"Ya, bisa dibilang begitu. Fisika itu alat untuk memahami hukum-hukum alam, dan matematika adalah bahasa yang digunakan untuk menuliskan hukum-hukum itu. Einstein pernah bilang, 'Pure mathematics is, in its way, the poetry of logical ideas.' Keren, kan?"
Menyentuh Rahasia Semesta
"Loe tahu gak," saya menambahkan, "matematika itu kayak puzzle besar. Setiap kali kita memahami satu bagian, kita menambahkan keping ke gambar besar semesta. Dan fisika adalah peta jalan untuk menemukan keping-keping itu. Bayangin, tanpa dua hal itu, kita gak akan punya internet, satelit, atau bahkan warung pecel ini."
Atep mengangguk. "Lalu, apa yang loe cari, Sep?"
Saya tersenyum. "Gue cuma mau memahami lebih banyak tentang dunia ini. Siapa tahu, di perjalanan gue, Allah ngasih gue satu 'kepingan' baru. Satu 'aha moment' yang bikin gue bisa berkontribusi, walaupun kecil."
Sambel Pecel dan Misi Hidup
Kami selesai makan. Saat pedagang pecel menyiapkan teh hangat terakhir, Uses tiba-tiba berkata, "Loe unik, Sep. Belajar fisika dan matematika buat memahami semesta, tapi makan pecel malah gak pake sambel pecel."
Saya tertawa. "Hidup itu kayak sambel, Ses. Gak semua orang cocok dengan pedesnya. Tapi, kalau loe ngerti bumbu-bumbu yang bikin sambel itu, loe bisa bikin rasa yang pas buat diri loe."
Kami tertawa bersama. Tapi malam itu, saya tahu, kami semua pulang dengan pikiran yang lebih dalam tentang pentingnya belajar---bukan hanya untuk nilai, tapi untuk menyentuh rahasia-rahasia semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H