Namun, di tengah transformasi ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah personalized learning modern benar-benar menawarkan sesuatu yang baru, ataukah ia hanya menghidupkan kembali metode yang telah lama ada dalam tradisi pendidikan klasik? Bagaimana nilai-nilai humanistik yang menjadi inti dari pendidikan tradisional dapat dipertahankan dalam konteks teknologi modern yang sering kali terfokus pada efisiensi dan hasil kuantitatif?
Tulisan ini akan mengeksplorasi konsep personalized learning dalam dua dimensi: pendidikan klasik dan modern. Dengan menelaah kesamaan dan perbedaannya, kita akan melihat bagaimana nilai-nilai tradisional dan alat-alat teknologi modern dapat saling melengkapi untuk menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya efisien, tetapi juga bermakna dan berorientasi pada pembentukan karakter. Di tengah arus perubahan global, refleksi ini menjadi penting untuk memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi alat utama dalam memanusiakan manusia, bukan sekadar memenuhi tuntutan pasar atau kemajuan teknologi.
Konsep Personalized Learning dalam Pendidikan Klasik
Pada masa peradaban Islam, pendidikan bukan sekadar proses transfer pengetahuan, tetapi juga medium transformasi spiritual, intelektual, dan sosial. Konsep personalized learning, meskipun belum dikenal dengan istilah modern seperti saat ini, telah menjadi landasan praktik pendidikan dalam tradisi Islam. Pendekatan ini tercermin dalam sistem pembelajaran berbasis halaqah, isnad, serta relasi mendalam antara guru dan murid yang memberikan perhatian khusus pada kebutuhan individu. Institusi-institusi besar seperti Cordoba, Granada, dan Al-Azhar menjadi bukti nyata bagaimana personalisasi pembelajaran diterapkan dengan fleksibilitas, penekanan pada keunikan individu, dan fokus pada pencapaian berbasis kompetensi.
a. Halaqah: Ruang Pembelajaran yang Fleksibel dan Kolaboratif
Halaqah, yang secara harfiah berarti "lingkaran," adalah metode pembelajaran utama dalam tradisi Islam. Guru dan murid duduk dalam lingkaran, menciptakan suasana yang intim dan dialogis. Dalam sistem ini, setiap murid memiliki kebebasan untuk bertanya, berdiskusi, dan bahkan menantang pendapat gurunya dalam suasana penuh hormat. Pendekatan ini memungkinkan guru untuk memahami kebutuhan, minat, dan tingkat pemahaman masing-masing murid, sehingga materi pembelajaran dapat disesuaikan dengan kemampuan mereka.
Keunikan halaqah terletak pada fleksibilitasnya: tidak ada batasan waktu yang kaku. Seseorang dapat terus belajar hingga ia benar-benar memahami suatu topik atau kitab, tanpa tekanan harus "lulus" dalam periode tertentu. Halaqah juga menjadi ruang di mana murid-murid dengan latar belakang berbeda, dari kalangan elite hingga masyarakat biasa, dapat belajar bersama, menekankan nilai inklusivitas dalam pendidikan.
b. Isnad: Relasi Guru-Murid yang Personal dan Terpercaya
Sistem isnad, atau rantai transmisi ilmu, adalah pilar penting dalam tradisi keilmuan Islam. Dalam sistem ini, seorang murid mendapatkan pengakuan keilmuan (ijazah) langsung dari gurunya, yang pada gilirannya memiliki isnad dari guru sebelumnya, hingga mencapai sumber utama seperti Rasulullah SAW atau ulama besar. Proses ini menekankan pentingnya relasi personal antara guru dan murid, di mana seorang guru tidak hanya mengajarkan ilmu tetapi juga membimbing akhlak dan spiritualitas muridnya.
Relasi ini memungkinkan personalisasi pembelajaran yang mendalam. Guru memahami potensi unik setiap murid dan sering kali memberikan tugas atau tantangan yang dirancang khusus untuk mengasah keahlian murid tersebut. Sebagai contoh, jika seorang murid menunjukkan minat mendalam pada astronomi, maka guru akan mengarahkan murid itu untuk mendalami teks-teks seperti "Al-Zij" karya Al-Battani.
Institusi-Institusi Besar: Cordoba, Granada, dan Al-Azhar