Mohon tunggu...
Asep SuhendiArifin
Asep SuhendiArifin Mohon Tunggu... Lainnya - Manajemen

Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Affective" dan "Psychomotor" Domain dalam Pembelajaran

7 Januari 2019   09:01 Diperbarui: 7 Januari 2019   09:14 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Affective dan Psychomotor Domain dalam Pembelajaran

Oleh: Asep Suhendi Arifin

Widyaiswara LPMP Jawa Barat

Domain ini dikembangkan oleh Krathwoht, Bloom, dan Masia pada tahun 1964 dengan bukunya Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals, Handbook II Affective Domain. Berarti delapan tahun setelah mereka berhasil mengembangkan domain kognitif. Mereka mengklasifikasikannya pada lima kelas utama, yaitu:

Pertama, receiving/attending (menerima/menaruh perhatian). Kelas ini berkaitan dengan keinginan siswa untuk peka terhadap perangsang atau pesan-pesan yang berasal dari lingkungannya. Pada tingkatan ini muncul keinginan menerima rangsangan atau pesan, atau paling tidak menyadari adanya rangsangan atau pesan. 

Kelas ini meliputi awarenes (kesadaran), willingness to receive (kesediaan untuk menerima), dan controlled or selected attention (perhatian terkontrol atau terpilih). Kedua, responding (merespon). Pada kelas ini muncul keinginan untuk melakukan tindakan sebagai respon dari perangsang. Tindakan-tindakan ini disertai dengan perasaan puas. 

Kelas ini terdiri atas tiga kategori, yaitu acquiescence in responding (persetujuan untuk merespon), willingness to respond (kesediaan untuk merespon), dan satisfaction in response (kepuasan dalam merespon). Ketiga, veluing (menilai) yaitu merasakan sebuah konsep mempunyai kegunaan atau manfaat. 

Perilaku yang tergolong pada tingkatan ini adalah perilaku yang cukup konsisten dan stabil dalam karakteristik yang sudah diterima dari suatu kepercayaan. Kelas ini meliputi acceptance of a value (penerimaan suatu nilai), preference for a value (kesukaan terhadap suatu nilai), dan commitment (keterikatan). Keempat, organization (mengorganisasi). 

Ketika siswa melakukan pembiasaan nilai-nilai secara konsisten, dalam berbagai situasi di mana nilai yang dibiasakannya lebih dari satu nilai yang relevan. Maka muncul kebutuhan untuk mengorganisasi nilai-nilai tersebut ke dalam suatu sistem. Pembentukan sistem nilai tersebut menentukan hubungan antar nilai. 

Kelas ini meliputi conceptualization of a value (konseptualisasi suatu nilai) dan organization of a value system (mengorganisasi sistem nilai). Kelima, characterization by a value or velue complex (karakterisasi suatu nilai atau nilai kompleks). Kelas ini adalah tingkat tertinggi pada domain afektif. Di mana siswa akan berperilaku konsisten berdasarkan nilai yang dijunjungnya. Kelas ini terdiri atas dua kategori, yaitu generalized set (pengaturan secara umum) dan characterization (karakterisasi). (Krathwohl, Bloom, dan Mesia : 176-191)

Pada domain ini belum ada yang membuat klasifikasi baru atau yang merevisi. Padahal menurut para ahli pendidikan, termasuk para ahil pendidikan Islam dan para ahli pendidikan di Indonesia, nilai merupakan bagian yang utama dalam tujuan pendidikan. Sebagaimana menurut Ahmad Tafsir, bahwa tugas pendidikan, termasuk pendidikan di sekolah terutama, ialah menanamkan nilai-nilai. (Ahmad Tafsir : 49)

 Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor)

Klasifikasi pada domain ini ada perbedaan pendapat, misalnya Simpson yang pertama kali mengembangkannya pada tahun 1966 dengan bukunya The Clasfication of Educational Objectives: Psychomotor Domain. Ia mengklasifikasikannya menjadi enam kelas. Namun ia masih mempertanyakan kelas keenam sehingga kelas ini belum dimasukkan secara sistematik ke dalam klasifikasinya. 

Adapun kelas-kelas yang sudah dimasukkan pada klasifikasinya adalah; perseption (persepsi), set (kesiapan), guided response (respon terbimbing), mechanism (mekanis), dan complex overt respon (respon terpola). Sedangkan kelas keenam yaitu adaptation and origination (kesesuaian dan keaslian) masih dipertanyakan itu. E.J. Simpson, (1966 : 229)

Pertama, perception (persepsi) yaitu keterampilan dalam menggunakan organ-organ indera untuk memperoleh petunjuk yang membimbing kegiatan motorik. Keterampilan ini adalah proses munculnya kesadaran akan adanya objek, kualitas, atau hubungan-hubungan melalui indera. Kelas ini meliputi sensory stimulation (rangsangan yang berhubungan dengan perasaan), cue selection (pemilihan isyarat), dan translation (penerjemahan). Kedua, set (kesiapan) yaitu kesiapsiagaan untuk berbagai tindakan tertentu. 

Kelas ini meliputi mental set (kesiapan mental), physical set (kesiapan fisik), dan emotional set (penyesuaian emosi). Ketiga, guided resposne (respon terbimbmg) yaitu tindakan tingkah laku yang jelas dari individu di bawah bimbingan instruktur. Ini dapat dilakukan dengan meniru model dan coba ralat sampai tindakan yang benar dikuasai. 

Kelas ini meliputi imitation (peniruan) dan trial and error (mencoba-coba). Keempat, mechanism (mekanisme). Pada kelas ini siswa sudah mencapai tingkat keyakinan dalam ketrampilan menentukan tindakan. Kelima, complex overt response (respon kompleks) yaitu Keterampilan nyata gerakan motorik yang menyangkut penampilan yang sangat terampil dan gerakan itu yang memerlukan gerakan kompleks. 

Kemahiran ditunjukkan dengan cepat lancar, tepat dan menghasilkan kegiatan motorik dengan koordinasi setiap organ tubuh dengan akurasi tinggi. Kelas ini terdiri atas resolution of uncertainly (resolusi tidak menentu) dan automatic performance (penampilan otomatis). Keenam, Adaptation and origination (adaptasi dan keaslian). 

Pada tingkatan ini, siswa sudah sangat trampil. Ia dapat menyesuaikan tindakan-tindakan dengan syarat-syarat spesifik dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Mungkin ia dapat memulai pola-pola baru dari beberapa tindakan dalam memecahkan suatu masalah. E. J. Simpson, (1966 : 229-231).

Pengklasifikasian lain dibuat oleh Anita J. Harrow pada tahun 1976 dengan bukunya A Taxonomy of the Psychomotor Domain: A Guide for Developing Behavioral Objectives. Ia mengklasifikasikannya pada enam kelas, yaitu reflex movements (gerakan-gerakan refleks), basic fundamental movements (gerakan-gerakan dasar yang pokok), perceptual abilities (kemampuan persepsi), physical abilities (kemampuan fisik), skilled movements (gerakan-gerakan terampil), dan non-discursive communication (komunikasi yang bersambungan). (Anita J. Harrow : 32).

Pertama, reflex Movements (gerakan-gerakan refleks) yaitu gerakan-gerakan tanpa disengaja atau secara alami. Gerakan-gerakan ini merupakan gerakan bawaan sejak lahir, kemudian berkembang seiring dengan waktu menjadi lebih matang. Gerakan-gerakan ini merupakan gerakan awal atau gerakan pokok. 

Kelas ini meliputi tiga kategori; (1) Segmental reflexes (refleks beberapa bagian) yang terdiri atas flexion reflex (refleks melenturkan/membelokkan), myotatic reflex (refleks meregangkan), extensor reflex (refleks memanjangkan/mengulurkan/memperluas), dan crossed extension reactions (reaksi saling mengulurkan). 

(2) Intersegmental reflexes (refleks intersegmental) yang terdiri atas cooperative reflex (refleks kerjasama), competitive reflex (refleks kompetisi), successive induction (induksi berurutan), reflex figure (refleks figur/bentuk badan). (3) Suprasegmental reflexes (refleks suprasegmental) yang terdiri atas extensor rigidity (mengulurkan kekakuan), plasticity reactions (reaksi kekenyalan) dan postural reflexes (refleks sikap badan/perawakan). 

Postural reflexes meliputi supporting reactions (reaksi pendukung), shifting reactions (reaksi penggeser), tonic-attitudinal reflexes (refleks penguat letak), righting reactions (reaksi memperbaiki), grasp reflex (refleks menggenggam), dan placing and hopping reactions (reaksi snenempatkan dan meloncat). 

Kedua, basic-fundamental movements (gerakan dasar) yaitu pola-pola gerakan yang tidak dapat dipisahkan sebagai dasar untuk gerakan-gerakan trampil. Kelas ini meliputi locomotor movements (gerakan yang menimbulkan daya gerak), non-locomotor movements (gerakan yang tidak menimbulkan daya gerak), dan manipulative movements (gerakan manipulatif) yang terdiri atas prehension (pemahaman) dan dexterity (keterampilan). Ketiga, perceptual abilities (kemampuan persepsi) yaitu segala sesuatu yang dilakukan siswa dalam memandang stimulus yang diterimanya untuk dipindahkan ke pusat otak kemudian ditafsirkan. 

Dengan kata lain, data-data yang diterima oleh indera dipindahkan ke pusat otak untuk membuat suatu keputusan tanggapan. Kelas ini terdiri atas: (1) Kinesthetic discrimination (diskriminasi kinestetik) yang meliputi body awareness (kesadaran tubuh), body image (kesan tubuh), dan body relationship to surrounding objects in space (hubungan badan dengan keadaan objek di sekitarnya), (2) Visual discrimination (membedakan pandangan) yang meliputi visual acuity (periajaman pandangan), visual tracking (perjalanan pandangan mengikuti objek), visual memory (memori pandangan), figure-ground drentiation (membedakan dasar gambar), dan perceptual consistency (konsistensi persepsi). (3) Auditory discrimination (membedakan pendengaran) yang meliputi auditory acuity (penajaman pendengaran), auditory-tracking (perjalanan pendengaran mengikuti objek), auditory memory, (memori pendengaran), tactile discrimination (membedakan rasa), dan coordinated abilities (kemampuan yang dikoordinir). 

Coordinated abilities mencakup eye-hand coordination (koordinasi mata-tangan) dan eye-foot coordination (koordinasi mata-kaki). Keempat, Physical abilities (kemampuan fisik) yaitu itu karakteristik-karakteristik fungsional dari tenaga organik yang jika dikembangkan menjadikan fisik siswa berfungsi secara efisien untuk digunakan ketika membuat gerakan-gerakan terampil. 

Kelas ini meliputi; (1) Endurance (daya tahan) yang meliputi muscular endurance (daya tahan otot) dan cardiovascular endurance (daya tahan jantung dan urat-urat darah), (2) Strength (kekuatan), (3) Flexibility (fleksibilitas), (4) Agility (ketangkasan) yang terdiri atas change direction (arah perubahan), stops and starts (berhenti dan memulai), reaction-response time (waktu reaksi-respon), dan dexterity (ketrampilan). 

Kelima; skilled movements (gerakan terampil) yaitu aktivitas dengan tingkat efisiensi yang tinggi ketika melakukan suatu pekerjaan yang terdiri atas gerakan-gerakan kompleks. 

Aktivitas yang termasuk pada tingkatan ini adalah yang melibatkan beberapa adaptasi pola-pola gerakan yang tidak dapat dipisahkan. Kelas terdiri atas tiga kategori: (1) Simple adaptive skill (ketrampilan adaptip sederhana) yang terdiri atas tingkatan beginner (pemula), intermediate (menengah), advanced (tinggi), dan highly skilled (sangat terampil), (2) Compound adaptive skill (ketrampilan adaptip campuran) yang terdiri atas tingkatan beginner, intermediate, advanced, dan highly skilled, (3) Complex adaptive skill (ketrampilan adaptip kompleks) yang terdiri atas tingkatan beginner, intermediate, advanced, dan highly skilled. 

Keenam, non-discursive communication (komunikasi beisambungan) yaitu perilaku-perilaku yang dapat diberi label format-format dan komunikasi gerakan. Format-format perilaku gerakan ini meliputi gerakan-gerakan komunikatif yang luas berkisar antara ekspresi, posture (sikap badan), dan gestures (gerakan-gerakan isyarat). Kelas ini terdiri atas dua kategori: (1) Expressive movement (gerakan menyatakan perasaan) yang meliputi posture and carriage (sikap badan dan sikap diri), gestures (gerakan-gerakan isyarat) dan facial expression (mimik muka ekspresi), (2) interpretive movement (gerakan menafsirkan) yang meliputi aesthetic movement (gerakan estetis) dan creative movement (gerakan kreatif). (Anita J. Harrow : 44-99)

Sedangkan D. Moore, mengklasifikasikannya menjadi empat kelas; pertama, fundamental movement (gerakan dasar) yaitu gerakan yang membentuk bangunan dasar sebagai fondasi untuk gerakan-gerakan tingkat yang lebih tinggi. 

Seperti kemampuan untuk menginjak objek, menggenggam objek, atau cara berjalan. Contoh informasi tujuan sasaran pembelajaran untuk gerakan pokok ini adalah: "Siswa akan mampu memegang raket tenis dengan baik untuk backhand." Sasaran ini berhubungan dengan pokok bergeraknya genggaman sesuai dengan ukuran raket tenis. 

Tentu saja, itu adalah dasar untuk gerakan-gerakan selanjutnya. Kedua, generic movement (gerakan umum) yaitu kemampuan untuk menyelesaikan dasar suatu ketrampilan jika diberi arah dan di bawah pengawasan. Pada tingkatan ini, pola-pola motorik yang efektif, pemilihan waktu, dan koordinasi yang dikembangkan. 

Kesadaran akan badan yang sedang bergerak, serta tentang pengaturan dan penggunaan anggota badan siswa. Contoh tujuan sasaran pembelajaran tingkatan ini adalah: "Di bawah pengawasan, siswa akan mampu melaksanakan skor bermain musik pada satu lagu dengan tidak lebih dari lima kesalahan." Tingkat ketrampilan motorik ini memerlukan pengawasan untuk merepresentasikan pelajaran awal satu seri gerakan-gerakan. 

Ketiga, ordinative movement (gerakan ordinatif) yaitu kemampuan dalam melakukan suatu keterampilan secara bebas. Keseluruhan ketrampilan telah terorganisir dan dapat dilakukan secara berurutan. Usaha yang sungguh-sungguh tidak lagi diperlukan karena keterampilan telah dikuasai dengan baik, dan sudah memiliki ketepatan. 

Pada tingkatan ini, keterampilan dapat dilaksanakan dengan kebiasaan di bawah kondisi-kondisi yang kompleks. Contoh tujuan sasaran pembelajaran tingkatan ini adalah: "Siswa akan mampu menyelesaikan secara step-by-step teknik menyelam tanpa berhenti untuk berpikir." Keempat, creative movement (gerakan kreatif) yaitu gerakan yang menuntut kemampuan untuk menghasilkan dan menyusun sesuatu yang baru. 

Maksudnya, setiap siswa harus mampu menemukan pilihan-pilihan motorik yang unik, keaslian penciptaan dan pertunjukan ke dalam satu gerakan, mengkombinasikan beberapa gerakan ke dalam satu gerakan motorik yang dideasin sendiri atau menemukan satu pola pergerakan baru. 

Contoh tujuan sasaran pembelajaran dari tingkatan ini adalah: "Dengan latihan tari secara rutin, siswa akan mampu menciptakan tarian baru yang unik." Kenneth D. Moore, (2005 : 93-101). Ketiga pendapat pengklasifikasian psychomotor domain sebagaimana telah dijelaskan di atas, dapat disederhanakan dalam tabel berikut ini.

  

Tabel 

Perbandingan Klasifikasi Ranah Psikomotor

Klasifikasi ranah psikomotor yang berkembang di Indonesia adalah klasifikasi D. Moore, namun dengan istilah yang berbeda seperti yang dikutip E. Mulyasa dan Abdul Majid, yaitu observing (memperhatikan), imitation (meniru), practicing (pembiasaan), dan adapting (penyesuaian). E. Mulyasa (139-141) Namun, kata kerja operasional yang digunakan relatif sama.

Dalam merumuskan tujuan pembelajaran pada tataran indikator pcncapaian kompetensi dasar seyogyanya memperhatikan keseimbangan antara kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor. 

Perimbangan dalam membuat rumusan indikator sama dengan perimbangan dalam membuat instrumen penilaian, yaitu 35-40% kognitif, 25-30% afektif, dan 30-35% psikomotor. (Anonimus : 47) Untuk kompetensi kognitif disarankan perimbangan tingkat pengetahuan 40%, pemahaman 20% penerapan 20%, analisis 10%, sintesis 5%, dan evaluasi 5%. (Anonimus : 47) Sedangkan untuk kompetensi afektif dan psikomotor, penulis belum menemukan ketentuan formulasinya.

Daftar Pustaka :

Bligh, D., et.al. (1980). Methods and Techniques of Teaching in Post-Secondary Education, UNESCO.

Bruner, J.S., (1960). The Process of Education. New York: Vintage Books.

Mulyasa, E. (2008). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah), Jakarta, PT. Bumi Aksara.

Sudrajat, H. (2003). Pendidikan Berbasis Luas ( BBE ) Yang Berorientasi Pada Kecakapan Hidup. Bandung:Cipta Cekas Grafika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun