“Dunia internasional” mencoba dengan berbagai cara ingin menjatuhkan Bung Karno.
Tetapi Soekarno terlalu kuat untuk dijatuhkan secara langsung dengan menyerangnya langsung seperti yang biasa dilakukan oleh nekolim terhadap negara-negara lain.
Usaha menjinakkan Soekarno dengan mengajak masuk dalam Blok Barat atau Blok Timur pun diresponnya dengan menggalang negara-negara Non Blok.
Sabotase terselubung oleh “dunia internasional” untuk memancing kemarahan Soekarno pun ditandinginya dengan berani menyelenggarakan Conefo, ganefo dan keluar dari PBB.
“Dunia internasional” akhirnya menyadari. Menjatuhkan Soekarno secara langsung sungguh tak mungkin. Soekarno hanya bisa jatuh oleh orang-orang sekitarnya yang bisa dikontrol dari benua lain.
Dan dicarilah orang-orang yang sekiranya punya silsilah khusus yang mungkin bisa diarahkan.
Mereka. “Dunia internasional” juga tahu. Bahwa melemahkan Indonesia tidak perlu dengan mengerahkan kapal-kapal induk. Indonesia bisa dibuat berantakan dengan dihembusi berita-berita bohong atau fitnah yang diskriminatif, menyangkut tentang ras, etnis dan agama.
Maka bermainlah—terlibatlah, negara-negara lain untuk merancang pengkhianatan. Maka tragedi berdarah G30S-PKI 1965 terjadi.
Dan jatuhlah Soekarno seperti yang dikehendaki “dunia internasional.” Dan sebagai terimakasihnya kepada pengganti Soekarno, “dunia internasional” menghadiahi berbagai bantuan semu terutama yang menyangkut ekonomi dan pembangunan yang menjerumuskan bangsa Indonesia ke kubangan berbagai krisis.
Tetapi karena takut terbongkar jelas kejahatan licik yang dilakukan oleh “dunia internasional” terhadap Sukarno.
Maka “dunia internasional” diam saja menyaksikan sepuluh kejahatan HAM berat yang dilakukan pada periode 1965-1966 yang berupa pembunuhan massal, pemusnahan, pemenjaraan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda palsu, hingga genosida. Tidak lain adalah upaya mencegah terbongkarnya kejahatan licik orang-orang sekitar Soekarno.