Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2019, Rakyat Butuh Wakilnya yang Negarawan

4 April 2018   07:27 Diperbarui: 4 April 2018   07:52 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

Salam untuk semua parpol              

Penulis sebagai seorang warga negara yang sangat awam dengan permainan politik, memberanikan diri menyampaikan salam kepada seluruh jajaran semua pengurus parpol dari tingkat pusat sampai tingkat ranting di seluruh daerah di wilayah NKRI.

Salam yang disampaikan berisi pesan yang mungkin juga ada pada hati sanubari sebagian orang lain. Yaitu pesan bahwa pada Pemilu serentak 2019 nanti rakyat butuh wakil-wakil rakyat yang negarawan. 

Karena rakyat sudah sangat muak dan bosan terhadap ulah wakil-wakilnya di depe'er selama ini. Yang ternyata banyak diduduki oleh para politisi korup dan  anti KPK.

Negarawan dan politisi

Dalam tulisan ini. Yang dimaksud dengan wakil rakyat yang negarawan adalah para wakil rakyat yang sangat mengerti, mau dan bisa ikut berperan mengelola pemerintahan dalam kegiatan penyelenggaraan negara yang berdasar Pancasila.

Sedang yang dimaksud dengan para politisi adalah para kader partai politik yang sangat berkepentingan dengan kegiatan pengelolaan kekuasaan negara.

Salam tuntutan yang keras dan mendasar

Salam yang disampaikan rakyat---penulis, berisi tuntutan sangat keras dan mendasar. Bahwa para negarawan yang dibutuhkan adalah yang sanggup bekerja dan bekerja secara gotong royong hanya untuk mewujudkan negara yang berdasar Pancasila. Yaitu mewujudkan negara yang Bertuhan kepada yang Maha Esa. 

Sama sekali bukan untuk mewujudkan negara yang harus beragama apa pun. Tetapi mewujudkan negara yang bertanggung jawab penuh untuk membela dan melindungi pemeluk semua agama berikut ajarannya; membela dan melindungi  semua penganut mahzab, aliran kepercayaan, keyakinan maupun yang disebut aliran kebatinan. 

Negara melindungi semua ajaran yang menyampaikan pemahaman tentang kesempurnaan hidup apa pun yang menempatkan manusia sebagai mahluk termulia. Karena Tuhan Yang Maha Mulia dan NKRI menghormati dan memuliakan setiap jiwa warga negara---manusia.

NKRI tidak melarang rakyatnya berkorban harta, tenaga, waktu dan kepentingan pribadi demi sesamanya dan demi negaranya. 

Para wakil rakyat mutlak harus tahu. NKRI sangat melarang jiwa rakyat dikorbankan demi kepentingan apa pun. Termasuk demi kepentingan negara, kepentingan agama maupun kepentingan Tuhan.

Demi persatuan dan kesatuan bangsa yang berpancasila. NKRI sangat melarang seluruh ajaran yang bertentangan atau menolak Pancasila.

NKRI menghormati dan menjaga SARA

Para wakil rakyat mutlak harus tahu dan mengakui. NKRI yang bertuhan adalah negara yang mengakui dan menyatakan dengan pasti tentang Keberadaan Tuhan Yang Maha Esa yang Menghadirkan dan Menyatukan SARA dengan aneka budaya daerah, laut-laut beserta pulau-pulau dan ruang-ruang angkasa pada bentangan langitnya di kawasan nusantara, menjadi kebhinnekaan yang tunggal. Dalam wujud nyata NKRI yang disimbolkan keberadaannya dengan bendera merah-putih.

Bangsa Indonesia Mengalami masa-masa menyesatkan

Hal  mendasar terkait SARA di atas kiranya sangat perlu disampaikan karena Bangsa Indonesia pernah mengalami masa "orba" yang hampir berkepanjangan dalam bernegara yang berparadigma tidak elok, kalau tidak boleh disebut menyesatkan. 

Yaitu bernegara dengan budaya yang berparadigma dinasti kekuasaan. Untuk melanggengkan tradisi berkuasa yang menguasai segenap kekuasaan negara seolah-olah hanya boleh ada pada trah-trah atau "dinasti" yang minta diakui dan dihormati haknya. 

Pada hal dalam negara Pancasila semua kekuasaan dengan segala kekuatannya harus gotong royong menyatukan tekad untuk memuliakan setiap pribadi rakyatnya sebagai pemilik NKRI yang senantiasa dalam kesejahteraan yang berkeadilan.

Pilpres 2019

Memilih seorang presiden dalam NKRI relatif sangat mudah. Karena yang dipilih hanya seorang. Hal tersebut sudah pasti sangat berbeda dengan memilih ratusan bahkan ribuan negarawan wakil rakyat dari duaratus limapuluh juta jiwa rakyat. 

Memilih wakil rakyat sangat sulit. Karena yang pantas dipilih belum tentu bersedia. Sedang yang tidak layak dikehendaki bisa sangat banyak dan ngotot minta bisa dipilih sebagai wakil rakyat.

Kondisi demikian bisa dibilang sangat alami di negara yang menghargai demokrasi. Dan yang demikian itu menjadi tanggung jawab semua partai politik untuk memberikan pendidikan politik yang sesuai dengan Pancasila kepada rakyat.

Pilpres 2019 parpol dan rakyat mungkin tidak terlalu repot dengan kegiatan kampanye. Karena sangat mungkin kursi presiden tidak lagi perlu diperebutkan.  Petahana sangat mungkin akan dipertahankan sebagian besar parpol dan seluruh rakyat dari Sabang sampai Merauke.

Capres tidak butuh dana besar

Kalau toh ada capres lain.  Sudah pasti Capres yang tidak pernah ngidam  2030 negara bubar. Pasti juga tidak perlu ngotot harus buang dana besar-besaran untuk beli suara hati rakyat. Karena rakyat sudah sangat hafal dengan gambar siapa yang harus dicoblos.

Dana besar sangat mungkin hanya diperlukan untuk menjatuhkan petahana, bukan untuk memenangkan sang capres.

Sebab dalam Pilpres 2019 yang mungkin berkepentingan mengalahkan petahana bukan capresnya. Tetapi kelompok mereka yang berkepentingan menyingkirkan Presiden Jokowi.

Tidak ada pihak asing

Zaman sudah berubah. Tidak ada pihak asing mana pun yang ingin menjatuhkan Presiden Jokowi seperti yang pernah dialami Bung Karno dan Pak Harto. 

Yang ingin menyingkirkan Presiden Jokowi ada di dalam negeri. 

Siapa pun boleh tidak percaya dan boleh ditanyakan antara lain kepada politisi Gerindra, PKS dan kaum Habib Rizieq Shihab.  Dan barangkali boleh juga ditanyakan kepada para politisi PDIP yang anti banget sama KPK.

Sibuk memilihkan Cawapres untuk Presiden Jokowi

Pada tahun politik ini yang sudah jelas paling seru dan ramai dibicarakan adalah nama-nama beken sebagai Cawapres yang pasti akan ditampilkan kape'u untuk mendampingi Pak Jokowi pada periode 2019-'24.

Nama-nama Cawapres sudah disampaikan dan disebarkan para pengamat melalui medsos sepanjang waktu tanpa jeda.

Semua Cawapres bisa dibilang berpeluang sama berdasar pengamatan atas kesamaan pandangan dan kedekatan hubungan pribadi masing-masing dengan Presiden Jokowi.

Wapres yang beda

Terpilih sebagai wapres di zaman Presiden Jokowi yang akan datang akan sangat berbeda dengan semua wapres zaman Pak Harto sampai zaman Pak Jokowi-JK.

Pak Jeka memang sudah menyampaikan syarat sepintas untuk menjadi Wapres Pak Jokowi pada periode kedua masa baktinya. Karena Pak Jeka sudah merasa tua untuk berperan lagi sebagai Wapres.

Tetapi hendaknya disadari oleh Bangsa Indonesia bahwa ada kata orang yang bilang, Presiden Jokowi bukan sekadar jadi presiden seperti layaknya semua presiden sebelumnya. Apa iya sih?

Dwitunggal kepemimpinan nasional

Presiden Jokowi mungkin perlu melihat amanah awal sejarah yang terpaksa gagal diwujudkan oleh Bung Karno sesudah proklamasi kemerdekaan.

Yaitu amanah bernegara yang dipimpin oleh dwitunggal kepemimpinan  nasional yang hendaknya abadi dalam kehidupan bernegara.

Dwitunggal pertama gagal di perjalanan karena Bung Hatta mungkin tak sanggup mendampingi sahabat sejatinya yang mendapat perlawanan gigih dari kawan-kawan seperjuangannya yang tidak setuju karena belum paham dengan Pancasila yang disampaikan Bung Karno.

Untuk Pak Jokowi dan Wapresnya yang akan datang mungkin sangat diharapkan untuk bisa meneruskan amanah awal sejarah bahwa NKRI harus selalu dipimpin oleh dwitunggal yang tidak boleh gagal di tengah perjalanan.

Seluruh elemen bangsa hendaknya berjuang keras untuk mampu menghadirkan dwitunggal kepemimpinan nasional pada setiap pergantian zaman---"rezim."

Dwitunggal munggkin adalah Ratu kembar

Barangkali dwitunggal itulah yang dimaksud sebagai ratu kembar yang digambarkan dalam tulisan Raja Jayabaya dari kerajaan Kediri pada abad 12.

Kehadiran ratu kembar menandai zaman kejayaan "tanah jawa---nusantara." Ataukah juga tanda yang disebutnya sebagai zaman Ratu Adil?

Ratu kembar merupakan tanda perubahan zaman karena mengganti tradisi bernegara yang hanya diperintah seorang raja menjadi diperintah dua raja yang seolah merupakan kembarannya. 

Penulis menduga bahwa yang dimaksud dengan ratu kembar tidak lain adalah seorang presiden dan wakil presiden di zaman sekarang.

Boleh jadi sosok Bung Karno dan Bung Hatta yang pernah dinyatakan sebagai dwitunggal di republik ini tidak lain adalah cikal bakal ratu kembar yang diisyaratkan oleh Raja Jayabaya. Ratu kembar adalah dwitunggal kepemimpinan nasional yang abadi yang harus termasuk ciri khas yang membedakan Indonesia Raya dengan seluruh negara yang ada di alam semesta. 

Dwitunggal kepemimpinan nasional 

Sejak Bung Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden, NKRI tidak pernah lagi dipimpin oleh presiden dan wakil presiden yang merupakan dwitunggal.

Pertanyannya. Siapa yang sekiranya layak menjadi dwitunggal bersama Presiden Jokowi? Di mana kedudukan seorang presiden dan wakilnya adalah setara dan merupakan satu kesatuan dwitunggal?

Pada zaman "Now," di negara ini. Tiba-tiba seperti tidak disadari bahwa sudah tidak sedikit ada pribadi-pribadi yang bisa dipandang "sama" dan "sekaliber" dengan Presiden Jokowi.

Wapres pasangan Presiden Jokowi sebagai dwitunggal tidak harus seorang lelaki.  Tidak harus sosok yang "berdinasti."  Dan tidak pula harus yang berkelas ulama besar atau jagoan perang di medan tempur. 

Dwitunggal harus dijaga keselamatannya 

Atas dasar sejarah awal bernegara. Dwitunggal kepemimpinan nasional NKRI mungkin harus benar-benar selalu diperjuangkan untuk diwujudkan oleh seluruh rakyat Indonesia 

Dwitunggal kepemimpinan nasional NKRI mutlak harus dijaga keselamatannya oleh segenap elemen bangsa Indonesia bahkan oleh dunia. 

Tidak boleh terjadi ada satu dari dwitunggal yang tiba-tiba wafat sebelum masa jabatan selesai.  Pasti bisa terjadi peristiwa makar yang berdarah-darah. Yang lebih mengerikan dari pada peristiwa pengkhianatan G30S 1965.

Sejarah kehidupan bernegara memberi pelajaran kepada seluruh bangsa di alam semesta ini. Perdana menteri India, Indira Gandhi terbunuh oleh pengawal pribadinya sendiri.  Dan sampai sekarang Pak Harto masih dicurigai banyak pihak sebagai orang yang harus bertanggungjawab atas terjadinya peristiwa pengkhianatan G30S 1965.

Demikian. Terimakasih dan salam sejahtera kepada yang telah membaca tulisan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun