Di zaman Presiden Jokowi. Ditunjukkan bahwa seorang pemimpin harus kerja dan kerja untuk memimpin rakyat mencapai kehidupan lebih baik.
8. “Musyrik” Penguasa nusantara lazim percaya dan yakin dengan jimat-jimat, senjata-senjata sakti dan juga berbagai mantra mujarab. Bahkan banyak yang memuja berhala yang berupa kedudukan, pangkat, harta. Bangga menghiasi diri dengan gelar-gelar kehormatan diri yang dibuat sendiri atau yang bisa dibeli.
Di zaman Presiden Jokowi. Rakyatlah justru yang menerima berbagai macam “jimat.” Berupa Kartu Sejahtera, Kartu Pintar, Kartu Jaminan Kesehatan Nasional dan lain-lain. Presiden Jokowi tidak percaya dan tidak yakin kepada jimat-jimat zaman primitif. Beliau hanya percaya dengan yang dikeluhkan rakyat dan mengandalkan menteri-menterinya. Kalau ada menteri yang nyata diragukan bisa langsung diresafel.
9. “Fasik.” Penguasa nusantara juga punya tabiat “fasik.” Mau bertindak hanya yang sekiranya bisa menyenangkan dirinya. Mereka tidak akan berbuat yang baik dan benar kalau sekiranya tidak menyenangkan dirinya. Sebaliknya. Akan berbuat yang buruk jika sekiranya bisa menyenangkan hatinya.
Di zaman Presiden Jokowi sekarang. Gubernur DKI Jakarta, Ahok dengan gagah berani berdiri di barisan terdepan warga Jakarta. Melanjutkan revolusi mental yang dulu dicanangkan Gubernur Jokowi. Sekarang warga Jakarta ikut bersama Ahok bergairah membuat perubahan. Ahok tampaknya juga berjuang membasmi berbagai penyakit-kekuasaan yang bisa menjangkit di kalangan rakyat. Terutama membasmi kebodohan, kemunafikan, keserakahan, kecurangan, korupsi, kekumuhan, pemerasan, kemiskinan, penyalahgunaan kekuasaan, kemalasan, anarkisme dan menangkal kemungkinan terjangkiti virus “pekat”—penyakit masyarakat.
Demikian. Salam bahagia sejahtera kepada yang sempat membaca tulisan ini. Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H