Banyak umat Islam yang dianggap "nekolim," mudah dibodohi dengan janji-janji manis yang menyesatkan. Tentang keindahan surga yang pasti harus didapat dengan berperang demi agama. Dan melakukan teror di mana saja untuk kepentingan agama.
Untuk melawan niat jahat "nekolim," yang bersenjatakan penyesatan agama dan merusak SARA, pemerintah dan seluruh ulama Indonesia harus berjuang keras bisa  menjabarkan secara gamblang tentang  Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila. Kepada seluruh dunia.  Disamping dibutuhkan kesadaran dan kewaspadaan setiap warga masyarakat untuk membantu Densus 88 menangkap orang-orang bersenjata yang disesatkan pemahaman agamanya tentang Islam yang damai.
Komunistofobi dan nasakom
Di zaman era digital ini. Tidak kalah berbahaya dari islamofobia adalah komunistofobi yang pernah diingatkan oleh Bung Karno, waktu zaman memperkenalkan ide nasakom. Meskipun saat ini komunis hampir tidak berarti di negaranya yang sudah kelihatan jadi negara kapitalis.
Tetapi isu komunis akan bangkit lagi di negeri ini selalu bisa dijadikan alasan kuat untuk berbagai kepentingan politik tertentu yang agak sulit diraba. Terutama di tahun politik menjelang Pilpres 2019, saat ini.
Nasakom adalah ide Bung Karno untuk menerima dan menyatukan semua konsep bernegara yang dimiliki kaum nasionalis religius dan kaum komunis yang ada di negeri ini.
Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, Kasman Singodimedjo, Karto Soewirjo, Tan Malaka dan juga Alimin, Muso, Ki Bagoes Hadikoesoemo dan yang lain adalah tokoh-tokoh perintis dan pejuang kemerdekaan yang sangat faham dengan Marxisme.
Atas pemahaman yang dilandasi kesadaran dan kecerdasan bernegara, mereka mampu menguji kualitas Marxisme. Â Mereka sangat tahu tentang kebaikan dan bahaya ajaran Marxisme. Dan mereka juga bisa menentukan sikap masing-masing terhadap ajaran tersebut dalam bernegara.
Berdasar hanya  yang diingat penulis. Bung Hatta cenderung memilih sistem ekonomi yang koperasi. Syahrir mendirikan Partai Sosial Indonesia. Ki Bagoes Hadikoesoemo menjadi tokoh Muhammadiah. Kasman Singodimedjo mendirikan Masyumi, Karto Soewiryo mendirikan Darul Islam, Tan Malaka menuliskan gagasannya dalam Madilog, Alimin-Muso mendirikan PKI.
Sedang Bung Karno berusaha keras bertahun-tahun memeras pikiran dan jiwanya untuk "mengimbangi" konsep Marxime yang dipandang sangat hebat saat itu tetapi dipandangnya sangat mengabaikan kebenaran mutlak yang disampaikan ajaran agama---Islam.
1 Juni 1945 Bung Karno membentangkan secara singkat Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi pilihan ideologi yang sudah dianut para negarawan negeri ini pada saat itu.