Karet Tergerus Sawit
Ketika harga getah karet melambung tinggi, petani di Desa Nusamakmur sangat bergembira. Pendapatan dari hasil nyadap selama sebulan bahkan bisa digunakan untuk membeli motor dengan cash. Namun, harga getah karet sangat dipengaruhi oleh ketersediaan barang di pasar global.Â
Pada saat itu, harga getah di Indonesia naik pesat karena di Malaysia, salah satu penghasil karet terbesar, sedang dilakukan peremajaan kebun karet.Â
Akibatnya, produksi getah berkurang dan harga pun melonjak. Namun, begitu kebun-kebun karet di Malaysia mulai berproduksi kembali, harga getah di Indonesia pun akhirnya menurun, membuat para petani karet kembali merasakan dampak turunnya harga tersebut.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian tersebut, datanglah investor dari Malaysia yang menawarkan peluang untuk membuka perkebunan kelapa sawit di wilayah Air Kumbang.Â
Bagaikan orang yang sangat haus ditawari air, masyarakat setempat tentu tidak dapat menolaknya. Pada tahun 2008, di Desa Nusamakmur dan Sidomulyo, dibangunlah kebun plasma yang merupakan bagian dari kebun inti milik PT. Tunas Baru Lampung (TBL).Â
Kehadiran kebun kelapa sawit ini membawa harapan baru bagi masyarakat, dengan janji peningkatan ekonomi melalui kemitraan dalam pengelolaan perkebunan.
Namun, ternyata tidak semua petani memilih untuk ikut dalam program plasma, karena mereka masih sayang dengan kebun karetnya yang sudah lama mereka kelola.Â
Meski begitu, melihat peningkatan taraf hidup para petani plasma yang berhasil, banyak di antara mereka akhirnya tertarik untuk menanam sawit secara mandiri di lahan pekarangan dan ladang mereka.Â
Seiring waktu, kebun karet yang dulu mendominasi perlahan berkurang, dan kini yang tinggal hanyalah sedikit petani yang masih mempertahankan kebun karetnya. Sebagian besar lahan tersebut kini telah beralih menjadi kebun sawit yang semakin meluas.
Taraf Hidup Berubah