Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Cara Mudah Memahami Teori Assembly Dalam Evolusi Biologi

6 Oktober 2023   09:33 Diperbarui: 8 Oktober 2023   04:50 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dari analogi di atas tampak bahwa baik secara pasif maupun secara aktif menolak adanya aktor yang membuat koding dan algoritma softwarenya, serta blueprint yang menghubungkan hardware dengan software, software dengan software, serta hardware dengan hardware sehingga sistem komputer bisa bekerja sinkron dan saling kompatibel, adalah suatu cacat nalar yang parah.

Proses Assembly

Seperti halnya analogi di atas, proporsi terbesar kemampuan dan pencapaian sains kita selama  ini baru sebatas kemampuan "mempreteli" komponen suatu entitas tertentu. Ketika segala sesuatunya sudah terurai, pun sampai kepada entitas terkecil dan tidak terbagi lagi, kita kebingungan bagaimana menyusun itu kembali.

Proses merakit ulang ataupun membuat imitasi ternyata sangat sulit, jika pun tidak mau dikatakan mustahil, ketimbang menguraikan, menganalisis, ataupun mempreteli komponen penyusunnya dan mekanisme yang bekerja padanya.

Sains kita masih berusia balita, karena baru sebatas sanggup "mempreteli", dengan menjawab pertanyaan "bagaimana", tapi sering gagal melakukan reassembly, rekonstruksi, dan restrukturisasi. Pada dunia biologi, walaupun kita tahu molekul, unsur, dan genetika paling dasar yang menyusun suatu entitas biologi, kita tidak sanggup membentuk entitas biologi utuh dari materi-materi paling dasar tersebut, tidak pula dari partikel elementernya. Kita tidak pernah sekalipun sampai detik ini menghidupkan lalat dari susunan partikel elementer dalam model standar fisika kuantum.

Isi sebagian besar sains adalah discovery, bukan invention. Sains kita masih sekedar menemukan, dan bukan membuat dan menghasilkan.

Kombinasi dan Permutasi

Pengalaman sains kita dalam mempreteli suatu entitas ini membawa kita kepada kesadaran bahwa seharusnya berlaku prinsip permutasi dan kombinasi penuh terhadap komponen-komponen yang ada di alam ini, baik biotik maupun abiotik.

Tapi dalam level mikro kosmos, partikel elementer tidak sepenuhnya mengikuti prinsip kombinasi dan permutasi murni dalam membentuk entitas seperti atom unsur maupun molekul. Begitu juga unsur-unsur dalam tabel periodik tidak tunduk pada pada prinsip permutasi dan kombinasi murni dalam membentuk molekul atau materi atau organ. Permutasi dan kombinasi murni juga tidak terjadi dalam pembentukan materi biologi maupun organisme.

Jika prinsip permutasi dan kombinasi sepenuhnya diadopsi oleh alam, maka jumlah unsur, molekul, organisme, dan entitas langit bisa mencapai tak terhingga bukan saja dalam jumlahnya tapi juga dalam jenisnya dan variasi dari jenisnya. Tapi nyatanya keanekaragaman adalah terbatas, sebagaimana semesta juga terbatas. Alam menghubungkan entitas yang ada secara kombinasi dan permutasi, serta pada saat yang sama membangun sekat dan batasannya.

Realitas fisika elementer terhubung, membentuk dan sekaligus memiliki sekat dengan realitas kimia. Realitas kimia terhubung, membentuk dan sekaligus memiliki sekat dengan dengan realitas biologi. Realitas biologi terhubung, membentuk  dan sekaligus memiliki sekat dengan realitas kesadaran. Antara satu kesadaran dengan kesadaran lainnya terhubung dan sekaligus memiliki dinding pemisah, sehingga setiap entitas kesadaran adalah unik. Realitas sosial bisa menjadi cermin realitas individu-individu pembentuknya, tapi bisa juga dia adalah bentuk baru, jelmaan baru, dan bentuk ideal yang tidak bisa dicapai oleh individu-individu di dalamnya secara sendiri-sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun