Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebenaran Otoriter Presiden Jokowi Melumpuhkan Musuh-musuhnya

11 Juni 2017   16:23 Diperbarui: 12 Juni 2017   01:08 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

Menegakkan Kebenaran di N.K.R.I. Perlu Otoriter

"Kebenaran" yang dimaksud penulis bukan identik dengan kenyataan—realita. Bahwa dalam realita digelar suatu kebenaran ternyata harus dilengkapi—diikuti, dengan segala usaha keras berwarna kepalsuan, kebohongan, kepura-puraan, kemunafikan, ketakutan, kedurhakaan, pengkhianatan, kebencian justru untuk bisa diakui sebagai kebenaran pula. Sehingga untuk meletakkan kebenaran yang hakiki pada tempat sesungguhnya tidak mudah.

Sangat mungkin kebenaran diusahakan harus bisa ditutupi. Supaya salah dan dosa yang sangat keji pun bisa diterima sebagai hal wajar dalam kehidupan bernegara.

Toh catatan buruk di akhirat pun hanya anak cucu yang harus menanggung aib. Kalau mereka dianggap tidak bisa terputus dengan nama besar leluhurnya yang dilumuri darah orang-orang yang tak berdosa; yang tak bisa dilupakan bangsanya.

Tentu saja “kebenaran” yang dimaksud hanya terbatas pada nilai kemuliaan perbuatan manusia. Tergolong pada perbuatan yang benar;  atau tergolong perbuatan yang tidak dilarang atau justru perbuatan yang harus dipantang.

Berdebat dalam mengadu pendapat untuk menguji suatu kebenaran adalah perbuatan yang benar. Berdebat untuk melihat persoalkan dari sudut pandang berbeda tidak dilarang. Tetapi ngotot hanya untuk unggul dalam perdebatan harus dipantang. Sebab unggul dalam perdebatan belum tentu mengusung kebenaran. Boleh jadi unggul yang demikian hanya diperlukan untuk memenuhi ambisi, gengsi  atau untuk kepentingan tertentu saja.

Namun pada dasarnya manusia itu adalah mahluk serba bisa yang tentu saja bisa berbuat apa saja menuruti kehendak hatinya. Kalau bisa. Termasuk ingin bisa berbuat apa saja agar tidak terkesan seperti bisa diperlakukan atau dipermalukan oleh sesamanya maupun oleh orang paling kuat di negaranya.

Perbedaan otoriter dulu dan sekarang

Adakah pada zaman orla, Bung Karno yang terkesan otoriter itu bisa berbuat semaunya?

Barangkali jawabnya "tidak." Kecuali terhadap nekolim dan anthek-antheknya serta kepada kawan-kawan seperjuangan yang menentang Pancasila. Serta mereka yang berusaha menghentikan revolusi yang sedang dikobarkan.

Adakah Pak Harto yang terkesan otoriter di zaman orde baru, bisa berbuat semaunya? Barangkali begitulah adanya. Pak Harto tidak perlu bertele-tele terhadap mereka yang dianggap lawan politik.

Mereka masih beruntung jika pernah dipenjarakan atau dibuang ke Pulau Buru. Lebih parah lagi kalau ada mereka yang terkena fitnah dianggap termasuk sebagai golongan bahaya laten komunis yang harus dihabisi sampai kini.  Walau Peka’i  pada kenyataannya sudah tidak ada karena dilarang ada di N.K.R.I..

Seiring perubahan zaman. Di mana ajaran komunis seperti hanya berlaku sementara untuk membuat perubahan. Sudah itu terkesan "komunis harus ditinggalkan."  Contohnya Republik Rakyat Tiongkok, Sovyet Russia, Korea Utara dan Vietnam yang semuanya masih dianggap negara komunis tetapi dalam praktiknya mereka sangat berbeda satu dengan yang lain. Praktiknya mereka cenderung seperti negara sekuler, kapitalis atau negara demokrasi. Kecuali Korea Utara yang cenderung sebagai negara dinasti yang tidak lazim.

Gaya otoriter “sepektakuler” Presiden Jokowi  

Sekarang. Apakah Presiden Jokowi yang mulai terkesan otoriter itu bisa berbuat semaunya? Penulis pribadi berpendapat “begitulah adanya.”

Memang beliau terkesan sebagai seorang presiden yang berbuat semaunya. Seperti seorang seniman agung yang tampil apa adanya.  Bebas berekspresi yang sangat kreatif dengan karya-karyanya yang monumental yang membuat banyak orang sangat mengagumi dan selalu merindukan. Karena penampilannya yang “spektakuler.” Dan unik.

Beliau sangat tegas dan sangat mengerti harus bersikap kepada semua pejabat negara.

Pesaing Presiden Jokowi hampir tidak ada. Yang memusuhi hanya mereka yang iri, cemburu, dendam dan sakit hati dengan gaya “blusukan” wong ndeso yang terpilih rakyat sebagai presiden.

Gaya blusukan Pak Jokowi pernah dicoba diimbangi dengan gaya “blasakan” di sawah oleh tokoh tertentu. Tetapi ternyata jauh dari pesona.

Naluri tidak mau diperlakukan semena-mena

Bahwa manusia juga punya naluri tidak mau memperlakukan dirinya semaunya. Kecuali bagi mereka yang punya masalah “kelainan jiwa” sehubungan dengan ritual suatu paham—ajaran, sesat yang sedang ditempuh.  Atau mengalami kelainan jiwa karena depresi atau frustasi berat karena kegagalan berpolitik yang terlalu berlebihan.

Menurut penulis. Apa yang dimaksud dengan kebenaran hakiki dalam realita sehari-hari adalah setiap perbuatan seseorang yang tidak pernah abaikan untuk menghargai, menghormati, menjaga dan melindungi hak orang lain.

Dengan kata lain, kebenaran hakiki tidak pernah terlepas bebas tampil sendirian tanpa rasa keadilan bagi semua UmatNYA.

Kebenaran suatu perbuatan akan disempurnakan pula dengan "nilai kesucian" apa bila tidak disertai pamrih supaya dipuji dan disanjung walau perbuatan itu disyukuri sesamanya. Melainkan hanya berserah diri semata kepada penilaian Tuhan yang Mahamulia yang memiliki segala pujian untuk Diberikan kepada siapapun UmatNYA yang berhak menerima PujianNYA.

Tuhan tidak Memuji umatNYA berdasarkan agama yang dianut. Sebab Tuhan sendiri tidak beragama dan juga tidak beriman. Maka boleh dibilang Tuhan selalu Minta Diimani oleh mereka—UmatNYA,  yang mengaku beriman.

Tuhan memuji siapa pun UmatNYA yang berbuat kebajikan kepada sesamanya tanpa diskriminasi.

Tuhan Yang Mahasempurna Menjadikan manusia dengan segala perbedaan warna kulit dan ciri fisik, agar manusia merasakan ada  keindahan terhadap yang lain dan merasa dirinya juga tampak seindah sesamanya yang berbeda. Tuhan yang Menjadikan manusia terlihat indah karena serba dalam perbedaan alami. Dan Menjadikan manusia tidak akan punah karena bosan dengan wujud dirinya.

Demikian. Terimakasih kepada yang telah sempat membaca tulisan ini.  Diiringi salam bahagia sejahtera bagi kita semua. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun