Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada 2017 DKI Jakarta Darurat? Anies dan Agus Harus Maju?

1 Oktober 2016   09:54 Diperbarui: 1 Oktober 2016   10:09 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

Ada sembilan penyakit-kekuasaan dinasti penguasa nusantara yang agaknya masih bisa menurun pada diri “penguasa” Indonesia saat ini maupun yang akan datang.   Penyakit-penyakit itu bisa dilihat dari membaca sejarah kerajaan-kerajaan yang pernah ada di nusantara. Mungkin sejak atau sebelum zaman Ken Arok dari kerajaan Singasari yang Hindu, sampai kerajaan Mataram yang berwarna Islam.  Hampir semua penguasanya bisa dikatakan tidak ada yang tidak tercemari darah. Karena pengkhianatan

Penyakit-kekuasaan bawaan penguasa nusantara yang bisa menurun adalah: 1.Bodoh,  2.Sombong,   3.Serakah,   4.Munafik,   5.Kafir,    6.Pengecut,   7.Malas,   8. Musyrik,    9.Fasik.

Sampai sekarang penyakit-kekuasaan bawaan yang diturunkan sebagian para penguasa nusantara masa lalu tampaknya tetap ada. Walau sekarang terkesan seperti hal yang wajar-wajar saja diperlihatkan oleh mereka yang merasa dirinya sudah termasuk bagian dari penguasa.  Gejala penyakit-kekuasaan terlihat pada saat orang mencapai puncak kegembiraan. Yang mungkin sampai bisa “berteriak histeris” melampiaskan perasaan bangga. Sambil mengepalkan tinju dan membusungkan dada menyatakan diri sebagai pemenang, mengungguli lawan-lawannya dalam pilpres, pilkada maupun pemilu.

Walau kemenangan yang diraih  mungkin sarat dengan kecurangan, penyogokan dan politik uang dalam serangan fajar dan sebagainya, yang tak pantas dibanggakan. Apalagi disyukuri dengan doa bersyukur ke hadirat Tuhan.  Sembilan penyakit-kekuasaan itulah yang membuat penguasa tanpa ragu menghalalkan segala cara demi kekuasaan.

 Mungkin banyak orang yang tak sepaham, dengan pandangan ini.  Bahwa kurang elok bagi orang yang mengaku beragama dan bertuhan. Atau bagi mereka yang menjunjung tinggi azas sportivitas. Bila seperti memaksakan diri memanjatkan doa bersyukur atas sukses kecurangan yang dilakukan. Karena Tuhan tidak mungkin menyenangi perbuatan curang.   Meskipun mungkin ada yang berpendapat bahwa Tuhan tidak pernah menolak doa siapapun. Termasuk doa mereka yang curang. Sebab kecurangan adalah urusan yang curang dan yang dicurangi. Bukan urusan Tuhan.

9 penyakit-kekuasaan penguasa nusantara di era Presiden Jokowi.

1. “Bodoh.”  Tentu saja “bodoh” dalam arti yang khusus.  Maaf. Mungkin hampir semua penguasa di Indonesia masih “bodoh,” dengan negaranya. Karena tidak belajar dari sejarah.   Peristiwa besar tentang “jatuhnya” Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur dan Bu Megawati. Seharusnya merupakan pelajaran sejarah yang harus sangat dihayati dan dimengerti oleh Bangsa Indonesia.

Agar Bangsa Indonesia menjunjung tata kerama bagaimana memilih, mengarahkan dan menentukan jalan setiap warga negara bisa diangkat menjadi presiden secara benar dan terhormat. Tanpa dirongrong oleh yang oposisi.  Maksudnya, untuk menjadi presiden RI tidak perlu harus berebut sampai habis-habisan. Serahkan urusannya kepada pilihan rakyat. Dan rakyat tak usah "dipaksa-paksa" untuk menentukan pilihan.

Hampir semua presiden RI “jatuh” berbau terlalu harum yang memualkan perut. Semua beraroma atau agak berbau pengkhianatan. Yang seharusnya bisa dihindari kalau semuanya tidak terkena penyakit-kekuasaan yang disebut “bodoh.”   Mungkin hanya Pak Habibie dan Pak SBY yang mengakhiri masa baktinya sebagai presiden dengan bersih alami tanpa aroma politik yang tak sedap.

Bahwa Pak SBY bisa sukses menyingkirkan Ibu Megawati pada pemilu 2004, sama sekali bukan karena rajin belajar sejarah. Tetapi yang pasti nama SBY disejarahkan oleh negara.   Pak SBY bisa memenangi pilpres 2004 karena faktor—suasana, mendasar yang harus diterima dan dialami oleh Bangsa Indonesia.   Bangsa Indonesia harus menerima dan mengalami masa transisi. Para pemimpin partai politik sempoyongan terserang demam reformasi yang sukses, langsung bingung mencari arah yang dituju negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun