Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tragedi G30S PKI 1965, “Dunia” Menyambut Gembira

22 Juli 2016   09:03 Diperbarui: 22 Juli 2016   13:42 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

Putusan akhir pengadilan rakyat internasional atas kemanusiaan periode 1965 di Indonesia (International People's Tribunal/IPT 1965) menyatakan bahwa Indonesia bersalah dan bertanggung jawab atas kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada 1965-1966.

Sepuluh kejahatan HAM berat yang dilakukan pada periode 1965-1966 adalah pembunuhan massal, pemusnahan, pemenjaraan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda palsu, keterlibatan negara lain, hingga genosida.

Dalam putusan ini, Indonesia (pemerintah) diminta untuk meminta maaf kepada semua korban, menyelidiki dan menuntut semua pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan memastikan ada kompensasi yang setimpal untuk korban.

Yang perlu digarisbawahi bahwa IPL mengakui ada “propaganda palsu, keterlibatan negara lain.”

Pengakuan tersebut adalah kata-kata kunci yang merupakan satu kesatuan. Yang seharusnya diketahui dan diakui oleh dunia internasional secara gentel.

Negara lain mana yang kuat yang mungkin berniat, berbuat dan kenapa harus terlibat dengan peristiwa keji 1965-1966 yang sesungguhnya berlanjut terus sampai beberapa periode?

Pembunuhan massal, pemusnahan, pemenjaraan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda palsu, keterlibatan negara lain, hingga genosida. Yang terjadi pada periode 1965-1966.

Kejadian tersebut dikenal sebagai peristiwa pengkhianatan G30S-PKI pada 30 September 1965.

Tragedi pengkhianatan tersebut merupakan sukses besar negara asing tertentu atau “dunia internasional” yang disebut sebagai neokolonialisme dan imperialism atau nekolim oleh Bung Karno.

Sejak jauh sebelum proklamasi “dunia internasional” sudah bernafsu menguasai (mengatur) kekayaan alam yang terkandung bumi Indonesia.  Tetapi Bung  Karno bersikukuh bahwa Bangsa Indonesia mampu menjaga, mengolah dan mengatur kekayaan alam yang melimpah yang dimiliki negerinya.

“Dunia internasional” mencoba dengan berbagai cara ingin menjatuhkan Bung Karno.

Tetapi Soekarno terlalu kuat untuk dijatuhkan secara langsung dengan menyerangnya langsung seperti yang biasa dilakukan oleh nekolim terhadap negara-negara lain.

Usaha menjinakkan Soekarno dengan mengajak masuk dalam Blok Barat atau Blok Timur pun diresponnya dengan menggalang negara-negara Non Blok.

Sabotase terselubung oleh “dunia internasional” untuk memancing kemarahan Soekarno pun ditandinginya dengan berani menyelenggarakan Conefo, ganefo dan keluar dari PBB.

“Dunia internasional” akhirnya menyadari. Menjatuhkan Soekarno secara langsung sungguh tak mungkin. Soekarno hanya bisa jatuh oleh orang-orang sekitarnya yang bisa dikontrol dari benua lain.

Dan dicarilah orang-orang yang sekiranya punya silsilah khusus yang mungkin bisa diarahkan.

Mereka. “Dunia internasional” juga tahu. Bahwa melemahkan Indonesia tidak perlu dengan mengerahkan kapal-kapal induk. Indonesia bisa dibuat berantakan dengan dihembusi berita-berita bohong atau fitnah yang diskriminatif, menyangkut tentang ras, etnis dan agama.

Maka bermainlah—terlibatlah, negara-negara lain untuk merancang pengkhianatan. Maka tragedi berdarah G30S-PKI 1965 terjadi.

Dan jatuhlah Soekarno seperti yang dikehendaki “dunia internasional.” Dan sebagai terimakasihnya kepada pengganti Soekarno, “dunia internasional” menghadiahi berbagai bantuan semu terutama yang menyangkut ekonomi dan pembangunan yang menjerumuskan bangsa Indonesia ke kubangan berbagai krisis.

Tetapi karena takut terbongkar jelas kejahatan licik yang dilakukan oleh “dunia internasional” terhadap Sukarno.

Maka “dunia internasional”  diam saja menyaksikan sepuluh kejahatan HAM berat yang dilakukan pada periode 1965-1966 yang berupa pembunuhan massal, pemusnahan, pemenjaraan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda palsu, hingga genosida. Tidak lain adalah upaya mencegah terbongkarnya kejahatan licik orang-orang sekitar Soekarno.

“Dunia internasional” tidak berusaha mencegahnya dengan memberi tekanan-tekanan kepada pemerintah RI pengganti Soekarno, yang diharapkan mau mengerti dengan keinginan dunia internasional.

Kemudian dengan atas nama IPL, pengadilan rakyat di Den Haag. Putusan akhir pengadilan rakyat internasional atas kemanusiaan periode 1965 di Indonesia (International People's Tribunal/IPT 1965) menyatakan bahwa Indonesia bersalah dan bertanggung jawab atas kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada 1965-1966.

Dalam putusan ini, Indonesia (pemerintah) diminta untuk meminta maaf kepada semua korban, menyelidiki dan menuntut semua pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan memastikan ada kompensasi yang setimpal untuk korban.

Atas semua yang tertulis di atas. Penulis berpendapat.

  • Bahwa pemerintah—Presiden Jokowi, harus bersikap tegas.    Putusan pengadilan rakyat tersebut sebagai suatu suara yang bergema di dunia internasional tentang yang disebut kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Indonesia pada 1965-1966.    Suara demikian bisa memberi beban psikologis negara atau pemerintah yang sulit dihilangkan, baik kepada Bangsa Indonesia sendiri maupun kepada dunia internasional yang mulai mengikuti NKRI gaya Presiden Jokowi.
  • Bahwa pemerintah Indonesia menyadari dan mengakui seluruh rakyat Indonesia telah mengalami tragedi pelanggaran HAM berat atas tipu daya internasional (negara lain) yang tersembunyi, untuk melemahkan pemerintahan di NKRI.
  • Bahwa peristiwa yang disebut kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada 1965-1966 adalah bagian sejarah Bangsa Indonesia yang memang harus dilalui, yang tidak boleh dilupakan dan tidak akan pernah bisa diulang.
  • Bahwa pemerintah Indonesia tidak akan minta maaf kepada siapapun. Selain menyerukan agar seluruh rakyat mau menerima dengan ikhlas peristiwa tersebut terjadi sebagai kelengahan bersama yang fatal dan menyedihkan.
  • Bahwa pemerintah Indonesia akan bertindak tegas membrantas kejahatan internasional dalam segala bentuk atau modus termasuk yang mengadu domba rakyat.
  • Bahwa Bangsa Indonesia bernegara yang berdasar Pancasila. Sangat menghormati Hak Azasi Manusia.

Demikian. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun