Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Fiksi" Kitab Suci Rocky Gerung, Filsafat yang Salah Tempat

14 April 2018   11:29 Diperbarui: 14 April 2018   14:19 2567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

Pengajar filsafat "praktisi" filsafat.

Pada acara ILC yang ditayangkan langsung, fiksi Gerung menyatakan bahwa kitab suci adalah fiksi, bukan fakta dan sama sekali bukan fiktif.

Kemudian dibumbui pula dengan berbagai istilah "membodohkan" bagi yang mendengar karena masih sangat awam dengan lidah filsafat.

Tentu saja mereka---beragama, yang merasa punya kitab suci tampak meradang tidak bisa menerima meskipun dibeberi pula dengan berbagai bendel argumentasi.

Memang akan sulit dicapai pengertian yang sama antara yang disebut kitab suci agama yang harus difahami bersama, dengan kitab suci dalam filsafat yang difahami hanya oleh setiap pribadi sebagai praktisi filsafat yang mengatakan.

Kiranya perlu juga di catat bahwa meski agama yang dianut bisa dianggap sebagai agama pribadi, juga harus diakui sebagai agama orang lain. Maka orang beragama tidak boleh sembarangan dalam mengamalkan  agamanya.  Sengaja mempermainkan cara pengamalan agama sangat bisa menyinggung perasaan orang lain yang seagama.

Perdebatan konyol

Perdebatan konyol yang menyesatkan tentang kitab suci fiksi ala Rocky Gerung hanya pantas dilakukan di kalangan pengajar filsafat yang tidak punya kitab suci.

Kalau toh kitab sucinya ada, pasti kitab suci yang fiksi yang dianut para pengajar filsafat aliran Gerung.

Meskipun demikian Fiksi Gerung boleh saja dilirik jadi pelajaran tambahan untuk jurusan filsafat. Tetapi sangat tidak layak untuk diambil hati untuk alasan sangat marah.

Diskusi serius yang mencerdaskan tentang kitab suci agama mungkin hanya bisa dilakukan dengan baik, bila dihadiri mereka yang dianggap filsuf, para ulama, para ilmuwan dan budayawan yang diharapkan bisa berbagi pandangan jernih dan tidak memihak. Bukan dihadiri sebagian besar oleh para politisi.

Menikmati keunggulan berargumen dalam diskusi

Tampak Rocky Gerung menikmati suasana diskusi di acara ILC tersebut karena hampir menghadirkan perdebatan sengit dan menarik yang dibutuhkan oleh mereka yang mempraktikkan ilmu filsafat, untuk menguji stok argumen yang didapat dalam mencari kebenaran dalam literasi.

Pada hal kebenaran yang dicari mereka tidak pernah hilang dalam keseharian.

Kebenaran suatu argument sangat disadari hanya bersifat sementara, selama belum ada argument lain yang bisa mematahkan. Apa lagi jika argument itu belum bisa dirumuskan menjadi definisi yang membawa bukti ilmiah.

Sebagai contoh yang agak menyaimpang dari konteks. Sampai sekarang belum ada argument yang mematahkan teori evolusi Darwin tetapi toh ilmu pengetahuan belum bisa memasukkannya sebagai penemuan ilmiah.

Pada hal teori Darwin sangat mudah dipatahkan dengan argument dari menghayat ayat-ayat kitab suci agama yang tidak membawakan keraguan sedikit pun bagi pembacanya.

Keunggulan filsafat Gerung diperlihatkan ketika dalam acara ILC tersebut tidak ada yang bisa---berani, jawab pertanyaan jebakan Rocky Gerung, "Kitab suci itu fakta atau fiksi?"

Pada hal jawabnya, kitab suci bukan fakta maupun fiksi. Melainkan menuliskan kebenaran yang menyatu dengan realita yang menghadirkan fakta, fiksi, lierasi, imajinasi, prediksi, intuisi, inspirasi, revolusi, evolusi, konspirasi dan banyak lagi yang lain.

Pengajar filsafat bukan seorang filsuf

Menurut penulis. Dari nada bicaranya di ILC, tampak Gerung sedang dibuai keindahan semu berfilsafat karena dia adalah dosen yang mengajar filsafat.  Yang tentu saja bermuatan motif menjual filsafat sebagai ilmu yang menarik untuk dipelajari

Tetapi hendaknya disadari. Seseorang yang berfilsafat atau pengamal filsafat, sama sekali bukan seorang filsuf.

Seorang pengajar filsafat memperlakukan filsafat sebagai layaknya sebuah ilmu yang dibentuk dengan argumentasi-argumentasi. Dibentuk oleh fiksi-fiksi pribadi. Bukan dibentuk oleh fakta ilmiah yang bisa diterima sebagai pelajaran untuk petunjuk yang benar untuk hidup bersama yang bermanfaat.

Sedang seorang filsuf berfilsafat sebagai sikap hidup yang senantiasa diliputi keraguan karena selalu ingin mendapatkan kebenaran hakiki yang menyertai realita yang sedang dihadapi dalam keseharian.

Karena dalam realita yang dirasakan seorang filsuf sangat lazim atau pasti hanya menampilkan kebenaran sementara atau relative. Yaitu kebenaran yang masih bisa ditolak, diperdebatkan atau disanggah dan pasti juga bisa berubah setiap saat.

Kitab suci bagi filsafat Gerung dianggap belum final dan bisa menghadirkan berbagai fiksi yang sangat bagus dan juga fiksi yang sangat buruk karena "dibully" oleh para politisi.

Ahli agama dan ahli filsafat

Penulis menyampaikan pandangan bahwa tidak ada gunanya mempersoalkan fiksi kitab suci Rocky Gerung dengan kitab suci agama-agama yang ada, secara berlebihan. Sebab tidak akan bisa nyambung atau konek karena beda level.

Kitab suci agama menyatu dalam sanubari pemiliknya---pemeluk agama, sedang kitab suci fiksi Gerung hanya melayang-layang di angan-angan di luar pikiran---otak.

Tidak akan bisa ketemu pandangan para ahli kitab---agama, dengan pandangan ahli filsafat karena beda ruang alam pemikiran---perenungan. Realita keagamaan bukan bukan berangan-angan dalam kegamaan

Seorang ahli filsafat akan berargumentasi berdasar kebutuhan diterimanya pembenaran atas buah pikirannya tentang kebenaran hakiki yang belum didapat atau masih dicari. Alias berusaha agar segala argumentasinya diterima khalayak ramai sebagai sebuah pemikiran yang benar.

Sedang ahli agama berusaha mengamalkan kebenaran mutlak yang disampaikan kitab suci agamanya yang difahami dengan penafsiran.

Ahli agama dan ahli kitab cenderung menerima kitab suci untuk diamalkan berdasar kepercayaan dan keyakinan. Bukan berdasar bukti kebenaran mutlak yang pasti, yang disampaikan kitab suci yang tidak diragukan dan tidak bisa dibantah dengan argument apa pun.

Yang mungkin dirasakan sangat mengganggu umat beramagama justru ulah dan sikap para ahli kitab---agama, sendiri yang sejak ratusan tahun sudah atau sering terperangkap dalam perbedaan pendapat yang tajam dan berlawanan dalam menafsirkan kebenaran ayat-ayat dalam kitab suci agamanya.

Agama dan filsafat tidak bersentuhan

Pertanyanannya. Tidak dapatkah seorang ahli agama menyampaikan kebenaran yang disampaikan kitab suci agama kepada ahli filsafat?

Jawabnya. Sudah ribuan tahun hal demikian saling diusahakan dan diperdebatkan. Ternyata tidak bisa atau sangat sulit dipertemukan dalam pemikiran.

Bahwa kedua pihak menyadari ada perbedaan cara pandang antara agama dan filsafat memang benar.  Dan perbedaan tersebut disadari harus dibiarkan. Dipastikan masing-masing akan terus menyempurnakan perbedaan pandangannya dengan sempurna. Sepanjang tidak saling mengusik.

Bahkan diharapkan perbedaan yang ada bisa saling melengkapi pandangan masing-masing yang berbeda dan mendasar. Dan diharapkan juga perbedaan bisa membuahkan penemuan ilmiah yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia baik yang memeluk agama maupun yang tidak. Termasuk mereka yang atheis dan mereka yang masih sangat terasing dari peradaban.

Agama dan filsafat seakan tidak bersentuhan tetapi keduanya sungguh sangat saling mempengaruhi.

Rambu-rambu kitab suci agama

Yang patut disyukuri. Ada rambu-rambu etika hidup bersama yang dipandu oleh perintah dan larangan kitab suci yang harus ditaati.

Yaitu melaksanakan perintah berbuat amal kebajikan kepada sesama dan juga dalam waktu bersamaan taat pada larangan berbuat kezaliman dan kemungkaran kepada siapa pun termasuk kepada diri sendiri.

Maka tidak selayaknya seseorang mudah menyalahkan, merendahkan dan menghina orang lain. Sebab yang menurut pandangan seseorang salah belum tentu salah bagi orang lain maupun orang banyak. Apa lagi menurut Tuhan.

Setiap orang lahir dalam suatu negara untuk dimuliakan Tuhan dan negara. Maka tidak selayaknya seseorang boleh dipermalukan,dihina, direndahkan apa lagi sampai disakiti atau dibunuh .

Siapa pun boleh menyalahkan---mengingatkan, orang lain kalau sekiranya melanggar aturan negara. Tetapi tidak boleh untuk sembarangan menyalahkan, merendahkan dan menghina sesama karena hanya pandangan subyetif.

Rambu-rambu Gerung

Bagi Rocky Gerung mungkin cukup menyenangkan dan tidak masalah bisa menertawakan, menyalahkan dan membodohkan siapa saja. Termasuk mencela orang biasa yang kebetulan berkedudukan sebagai kepala negara. Asal ada "argument" yang bisa diucapkan.

Diskusi ala ILC memang perlu dimasyarakatkan untuk mencerdaskan bangsa ini dalam kehidupan bernegara. 

Khususnya dalam budaya diskusi yang benar dan berkualitas. Tetapi hendaknya selalu diingatkan bahwa acara ILC hanya terbatas di ruang kaca televisi. 

Tidak sepantasnya hal-hal buruk dalam diskusi dikembangkan dan jadi perdebatan di ruang publik apa lagi jika sampai ada laporan ke Polisi.  Lebih seronok lagi jika sampai ada yang mengarahkan masa gara-gara acara ILC.

Masyarakat. Terutama dari kalangan politisi dan pengamat politik sudah tahu dan mampu membatasi gerak lidahnya.  Bahwa hanya hal-hal yang benar bagi negara yang boleh dikembangkan di masyarakat. Demi ketenteraman, kedamaian dan kesatuan bangsa.

Bertasawuf

Menurut penulis. Yang agak bisa "mengimbangi" dan menghancurkan argumentasi penganut filsafat kitab suci fiksi aliran Rocky Gerung, hanya mereka yang bertasawuf.

Menurut penulis, tasawuf bukan ajaran. Melainkan hanya cara berfikir yang merujuk pada hukum kehidupan dan hukum alam yang mutlak berlaku dalam realita keseharian yang berlangsung abadi.

Yang umum sudah bertasawuf adalah orang-orang yang sudah menerima kitab suci agama sebagai kitab yang berisi kebenaran mutlak yang ada dalam realita yang disampaikan oleh seluruh RasulNYA.

Bagi orang yang bertasawuf, kitab suci agama sama sekali tidak membawa bendelan argumentasi dan leterasi.  Tetapi membawa sari-sari kebenaran yang didapat dari perjalanan dan pengalaman hidup berkesucian para rasul yang disampaikan para nabi dengan perjuangan yang tidak pernah ragu selama masa hidupnya yang abadi.

Wujud kitab suci agama bagi orang yang bertasawuf sudah tidak lagi hanya berbentuk kitab---leterasi, melainkan juga berbentuk ruang alam semesta yang seperti hanya dibatasi bentangan warna langit yang berhias bintang-bintang di malam hari.

Bahkan wujud diri setiap orang beriman tak lain adalah wujud kitab suci yang hidup yang bisa memperdengarkan lantunan ayat-ayat suci yang tertulis di lauhful mafudz.

Maka dengan kitab suci yang hidup itu bisa dilihat pancaran segala macam energi cahaya yang terang benderang yang disebut daya cipta manusia. Yang menjadikan alam kehidupan terlihat dan terasa surga yang sudah nyata pada hari ini.

Demikian. Terimakasih dan salam sejahtera bagi yang sempat membaca tulisan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun