Mohon tunggu...
Ashila Nabilsabrina
Ashila Nabilsabrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik dan Pendidikan Islam

5 Desember 2023   08:51 Diperbarui: 5 Desember 2023   09:13 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itu menurut (Suwarno, 2020), sasaran pendidikan Islam adalah untuk menggambarkan nilai-nilai Islam yang akan diwujudkan dalam diri individu peserta didik pada akhir proses pendidikan. Dengan kata lain tujuan pendidikan Islam adalah terwujudnya nilai-nilai Islam dalam diri peserta didik, yang diperoleh pendidik muslim dengan menitik beratkan pada hasil (produk) pencapaian kepribadian Islami dengan kesetiaan dan ketaqwaan. Kepada Allah SWT, Mencapai kebaikan moral, kesehatan, pengetahuan, keahlian, kreativitas, kemandirian, dan menjadi warga negara demokratis dan bertanggung jawab, bertujuan untuk mengembangkan diri sebagai hamba Allah yang taat dan bijaksana dengan keseimbangan dunia di akhirat serta mampu membentuk manusia muslim seutuhnya yang mempunyai jiwa ketaqwaan seutuhnya kepada Allah SWT.

C. Menyikapi konflik sosial dalam pendidikan islam

Ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam upaya mmenyikapi konflik, yaitu: Perencanaan penyelidikan konflik, penilaian konflik serta resolusi konflik. Tidak dapat dipungkiri bahwa konflik antar individu dalam organisasi (lembaga pendidikan Islam) tidak bisa dihindari, namun jika dikelola dengan baik, konflik tersebut dapat dimanfaatkan ke arah yang produktif.[1] Konflik antar individu atau kelompok dapat bermanfaat maupun merugikan bagi kelangsungan hidup organisasi. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Allah SWT QS. Al-Hujurat: 9, menjelaskan sesuai ayat tersebut bahwa untuk mengatasi dan mengelola konflik perlu direncanakan analisis konflik melalui strategi pengelolaan konflik dan melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan konflik. Ada empat kecenderungan strategis untuk mengatasi konflik, yakni:[2] 

 kolaborasi. Strategi ini diterapkan dalam situasi di mana kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan. Mereka melihat konflik sebagai bagian dari dinamika yang memungkinkan keduanya belajar untuk memahami dan bersimpati satu sama lain. Bahwasannya mereka tahu pertengkaran muncul ketika ada perbedaan pendapat tentang suatu hal. Oleh karena itu, kedua belah pihak berupaya mencapai mufakat atau kesepakatan atas dasar persahabatan. Dalam proses munculnya kesadaran di kedua belah pihak, komitmen dan kepuasan bersama dapat dihasilkan dengan menyelesaikan konflik dengan mengharuskan kedua belah pihak untuk terus memahami satu sama lain dan mencoba mengembangkan solusi baru terhadap isu-isu yang menjadi perdebatan.

kompromi. Strategi ini dapat digunakan apabila terdapat tingkat kegigihan dan kerja sama yang moderat antara pihak-pihak yang berkonflik. Tidak ada pihak yang mau bekerja sama karena permasalahan yang diangkat sangatlah kompleks dan mendalam. Dalam hal ini, sebagian pihak yang tidak terlibat konflik berpendapat bahwa tujuan yang ingin dicapai lebih penting dibandingkan konflik yang sedang berlangsung. Oleh sebab itu, pihak-pihak nan tak ikut serta pada konflik mampu bertindak sebagai mediator antara kedua pihak yang bersengketa. Sebagai mediator, konflik dapat diselesaikan melalui tawar-menawar atas permasalahan yang disengketakan. Proses kompromi yang dilakukan memang sulit memuaskan kedua belah pihak, sehingga kemungkinan besar akan ada pengorbanan di beberapa hal bagi salah satu atau kedua belah pihak.

 Penghindaran diri. Strategi ini dapat diterapkan jika SDI atau para pemimpin yang tidak terlibat dalam konflik menganggap Isu yang diangkat dianggap tidak penting. dan seringkali sepele. Kondisi tersebut dapat memungkinkan para SDI atau pimpinannya terhindar dari konflik karena mereka menilai permasalahan lembaga pendidikan Islam jauh lebih penting dibandingkan mengurusi hal yang remeh dan ecekecek. Oleh karena itu, mereka yang tidak terlibat dalam konflik sering kali menghindari pertengkaran dengan mendelegasikan kepada pihak lain jika dianggap perlu agar masalah dapat diselesaikan dengan lebih efektif.

Penyesuaian diri. Taktik ini bisa digunakan jika pihak-pihak yang berkonflik salah dalam persepsi dan tindakannya. Kedua belah pihak sadar untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri atau kelompoknya saja. Maka dari itu, Oleh karena itu, mereka perlu diundang untuk merenung dan mengambil tindakan. dengan cara yang memberikan dampak lebih besar bagi kebaikan bersama. Penyesuaian ini sangat penting agar pihak-pihak yang berkonflik selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memuaskan pihak-pihak yang lain dan menjaga keharmonisan dan stabilitas lembaga pendidikan Islam dalam sikap kerjasama dan persahabatan. Dengan beradaptasi, mereka bisa belajar dari kesalahan yang pernah atau sedang dilakukan satu sama lain.

Negosiasi. Strategi negosiasi diterapkan ketika pihak-pihak yang berkonflik mempunyai posisi yang sama kuatnya. Mereka pun punya solusi tersendiri yang bisa diterima oleh partai-partai progresif di lembaga pendidikan Islam. Dalam hal ini perundingan dapat dilakukan melalui pihak ketiga (mediator) untuk mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Selain itu, dalam proses negosiasi besar kemungkinan salah satu atau kedua belah pihak akan berkorban terhadap apa yang diperjuangkan demi mencapai kesepakatan. Oleh karena itu, demi keberlangsungan lembaga pendidikan Islam, strategi negosiasi tidak selalu berakhir dengan prinsip win-win, terkadang ada situasi win-win.

D. Kesimpulan

Robbins mengemukakan bahwa konflik merupakan suatu proses interaktif yang terjadi karena perbedaan dua sudut pandang, yang dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi semua pihak yang terlibat. Afzalur   Rahim   menyebutkan  mengenai   definisi   konflik   bahwasannya konflik adalah sikap ketidakcocokan, perselisihan atau individu-individu yang memiliki perbedaan intensitas sosial,  golongan -- golongan   atau  organisasi - organisasi dari interaksi yang termanifestasikan. Penyebab munculnya konflik yaitu perbedaan pendapat, kesalah pahaman, kedua belah pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan dan perasaan yang terlalu sensitif.

Perbedaan pemahaman agama antara siswa dan staf pendidikan Islam dapat menjadi pemicu konflik sosial di pesantren. Ketidaksepakatan mengenai tafsir teks-teks agama, praktik keagamaan, atau aturan-aturan agama tertentu dapat menimbulkan ketegangan dan konflik di antara anggota komunitas pendidikan Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun