Suasana langsung hening. Mas Pecel terdiam sejenak, lalu mengerutkan kening. "Aa, serius? Mahasiswa biasanya ngincer sambelnya, kok malah gak pake sambel?"
"Gue gak suka pedes, Mas," jawab saya santai.
Usep gak tahan untuk menimpali, "Sep, loe tuh seperti fisika tanpa matematika. Ada, tapi gak lengkap."
Kami semua tertawa, sementara Mas Pecel hanya tersenyum kecil, mungkin masih bingung kenapa ada orang aneh seperti saya.
Saat kami sedang asyik makan, Atep tiba-tiba meletakkan sendoknya, menatap saya dengan serius, lalu bertanya, "Sep, gue penasaran deh. Lo itu kuliah di ekonomi manajemen. Tapi kenapa lo masih aja belajar matematika dan fisika? Apa asyiknya sih?"
Usep menyambung, "Iya, Sep. Kalau kita belajar itu kan buat nilai, buat lulus. Loe belajar itu buat apa?"
Isep yang dari tadi sibuk menyeruput teh tawar juga ikut nimbrung, "Kayaknya lo tuh belajar itu karena lo emang aneh, Sep."
Saya tertawa. "Biar gue jawab ya," kata saya sambil mengatur posisi duduk.
Kisah di Balik Pelajaran Matematika dan Fisika
"Sederhana, Bro. Karena fisika adalah ilmu tentang gerak. Kalau kita peka terhadap gerak, kita gak cuma bisa memahami bagaimana apel jatuh atau bagaimana bulan mengorbit bumi. Kita juga bisa memahami pergerakan yang lebih besar, misalnya, transformasi energi, distribusi informasi, bahkan perubahan sosial. Fisika membuat gue lebih peka terhadap ritme kehidupan."
Saya menatap mereka satu per satu, memastikan mereka mendengarkan.