Penghapusan Jurusan
Pertanyaan mengenai apakah jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) harus ditutup karena sudah banyak guru agama, atau apakah jurusan lain juga perlu ditutup karena banyak lulusannya yang menganggur, merupakan isu yang kompleks. Hal ini tidak bisa dijawab dengan mudah dan memerlukan kajian yang mendalam.
Berbagai faktor harus dipertimbangkan, mulai dari kebutuhan tenaga kerja di sektor tertentu, relevansi kurikulum, hingga prospek masa depan lulusan. Ini menjadi tanggung jawab penting bagi para pemangku kepentingan, baik di bidang pendidikan maupun pemerintah, untuk mengevaluasi apakah kebijakan penutupan jurusan adalah solusi terbaik atau apakah perlu ada perbaikan dalam kualitas pendidikan dan kesempatan kerja yang lebih luas.
Salah Jurusan
Seorang warga bertanya dengan penuh harap, "Kalau anak saya kuliah, jurusan apa ya yang bisa menjamin setelah lulus langsung diserap menjadi tenaga kerja?" Pertanyaan ini mencerminkan kekhawatiran banyak orang tua yang menginginkan masa depan yang cerah bagi anak-anak mereka. Mereka berharap pendidikan yang ditempuh dapat membuka peluang kerja yang pasti dan menghindarkan dari ketidakpastian di dunia kerja.
Pertanyaan di atas, dijawab oleh adik saya dengan sebuah kalimat yang yang menggelitik: "Biarkan saja seseorang kuliah di jurusan apa pun, karena dalam perjalanan hidup, nasib tidak selalu ditentukan oleh ijazah." Pernyataan ini mencerminkan kenyataan bahwa pilihan jurusan tidak selalu berhubungan langsung dengan jalan karier seseorang di masa depan.
Seorang yang lulusan Teknik Mesin, misalnya, bisa saja akhirnya berkarier di bidang pertanian, meskipun latar belakang pendidikannya tidak berhubungan. Ini menekankan bahwa pengalaman, minat, dan kesempatan yang muncul di kemudian hari seringkali lebih menentukan arah hidup seseorang daripada sekadar ijazah akademis.
Ini adalah pengalaman adik saya, seorang sarjana Teknik Mesin lulusan sebuah Perguruan Tinggi di Palembang. Meskipun latar belakang pendidikannya di bidang teknik, kecintaannya terhadap tanaman hias membawanya menekuni dunia pertanian.Â
Dengan penuh dedikasi, ia memperdalam pengetahuannya dan kini menjadi sosok yang dijadikan referensi oleh para calon sarjana pertanian. Bahkan, sudah dua kali rombongan mahasiswa jurusan pertanian dari dua Perguruan Tinggi di Jawa berkunjung ke rumahnya untuk belajar langsung mengenai ilmu pertanian dari pengalaman dan pengetahuannya yang mendalam.
Suatu hari, dia mengunggah foto kegiatan penyuluh pertanian yang sedang melaksanakan sebuah pelatihan. Melihat postingan itu, saya tidak bisa menahan senyum. Yang membuatnya begitu menarik adalah fakta bahwa narasumber dalam pelatihan tersebut ternyata seorang sarjana Teknik Mesin, sebuah profesi yang biasanya tidak terhubung langsung dengan dunia pertanian.Â
Momen itu seolah menunjukkan betapa luasnya kesempatan berbagi ilmu, bahkan dari latar belakang yang tak terduga.