Manusia sebagai makhluk dan hamba hanya bisa menerima kehendak, kuasa, ilmu dan ketetapan dari Allah. Mereka tidak bisa berhadapan secara frontal dengan sifat dan wujud Allah. Karenanya manusia sangat bergantung kepada kasih sayang, belas kasihan, kemurahan dan kedermawanan, keadilan dan kelembutan Allah saja.
Manusia mencatat kejadian dan fenomena, menguji catatannya itu, dan mengembangkannya sebatas itu dimungkinkan oleh kehendak, kuasa, ilmu, dan ketetapan Allah.
Perhatikan bagaimana Allah hadir dalam sains yang berkaitan dengan nasib manusia.
Ketika Allah menghendaki seseorang jadi orang kaya, maka Allah beri petunjuk kepada hatinya untuk bergerak melakukan ini dan itu, memutuskan ini dan itu, serta mengambil ini dan menghindari itu. Semua itu tampak oleh sains sebagai parameter sukses. Padahal ketika ada seseorang lain yang tidak dikehendakiNya menempuh jalan serupa, maka parameter itu tidak ada dicapai secara sempurna.
Begitulah cara kita membaca sains.
Urgensi Sebuah PerspektifÂ
Ketika ada entitas luput dari maut, sains bilang itu survival. Padahal itu tidak berarti di lain waktu ketika ajalnya sudah tiba.
Ketika suatu spesies secara populasi mampu bertahan menghadapi tantangan alam, sains menyebut itu survival of the fittest. Ketika spesies tersebut punah, sains bilang itu natural selection. Padahal semua kemampuan dan ketidakmampuan mereka membutuhkan kesadaran, sedangkan mereka tidak memiliki kesadaran yang dibutuhkan itu.
Perspektif tasawuf memandang sains dan teknologi sebagai sarana untuk mencapai Tuhan. Untuk memahami pikiran, kehendak, kuasa, dan sifat Tuhan. Manusia hadir di bumi menciptakan sains dan teknologi untuk mencapai pemahaman tentang eksistensi Tuhan.Â
Kesadaran manusia dibentuk untuk memahami kesadaran Tuhan dengan bimbingan dan pengajaran Tuhan melalui sains dan teknologi.Â
Orang-orang bilang sains adalah metodologi untuk menemukan bukti dan fakta secara empiris. Tapi sains tidak pernah berhasil menjelaskan peristiwa secara lengkap. Bukti dan fakta yang ditemukan sains berserakan di sana sini. Kita harus membangun narasi dengan menghubungkan fakta dan bukti sains yang ada.