Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

NKRI Masih Menuju Indonesia Raya

24 Mei 2017   14:19 Diperbarui: 24 Mei 2017   14:56 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Lagu SARA. Tak bermoral tetapi diperdengarkan

Lagu SARA memang tak bermoral dan diharamkan di negeri ini.  Tetapi sering kali ada yang sangat berkepentingan untuk disiarkan sepanjang masa tertentu sebagai mantra pemanggil setan, iblis  dan tuyul.  Karena malaikat tak faham dan tak bisa membantu manusia dalam persekongkolan curang yang menghalalkan segala cara.

Sejak proklamasi sampai hari ini, Bangsa Indonesia harus tetap berjuang mengatasi berbagai tentangan yang sangat luar biasa banyak dan sulit karena banyak kekuatan di negara ini yang belum paham arti bernegara yang berdasar Pancasila.

Terutama disebabkan peran para ulama semua agama di Indonesia yang belum bisa menyatukan diri untuk bersama-sama membentuk kepribadian bangsa. Sehingga para ulama mungkin hanya menghasilkan sebagian besar angkatan generasi “aneh” yang pintar, licik, korup, serakah, arogan, mau menang sendiri, suka menghina, memfitnah dan munafik.

Persentase kekalahan Ahok di Pilkada 2017 yang lalu bisa menjadi indikasi tentang kualitas warga masyarakat maupun kepemimpinan dalam bernegara.  Dan juga untuk membandingkan jumlah kualitas ulama yang profesional yang hebat sekali dengan yang benar-benar ulama.

Yang sangat memprihatinkan justru banyak tokoh penting di negara ini yang selalu berkata bahwa sangat penting menghargai bhinneka tunggl ika. Tetapi kenyataannya justru mereka yang sengaja atau seperti tidak sengaja, sering kali mendendangkan lagu sara yang sangat sensitif dan melukai jiwa.  

Bahkan mereka menggunakan kelemahan ataukah kebencian yang berbau rasial dan diskriminasi dalam berbagai segi untuk tujuan hanya memenangkan pertarungan politik semata.

Rendahnya kualitas kebangsaan dan kenegarawanan. Tidak ada pihak lain yang patut dipersalahkan. Selain para ulama seluruh agama.

Selama ini. Agaknya tidak produktif. Atau sia-sia, sering diskusi lintas agama. Lebih baik sekiranya mulai dibiasakan tradisi bila hari idul fitri gereja-gereja ikut berhias memasang spanduk menyampaikan selamat hari raya idul fitri kepada saudara-saudaranya kaum muslimin. Dan sebaliknya bila hari natal, hari waisak dan lain-lain.

Hal yang kurang baik pun terlihat dari sikap para elit politik yang berpandangan seolah-olah hanya kelompoknya yang paling benar dan paling pantas dalam mengelola kekuasaan—negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun