Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sains dalam Perspektif Tasawuf

24 Maret 2024   02:55 Diperbarui: 24 Mei 2024   04:45 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

 Pendahuluan

Jika ada gadget baru 99 % casing dan hardwarenya sama dengan versi lama, tapi memiliki efisiensi dan kinerjanya 10^12 lebih tinggi dan lebih baik, maka kita tau bahwa kekuatan gadget tersebut ada pada software dan OS.

Fungsionalitas Kesadaran Manusia

14 juta tahun evolusi simpanse tidak menghasilkan apa-apa, bandingkan dengan 100 ribu tahun evolusi manusia, 10 ribu tahun evolusi peradaban, 1 ribu tahun evolusi metode ilmiah, dan 100 tahun evolusi peradaban modern ini.

Secara rasional kita mengerti bahwa kekuatan manusia ada pada software dan OS-nya. Inilah pembeda utama antara manusia dengan spesies homo lainnya, dengan primata, dan dengan semua mamalia.

Nyata sekali bahwa software dan operating systemnya manusia tersebut bukan hasil evolusi. Dia tampaknya tertanam begitu saja.
Mencari eksistensi software ini melalui lokus otak, lipatan otak, gelombang otak, ataupun jaringan syaraf, jadi seperti anak kecil mencari bukti aplikasi android dari bentuk casing, hdd, ram, dan psu. Tidak bodoh tapi kekanakan.

Otak manusia baik volume otak, lokus otak, gelombang otak, dan sistem jaringan syarafnya cuma beda sebelas duabelas dengan simpanse. 14 juta tahun evolusi simpanse, mereka baru bisa sebatas belajar menggunakan tongkat. Padahal seratus tahun ini saja manusia sudah berhasil membentuk ratusan cabang olahraga, ratusan genre musik, jutaan game komputer dan ribuan bahasa.

Tidak Semudah Membalikkan Tangan 

Kesulitan kita selama sekian dekade menciptakan komputer kuantum seharusnya membuat kita sadar bahwa transformasi dari informasi kuantum menjadi informasi deterministik tidak terjadi secara serta merta begitu saja. Mengarahkan sistem probabilistik kepada sistem deterministik membutuhkan suatu kecerdasan yang lebih besar daripada kecerdasan yang dihasilkannya. Membuat entitas yang mampu bekerja secara paripurna dengan segala kelebihan kemampuannya yang hampir sempurna butuh kerja-kerja kolosal untuk menghasilkannya.

Hal yang sama juga berlaku pada reaktor fusi nuklir yang hampir satu abad belum juga matang yang mana ini seharusnya membawa kesadaran bahwa transformasi energi pun tidak terjadi begitu saja. Reaksi fisika dan kimia yang tampaknya sangat sederhana ternyata membutuhkan effort yang luar biasa untuk menjadi teknologi yang nyata dan memberikan utilitas tinggi.

Kesenjangan tingkat kecepatan perkembangan teknologi robot dengan teknologi AI juga kaitannya dengan studi kesadaran membawa kita kepada kesadaran bahwa integrasi antara sistem fisik dengan sistem intelegensi dan sistem kesadaran tidak terjadi serta merta begitu saja. Integrasi sistem kesadaran, sistem kecerdasan, dan sistem fisik harus sinkron dan kompatibel satu sama lain agar dicapai utilitas tertinggi. Upaya membangun itu membutuhkan kuasa, kehendak, dan ilmu yang luar biasa besar.

Begitulah cara kita memandang sains dan teknologi. Segala sesuatunya membutuhkan blueprint cerdas untuk mencapai utilitas tertinggi.

Perspektif Tasawuf

Hadirnya kita manusia sebagai sistem biologis, sistem kimia, sistem fisika, sistem matematika, sistem informasi, sistem kecerdasan, dan sistem kesadaran tertinggi, terkompleks, dan terakhir di semesta ini adalah hasil dari kuasa, kehendak, dan ilmu yang maha besar. Itulah Tuhan. Tapi kini bahkan kita tidak lagi menyebut nama Tuhan dalam literatur dan narasi sains kita. Tidak sebagai subjek aktif dalam sains dan teknologi yang membuka tabir khazanah ilmu kepada manusia. Tidak sebagai subjek yang mengajarkan sains kepada manusia dengan perantaraan kalam dan qolam.

Padahal dalam perspektif tasawuf segala sesuatu itu tidak ada, yang ada cuma Tuhan. Semua eksistensi itu adalah refleksi dari sifat dan wujud Tuhan. Sains dan teknologi adalah bayangan dari sifat, kuasa, kehendak, dan ilmu Tuhan. Semua eksistensi itu tidak ada jika sifat, kuasa, kehendak, dan ilmu Tuhan tidak hadir di situ. Semua eksistensi itu tidak ada, yang kita lihat adalah sifat, kehendak, kuasa, dan ilmu Tuhan. Semua eksistensi itu tidak ada, yang ada cuma Tuhan.

Bagaimana pun perspektif tasawuf tidak bisa disatukan dengan perspektif atheisme dalam sains. Inti kesenjangan perspektifnya ada di epistemologi.

Perspektif tasawuf dengan perspektif atheisme tidak akan bisa disatukan, walaupun obyeknya sama yaitu sains. Perspektif atheisme hanya mengolah persepsi materialisme sehingga melahirkan epistemologi yang setara dengan persepsinya.

Para penganut atheisme menuntut peran Tuhan harus tampak aktif dalam proses fisika, kimia, dan biologi, tapi Dia harus berada di luar fisika, kimia dan biologi sehingga bisa dibedakan antara mekanisme fisika, kimia dan biologi dengan mekanisme ilahiah. Ini tuntutan yang sangat lucu.

Fisika dan biologi itu mekanisme ilahiah dan Tuhan pun bekerja dalam perangkat fisika, kimia dan biologi. Mukjizat yang jelas berada di luar dan melampaui mekanisme fisika dan biologi pun tetap saja ditolak para atheis.

Tuhan menciptakan, hadir, dan ada bersama dengan mekanisme fisika, kimia, biologi, dan matematika, bahkan mengarahkan sains dan teknologi kepada tujuan-tujuanNya.

Arah Sains dan Teknologi 

Teleskop luar angkasa yang lebih besar dan lebih sensitif terus dibangun, penumbuk partikel yang lebih besar dan lebih canggih direncanakan dibangun, teknik CRISPR dan Click Chemistry terus disempurnakan. Misi ke Bulan, juga ke Mars, dan seluruh penjuru langit yang mungkin terus dikirim. Semua sekedar penasaran dengan asal usul kehidupan, asal usul semesta, asal usul bumi. Padahal semua tidak tidak memberikan manfaat langsung dan instan kepada kesejahteraan manusia dan kemanusiaan manusia.

Kenapa sains dan teknologi secara sadar diarahkan untuk menjawab tantangan Tuhan dalam Al Qur'an terutama QS Al Ghassiyah 17-20 dan QS Ar Rahman 33?

Peradaban sejak awal mula selalu berkutat dengan masalah demografi, pangan, energi, air, dan astronomi.

Mengapa peradaban hanya berputar-putar pada tantangan Al Qur'an di QS Al Waqiah 57-75?

Kenapa tantangan sains dan filsafat dengan logika, metode ilmiah, dan matematika sebagai alatnya terus berada di antara 2 kutub seperti digariskan oleh QS Al A'la 10-11? Di mana sebagian orang memperalat filsafat dan sains untuk membuktikan Tuhan itu tidak ada, sementara sebagian lainnya mengatakan bahwa sains dan filsafat itu tidak ada, yang ada cuma sifat, kehendak, kuasa, ilmu, dan wujud Tuhan saja.

Forensik Ketuhanan 

Sebagaimana ahli psikologi, ahli seni dan ahli forensik bisa memprediksi sifat dan tokoh di balik perbuatan dan karya kreasi, maka Ulil albab membaca sifat Allah dari ciptaan dan perbuatanNya di samping pengajaran langsung dari Allah melalui Al Qur'an dan Muhammad.

Semesta seluruhnya hadir sebagai bentuk dari sifat-sifat Tuhan. Tapi itu belum cukup. Sifat Maha Pengampun dan Maha Pemaaf belum mengambil bentuk. Maka Dia ciptakan manusia yang mampu bersalah, meminta maaf, dan bertobat. Manusia beradaptasi dan belajar dari kegagalan, kesalahan, dan keraguan. Ini adalah mekanisme ilahiah. Sains dan teknologi lahir dari itu semua.

Adalah benar bahwa mahluk hidup memiliki kemampuan beradaptasi. Tapi itu adaptasi yang terbatas. Terbatas kepada daya dukung genetik, daya dukung rantai makanan, daya dukung fisiologis dan metabolisme, daya dukung fungsionalitas organ dan sistem organ, daya dukung kecerdasan, dan daya dukung kesadaran. Adaptasi itu juga bukan adaptasi tanpa batas. Seleksi alam secara frontal menolak hadirnya adaptasi tanpa batas. Adaptasi yang paling cocok dengan kebutuhan alam saja yang diterima.

Adalah benar bahwa segala sesuatu termasuk mahluk hidup dirakit atau diassembly dari unsur, komponen, dan sistem yang sudah ada sebelumnya. Tapi alam yang efisien menolak proses assembly yang random. Ini yang terjadi yang diterima alam adalah assembly yang terarah. Suatu assembly yang mempunyai kegunaan atau purpose baik itu atas tuntutan seleksi alam, tuntutan kesadaran, maupun tuntutan rantai makanan. Purpose yang dasar yang disyaratkan alam adalah tercapainya utilitas tertinggi dan terbaik yang mungkin bisa dicapai dengan efisiensi serendah mungkin. Alam tidak mengizinkan kemubaziran.

Alam seolah-olah berkesadaran, padahal yang berkesadaran adalah Tuhan. Alam tidak pernah menceritakan dirinya dan tidak pernah pula mensifati dirinya. Tuhan lah yang menceritakan diriNya dan mensifati diriNya. 

Manusia dalam Bingkai Sains dan Tasawuf 

Manusia sebagai makhluk dan hamba hanya bisa menerima kehendak, kuasa, ilmu dan ketetapan dari Allah. Mereka tidak bisa berhadapan secara frontal dengan sifat dan wujud Allah. Karenanya manusia sangat bergantung kepada kasih sayang, belas kasihan, kemurahan dan kedermawanan, keadilan dan kelembutan Allah saja.

Manusia mencatat kejadian dan fenomena, menguji catatannya itu, dan mengembangkannya sebatas itu dimungkinkan oleh kehendak, kuasa, ilmu, dan ketetapan Allah.

Perhatikan bagaimana Allah hadir dalam sains yang berkaitan dengan nasib manusia.

Ketika Allah menghendaki seseorang jadi orang kaya, maka Allah beri petunjuk kepada hatinya untuk bergerak melakukan ini dan itu, memutuskan ini dan itu, serta mengambil ini dan menghindari itu. Semua itu tampak oleh sains sebagai parameter sukses. Padahal ketika ada seseorang lain yang tidak dikehendakiNya menempuh jalan serupa, maka parameter itu tidak ada dicapai secara sempurna.

Begitulah cara kita membaca sains.

Urgensi Sebuah Perspektif 

Ketika ada entitas luput dari maut, sains bilang itu survival. Padahal itu tidak berarti di lain waktu ketika ajalnya sudah tiba.

Ketika suatu spesies secara populasi mampu bertahan menghadapi tantangan alam, sains menyebut itu survival of the fittest. Ketika spesies tersebut punah, sains bilang itu natural selection. Padahal semua kemampuan dan ketidakmampuan mereka membutuhkan kesadaran, sedangkan mereka tidak memiliki kesadaran yang dibutuhkan itu.

Perspektif tasawuf memandang sains dan teknologi sebagai sarana untuk mencapai Tuhan. Untuk memahami pikiran, kehendak, kuasa, dan sifat Tuhan. Manusia hadir di bumi menciptakan sains dan teknologi untuk mencapai pemahaman tentang eksistensi Tuhan. 

Kesadaran manusia dibentuk untuk memahami kesadaran Tuhan dengan bimbingan dan pengajaran Tuhan melalui sains dan teknologi. 

Orang-orang bilang sains adalah metodologi untuk menemukan bukti dan fakta secara empiris. Tapi sains tidak pernah berhasil menjelaskan peristiwa secara lengkap. Bukti dan fakta yang ditemukan sains berserakan di sana sini. Kita harus membangun narasi dengan menghubungkan fakta dan bukti sains yang ada.

Seperti seratus titik yang membentuk struktur kristal sepuluh kali sepuluh, cara kita menghubungkan titik-titik yang ada akan membentuk urutan peristiwa. Urutan yang berbeda akan menghasilkan gambar besar yang berbeda. Beginilah mekanisme narasi sains kita bentuk.

Kita bisa membentuk sekian banyak narasi sains yang berbeda dari bukti dan fakta sains yang sama. Tapi tidak ada satupun yang berani mengklaim bahwa narasi yang ada itu adalah keseluruhan peristiwa yang terjadi. 

Para saintis tidak hanya bersaing (juga berkolaborasi) mengumpulkan bukti dan fakta, tapi mereka juga bersaing membangun narasi. Dengan narasi sains yang berbeda bahkan sering saling bertentangan, para saintis saling bersaing memperebutkan pengaruh dan jumlah pengikut. Nobel dan kutipan jadi simbolnya. 

Manusia pada puncaknya hanya sebatas membangun narasi sains saja. Sementara peristiwa yang sebenarnya tidak pernah bisa dijangkau sains. Ini karena manusia dalam aktivitas sains adalah pengamat, bukan aktor pada semua obyek sains yang ada. Manusia tidak hadir di tengah-tengah obyek sains dan tidak mengalami peristiwa dalam obyek sains. 

Hipotesis-hipotesis hanya akan mencapai derajat tesis saja, tanpa pernah mencapai derajat kebenaran. Tesis memicu antitesis, terus mencapai sintetis. Sintesis-sintesis digabungkan membentuk sintesis tunggal, tapi semua tetap ragu tentang apakah ini kebenaran. Apakah ini peristiwa yang sebenarnya terjadi.

Sains diawali dengan ketidaktahuan, dikompori oleh keraguan, di tengah-tengahnya adalah ketidakpastian, dan diakhiri dengan ketidaktahuan juga. 

Sains membuat manusia terengah-engah dalam gelombang badai kutub atheisme dan religiusitas. Atheisme memperalat sains untuk membuktikan Tuhan itu tidak ada. Sementara para ahli tasawuf menjadikan sains dengan sendirinya adalah eksistensi Tuhan itu sendiri yang lahir dari kuasa, kehendak, ilmu, dan kasih sayang Tuhan itu sendiri. Para ahli tasawuf mengatakan "tidaklah sesuatu itu diciptakan sia-sia" dan "tidaklah sesuatu itu hadir secara kebetulan".

Dalam perspektif tasawuf, syirik muncul sebagai antitesis dari tauhid, dia muncul lebih dulu daripada athies. Atheis muncul kemudian sebagai antitesis dari syirik. Sebagai penolakan dan perlawanan terhadap konsep ketuhanan yang tidak waras. Baru kemudian berkembang menjadi lawan dari tauhid.

Sains seringkali mengelak jika harus berhadapan dengan fenomena ajal dan kematian.

Jika kita mampu menghidupkan suatu makhluk hidup, katakanlah itu dari yang paling sederhana berupa bakteri bersel tunggal sampai yang paling kompleks seperti manusia, dari vacuum field, ataupun dari suatu reaktor kimia, atau melalui crispr dan kloning, jika entitas biologis itu mati, apakah kita mampu menghidupkannya kembali?

Jika kita memang benar berkuasa dan berkehendak untuk menghidupkan sedari awal mula dengan segala teknologi yang kita miliki, maka seharusnya menghidupkannya kembali adalah perkara mudah.

Tapi jika tidak mampu, maka sesungguhnya yang menghidupkannya itu bukanlah kita. Kita harus terus berendah hati dengan fakta ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun