Mohon tunggu...
Asep Saepul Adha
Asep Saepul Adha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Senang membaca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendidik (Itu) Bukan Mendadak

7 Juli 2024   07:24 Diperbarui: 7 Juli 2024   07:50 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendidik (Itu) Bukan Mendadak

Pendidikan bagaikan sebuah perjalanan panjang yang mengantarkan kita menuju masa depan. Dalam perjalanan ini, persiapan dan perencanaan menjadi kunci utama untuk mencapai tujuan. Pepatah "pendidikan bukan dadakan tapi direncanakan dengan matang" mencerminkan esensi pentingnya merajut benang-benang pendidikan secara terstruktur dan terarah.

Bayangkan sebuah benih yang ditanam tanpa persiapan tanah, pupuk, dan air yang memadai. Benih tersebut kemungkinan besar tidak akan tumbuh dengan optimal, bahkan bisa gagal sama sekali. Hal ini serupa dengan pendidikan yang dilakukan tanpa perencanaan matang. Tanpa arah yang jelas dan langkah-langkah terukur, potensi individu untuk berkembang dan mencapai kesuksesan akan terhambat. 

Analogi Pendidikan dengan Bercocok Tanam 

Sebagai seorang guru yang berprofesi petani atau petani yang berprofesi guru (terserah pandangan pembaca), saya akan menganalogikan proses belajar mengajar pada dunia pendidikan (sekolah) dengan menanam tanaman di dunia pertanian.

Kenapa menganalogikan mendidik dengan bercocok tanam? Mengajar dan bercocok tanam, dua kegiatan yang berbeda, namun memiliki kesamaan filosofis yang mendalam. Layaknya seorang petani yang menanam benih, seorang guru menanamkan ilmu dan pengetahuan kepada para muridnya. Proses ini membutuhkan kesabaran, dedikasi, dan kerja keras, serta diiringi dengan rasa cinta dan tanggung jawab

Bercocok tanam tidaklah bersifat instan. Prosesnya dimulai dari mengolah lahan, memastikan tanah siap untuk ditanami. Setelah itu, petani harus memilih dan memilah bibit yang berkualitas. Tahap berikutnya adalah menanam bibit tersebut dengan hati-hati. Namun, pekerjaan tidak berhenti di situ. Bibit yang sudah ditanam harus dirawat dengan telaten, mulai dari memberi pupuk, membersihkan rumput liar, hingga rutin menyiramnya.

Barulah setelah melalui semua proses panjang ini, tiba saatnya untuk memanen. Namun, panen pun tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan, karena tanaman mungkin tidak selalu berbuah seperti yang diinginkan. Ini baru berbicara soal bertani dengan tanaman yang kelihatan, dan prosesnya sudah begitu panjang serta tidak bisa langsung memetik hasilnya.

Mari kita terapkan analogi proses menanam pada dunia pendidikan. Pendidikan, seperti halnya bercocok tanam, tidak bisa dilakukan secara dadakan. Prosesnya harus direncanakan dengan matang agar hasilnya sesuai dengan harapan. Jika pendidikan dilakukan secara instan dan tanpa perencanaan yang baik, hasilnya hanya akan menjadi PHP (Pemberi Harapan Palsu). 

Seperti tanaman yang memerlukan waktu dan perawatan untuk tumbuh dan berbuah, pendidikan juga membutuhkan waktu, perhatian, dan usaha yang konsisten untuk menghasilkan individu yang berpengetahuan dan berkompeten.

Mari ikuti paparan analoginya berikut ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun