Menurut penulis. Ada beberapa hal mendasar kenapa Ma'ruf Amin yang dipilih sebagai Wapres oleh Presiden Jokowi. Untuk periode kedua masa baktinya. Terlepas adanya dinamika politik yang memberi warna pada pilihan tersebut.
Yang pertama adalah untuk mengantisipasi hal yang sangat remeh, yaitu agar tidak terjadi ada pihak mana pun yang memprovokasi secara berlebihan, mengajak berkelahi atau berantem siapa saja terutama kepada relawan Jokowi.
Kedua. Ma'ruf Amin sepantaran usia dengan JeKa. Pasti secara alami punya naluri bawaan yang disempurnakan oleh pengalaman yang bisa dibilang hampir sama, bila duduk sebagai Wapres.
Ketiga. Kedudukan Wapres cukup tegas, jelas dan pasti sebagai Wapres. Tidak setara dengan pembantu presiden seperti  menteri pada umumnya.
Keempat. Tampil di manapun dan kapan pun seorang Wapres tetap sebagai pribadi seorang Wapres yang menunjukkan bahwa ada seorang pribadi Presiden yang diwakilinya di tempat yang berbeda saat itu. Seorang Wapres tidak bisa bertindak mewakili Presiden tanpa perintah Presiden.
Kelima. Seorang Wapres adalah ibarat bayangan hidup seperti fatamorgana atau ratu kembar dalam filosofi jawa. Â Karena Capres dan Wapres "lahir" bersamaan. Bukan seperti matahari kembar yang kembarannya muncul kemudian untuk menandingi matahari yang ada sebelumnya. Seluruh elemen bangsa harus menjaga tidak akan terjadi matahari kembar di zaman Pak Jokowi.
NKRI pernah mengalami keberadaan ratu kembar yaitu pada zaman Bung Karno ada Pak Harto yang memegang super-semar.
Keenam. Seorang Wapres sama sekali bukan penasihat Presiden, walau dia adalah seorang ekonom kelas internasional. Walau dia seorang ahli hukum tatanegara kelas amerika atau dunia. Bahkan dia bukan penasihat presiden meski dia adalah seorang ulama besar kelas dunia akhirat.
Seorang Wapres tidak perlu memberi pertimbangan keputusan yang diambil seorang presiden. Pertimbangan kepada presiden NKRI seharusnya hanya diberikan oleh sebuah dewan pertimbangan agung seperti zaman Pak Harto, walau tanpa diminta presiden.
Ketujuh. Seorang Wapres tidak perlu ikut-ikutan melakukan inspeksi mendadak maupun blusukan mendampingi Presiden. Dia tidak boleh menawar apa pun yang diperintahkan Presiden kepadanya.
Penyimpangan peran seorang Wapres mungkin pernah diperlihatkan oleh Bung Hatta ketika mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden pada zaman Bung Karno.