Tapi ketika prosesnya dibalik, kita mendapatkan banyak kesenjangan, di mana seharusnya ada jembatan untuk menghubungkan realitas Mekanika Kuantum yang probabilistik, tidak pasti, mengalami proses peluruhan; bersifat superposition, entanglement, dan tunneling menjadi bentuk biologi dan fisika yang ajeg dan deterministik sebagaimana diterima oleh persepsi kita manusia.
Ketika jembatan itu belum juga ditemukan, yang terjadi malah logika kuantum digunakan untuk menjelaskan sejumlah fenomena lain di bidang lain. Logika kuantum paling sering digunakan untuk menjelaskan kesadaran.Â
Kuantum KesadaranÂ
Dalam hal kesadaran misalnya, jika kesadaran adalah proses Mekanika Kuantum belaka, sedangkan setiap individu memiliki kesadaran yang unik, maka berlaku setiap individu memiliki algoritma kuantum kesadaran yang berbeda. Ini melahirkan sejumlah pertanyaan baru. Bagaimana algoritma kuantum kesadaran itu terbentuk? Sejak kapan terbentuk? Apa peran lingkungan dalam hal ini? Apakah algoritma ini memiliki fungsi hereditas? Â Di bagian gen mana disimpan?
Jika kesadaran adalah mekanisme Mekanika Kuantum atau terbentuk dari itu, maka kesadaran seharusnya terhubung dengan itu dan menangkap realitas kuantum sebagai hal yang nyata, minimal dapat dirasakan seperti halnya merasakan denyut jantung dan proses berpikir. Ada kesenjangan besar antara kesadaran manusia terutama persepsinya dengan proses biologi, proses kimia, dan proses mekanika kuantum di dalam dirinya.
Utopia SainsÂ
Kemampuan Einstein dalam menyatukan Filsafat dengan Fisika dan sekaligus mengacaukannya menunjukkan bahwa sains tidak bebas nilai.
Lazim dikatakan bahwa sains itu bebas nilai atau seharusnya bebas nilai. Tapi nyatanya sains tidak bisa bebas nilai, tidak bisa lepas dari filsafat dan agama, setidaknya secara persepsi. Persepsi atheis, agama, dan filsafat mengisi isi kepala kita ketika membaca dan menuliskan fakta-fakta sains.
Fine-tuned Universe
Aspek fine-tune dalam hal pembentukan Bumi dan kehidupan hayati di Bumi misalnya banyak ditolak karena dianggap didasari asumsi filsafat dan religi ketimbang fakta sains.
Dikatakan bahwa fine-tune itu tidak ada, karena apa yang disebut fine-tune tidak lebih dari konsekuensi dari mekanisme probabilistik.