Meskipun penggunaan internet meningkat pesat, Indonesia masih menghadapi rendahnya literasi digital dan keterampilan teknologi di kalangan masyarakat umum. Sebuah studi dari Deloitte menunjukkan bahwa sekitar 80% pekerja Indonesia tidak memiliki keterampilan digital yang cukup untuk berpartisipasi dalam industri berbasis AI, yang memperlambat adopsi teknologi ini secara lebih luas. AI memang dapat membuka banyak peluang, tapi kurangnya pelatihan dan pendidikan di bidang teknologi dapat menghambat potensi masyarakat Indonesia untuk meraih manfaat dari revolusi AI.
3. Tantangan dalam Adopsi AI di Tingkat Korporasi
Di sektor korporasi, Indonesia telah terlihat peningkatan penggunaan AI dalam beberapa industri utama, seperti keuangan, e-commerce, dan layanan pelanggan. Menurut data dari Google-Temasek, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan tumbuh mencapai $124 miliar pada tahun 2025, dengan kontribusi besar dari AI dalam mempercepat transaksi dan layanan berbasis teknologi. Chatbots dan AI generatif telah digunakan di sektor e-commerce dan fintech, seperti dalam layanan pelanggan dan manajemen transaksi. Ini menunjukkan potensi AI dalam meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas layanan.
Meskipun banyak perusahaan besar di Indonesia mulai mengadopsi AI, penggunaan teknologi ini dalam skala yang lebih luas di tingkat korporasi masih terhalang oleh beberapa faktor. Return on Investment (ROI) menjadi salah satu hambatan terbesar, terutama di sektor-sektor tradisional yang lebih konservatif. Banyak perusahaan Indonesia yang ragu untuk berinvestasi besar dalam AI tanpa ada bukti jelas bahwa teknologi ini dapat memberikan keuntungan finansial yang substansial dalam jangka pendek
Selain itu, ada resistensi dari pekerja yang merasa terancam dengan potensi penggantian pekerjaan oleh otomatisasi yang didorong oleh AI. Sejumlah sektor industri seperti manufaktur dan ritel, yang sangat bergantung pada tenaga kerja manusia, bisa menghadapi tantangan besar dalam hal penerimaan teknologi baru ini. Hal ini seperti yang diprediksi oleh Yuval Noah Harari, AI berpotensi menggantikan banyak pekerjaan yang dilakukan manusia, terutama di sektor manufaktur dan layanan. Automation yang semakin berkembang di Indonesia bisa menyebabkan gelombang pengangguran jika tidak diantisipasi dengan program pelatihan ulang (reskilling) yang memadai. Banyak pekerja yang mungkin merasa terancam oleh adopsi AI, seperti yang terlihat pada penolakan terhadap otomatisasi di beberapa negara industri besar.Â
Tanpa adanya dukungan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan untuk menangani pengangguran akibat otomatisasi, ketimpangan sosial dapat semakin memperburuk situasi ekonomi Indonesia.
Regulasi pemerintah juga menjadi salah satu faktor penghambat. Meskipun Indonesia telah memiliki kebijakan strategis melalui Stranas KA (Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial), implementasi regulasi yang memadai dan efektif masih sangat diperlukan untuk mengatasi masalah terkait data, etika, dan dampak sosial dari AI. Elon Musk dan Nick Bostrom sering memperingatkan bahwa tanpa regulasi yang tepat, AI bisa menjadi ancaman bagi kesejahteraan sosial. Tanpa pengawasan yang memadai, penggunaan AI bisa berisiko memperburuk ketidaksetaraan dan memicu masalah keamanan data yang lebih besar.
4. Potensi AI untuk Merevolusi Indonesia
Meski terdapat berbagai tantangan, AI memiliki potensi besar untuk mengubah wajah Indonesia, jika dimanfaatkan dengan benar. Indonesia memiliki peluang untuk menggunakan AI dalam meningkatkan sektor pendidikan, kesehatan, manufaktur, dan pelayanan publik. Misalnya, penggunaan AI dalam pendidikan dapat membantu menjangkau daerah-daerah terpencil dan memberikan materi ajar yang dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan siswa, mengatasi masalah ketidakmerataan kualitas pendidikan di seluruh negeri.
Di sektor kesehatan, AI dapat digunakan untuk diagnosis penyakit, manajemen rumah sakit yang lebih efisien, dan akses kesehatan jarak jauh bagi masyarakat di daerah yang jauh dari fasilitas kesehatan. AI juga dapat meningkatkan produktivitas dalam sektor manufaktur, dengan mengotomatisasi proses dan mengurangi biaya operasional, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.
5. Kesenjangan Akses dan Keterampilan