Diskusi serius yang mencerdaskan tentang kitab suci agama mungkin hanya bisa dilakukan dengan baik, bila dihadiri mereka yang dianggap filsuf, para ulama, para ilmuwan dan budayawan yang diharapkan bisa berbagi pandangan jernih dan tidak memihak. Bukan dihadiri sebagian besar oleh para politisi.
Menikmati keunggulan berargumen dalam diskusi
Tampak Rocky Gerung menikmati suasana diskusi di acara ILC tersebut karena hampir menghadirkan perdebatan sengit dan menarik yang dibutuhkan oleh mereka yang mempraktikkan ilmu filsafat, untuk menguji stok argumen yang didapat dalam mencari kebenaran dalam literasi.
Pada hal kebenaran yang dicari mereka tidak pernah hilang dalam keseharian.
Kebenaran suatu argument sangat disadari hanya bersifat sementara, selama belum ada argument lain yang bisa mematahkan. Apa lagi jika argument itu belum bisa dirumuskan menjadi definisi yang membawa bukti ilmiah.
Sebagai contoh yang agak menyaimpang dari konteks. Sampai sekarang belum ada argument yang mematahkan teori evolusi Darwin tetapi toh ilmu pengetahuan belum bisa memasukkannya sebagai penemuan ilmiah.
Pada hal teori Darwin sangat mudah dipatahkan dengan argument dari menghayat ayat-ayat kitab suci agama yang tidak membawakan keraguan sedikit pun bagi pembacanya.
Keunggulan filsafat Gerung diperlihatkan ketika dalam acara ILC tersebut tidak ada yang bisa---berani, jawab pertanyaan jebakan Rocky Gerung, "Kitab suci itu fakta atau fiksi?"
Pada hal jawabnya, kitab suci bukan fakta maupun fiksi. Melainkan menuliskan kebenaran yang menyatu dengan realita yang menghadirkan fakta, fiksi, lierasi, imajinasi, prediksi, intuisi, inspirasi, revolusi, evolusi, konspirasi dan banyak lagi yang lain.
Pengajar filsafat bukan seorang filsuf
Menurut penulis. Dari nada bicaranya di ILC, tampak Gerung sedang dibuai keindahan semu berfilsafat karena dia adalah dosen yang mengajar filsafat. Â Yang tentu saja bermuatan motif menjual filsafat sebagai ilmu yang menarik untuk dipelajari