika perempuan muda itu menjawab smsnya, dia sangat tahu dia bisa berbuat apa saja yang dikehendakinya atas perempuan muda itu.
Dan, bagi seorang perempuan, yang terpukau pukau melihat sang penyair pujaan itu meng sms nya seakan merasa terpilih dari sekian banyak perempuan disana. Dan pembuktian "am I pretty" seakan terjawab di tempat tidur.
Tetapi, konstruksi sosial ini begitu jomplang, niat itu sudah ada, dan ya perkosaan itu terjadi atas nama Tahta sang penyair.
Semoga perempuan muda itu, yang juga sudah pasti didomplengi perasaan perasaan yang harus dikubur dari "beberapa lainnya", cukup kuat menjalani proses yang pasti akan mengharu biru. Ini soal selangkangan yang akan di bawa ke pengadilan. Akankah dia kuat menjalaninya?
Sebetulnya saya sudah berjanji untuk tidak menghakimi. Sayapun tidak lagi bisa berdalih saya sudah menghakimi. Ya, di satu sisi kaumperempuanlah yang harus berperan mengdekonstruksi untuk merekonstruksi bangunan sosial yang timpang menyangkut hal sex.
Bagi lelaki tidak ada hal yang paling ditakutkannya di dunia, kecuali suatu pagi ia menemukan penisnya tidak lagi bisa tegang berdiri menahan urine yang harus muncrat di pagi hari.
Kaum lelaki akan lebih pusing ketika menemukan buah zakarnya tidak lagi berisi penuh mani dan harus dikeluarkan.
Tapi bukankah untuk itu ada aturan dan tata tertibnya. Sialnya, menanbrak tata tertib banyak kali menjadi alat ukur apakah sang burung masih bisa melayang tinggi.
Bagi perempuan, dari dulu sampai sekarang tidak berubah, akan tetap sebegitu posesifnya mempertahankan apa yang dipikir dimilikinya secara mutlak. Dan untuk mendapatkannya ia perlu belajar dan belajar.
KONTROVERSI KONSTRUKSI SOSIAL MASA KINI
Mari kita telisik apa yang tengah terjadi
Dua kutub ekstrim tengah beradu mencari pengikut
Ekstrim kiri, konstruksi sosial yang sekarang sedang di bangun di negara kita, lagi lagi berangkat dari penafsiran kitab suci yang chauvinist, laki laki berhak menikahi, nikah resmi atau siri, beberapa perempuan. Para perempuannya ditakuti kalau tidak menurut keinginan sang suami (baca mengikuti keliaran kelamin suami) maka neraka durjana menjadi ganjarannya
Ekstrim kanan, atau lebih cocok disebut sama sama ekstrim kiri, lelaki berhak tidur dengan perempuan mana saja yang bersedia tanpa harus menikahinya. Perempuan pun punya hak yang sama. Tapi inipun dengan catatan jangan sampai ketahuan. Jika ketahuan, walau sudah abad 21 juga, perempuan itu yang tetap mendapat getahnya.
Adakah yang berada di tenga tengah? Ada. Aturan tata tertib harus tetap ada. Seperti minum obat ada aturan dosisnya. Atau cobalah sekarang naik motor tanpa menyalakan lampu, ya harus menghadapi polisi, yang kebetulan perlu uang dan mau capek capek menangkap si pemotor yang bandel. Begitu aturannya.
Judul dan substansi tulisan ini memang tidak matching, seperti kasus Sitok.
Tapi, jikalah siperempuan muda itu kuat, bukan hanya mempolisikan Sitok. Tapi membawa penis Sitok yang nakal itu masuk ke pengadilan. Bukan untuk mengumbar aib, tetapi masyarakat pun akan belajar, mau di era apapun, pakai kitab suci atau tidak, bukan hak lelaki mengumbar burungnya sesuka pikirannya.
Dan perempuan berhentilah bertanya apakah dia cantik atau jelek. Gak penting itu. Pneting? Ya terserah, cantik atau jelek menurut takaran sosial, berhentilah mengasihani diri sendiri. Jika mau sex, dapatkan sex dan jangan menggunakan sex sebagai senjata, sebagaimana laki laki sering menggunakannya.
Saya harus berhenti
Apa hak saya memberi nasihat soal ini? Tidak ada.
Itu sebabnya saya harus berhenti
(sekali lagi, secara pribadi, menurut saya Sitok memperkosa perempuan muda. Apapun mazhab yang dianut Sitok, dalam mazhab budayanya Sitok kena batunya, tidak semua perempuan mau mengaborsi kandungannya. Untuk itu dia harus bertanggung jawab. Meminjam kepala si perempuan muda itu jika itu terjadi bahkan seorang lelaki ogah bermantukan Sitok yang mengulur waktu mengira semua perempuan muda begitu gampang mengaborsi janinnya.)
Saya harus berhenti sebelum saya bertindak lebih dari hakim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H