Semoga perempuan muda itu, yang juga sudah pasti didomplengi perasaan perasaan yang harus dikubur dari "beberapa lainnya", cukup kuat menjalani proses yang pasti akan mengharu biru. Ini soal selangkangan yang akan di bawa ke pengadilan. Akankah dia kuat menjalaninya?
Sebetulnya saya sudah berjanji untuk tidak menghakimi. Sayapun tidak lagi bisa berdalih saya sudah menghakimi. Ya, di satu sisi kaumperempuanlah yang harus berperan mengdekonstruksi untuk merekonstruksi bangunan sosial yang timpang menyangkut hal sex.
Bagi lelaki tidak ada hal yang paling ditakutkannya di dunia, kecuali suatu pagi ia menemukan penisnya tidak lagi bisa tegang berdiri menahan urine yang harus muncrat di pagi hari.
Kaum lelaki akan lebih pusing ketika menemukan buah zakarnya tidak lagi berisi penuh mani dan harus dikeluarkan.
Tapi bukankah untuk itu ada aturan dan tata tertibnya. Sialnya, menanbrak tata tertib banyak kali menjadi alat ukur apakah sang burung masih bisa melayang tinggi.
Bagi perempuan, dari dulu sampai sekarang tidak berubah, akan tetap sebegitu posesifnya mempertahankan apa yang dipikir dimilikinya secara mutlak. Dan untuk mendapatkannya ia perlu belajar dan belajar.
KONTROVERSI KONSTRUKSI SOSIAL MASA KINI
Mari kita telisik apa yang tengah terjadi
Dua kutub ekstrim tengah beradu mencari pengikut
Ekstrim kiri, konstruksi sosial yang sekarang sedang di bangun di negara kita, lagi lagi berangkat dari penafsiran kitab suci yang chauvinist, laki laki berhak menikahi, nikah resmi atau siri, beberapa perempuan. Para perempuannya ditakuti kalau tidak menurut keinginan sang suami (baca mengikuti keliaran kelamin suami) maka neraka durjana menjadi ganjarannya
Ekstrim kanan, atau lebih cocok disebut sama sama ekstrim kiri, lelaki berhak tidur dengan perempuan mana saja yang bersedia tanpa harus menikahinya. Perempuan pun punya hak yang sama. Tapi inipun dengan catatan jangan sampai ketahuan. Jika ketahuan, walau sudah abad 21 juga, perempuan itu yang tetap mendapat getahnya.