Mohon tunggu...
Asep Imansyah
Asep Imansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1-Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran

Hobi membaca dan menulis tentang sejarah baik fiksi maupun non-fiksi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggali Keunikan Anil Onol: Warisan Budaya Kuliner Khas Majalengka

6 Juli 2024   12:59 Diperbarui: 8 Juli 2024   09:25 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harga penjualan Anil Onol di Majalengka biasanya sangat terjangkau, mencerminkan kesederhanaan dan ketersediaan bahan-bahan lokal yang digunakan. Di pasar tradisional atau warung-warung kecil, Anil Onol dijual dengan harga sekitar dua ribu rupiah hingga lima ribu rupiah per wadah, tergantung pada ukuran dan bahan tambahan yang digunakan. Harga yang ekonomis ini membuat Anil Onol dapat dinikmati oleh berbagai kalangan masyarakat, dari anak-anak hingga orang dewasa. 

Selain itu, karena proses pembuatannya yang relatif sederhana dan bahan-bahan yang mudah didapatkan, banyak warga lokal yang juga memproduksi dan menjual Anil Onol secara mandiri, menambah keragaman pilihan dan ketersediaan di pasar. Variasi dari topping yang ditaburkan ke Anil Onol pun dapat menjadi makanan yang dapat diminati generasi muda sekarang. Variasinya bisa ditaburi coklat ataupun vanila agar makanan ini lebih beragam rasanya. 

Selain topping, variasi warna pun diperlukan agar menarik minat konsumen untuk membeli. Hal ini tidak hanya menjaga tradisi kuliner tetap hidup, tetapi juga memberikan sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat setempat (Wawancara Yati, 2024).

Menurut wawancara Bu Yati, dia punya kenangan tersendiri terkait makanan tradisional ini. Dia masih ingat dengan jelas pertama kali mencicipi Anil Onol ketika jajan di kantin sekolahan SD. Aromanya yang manis dan gurih langsung menggugah selera begitu Bu Yati mendekati warung kecil yang menjualnya. 

Penjualnya, seorang ibu paruh baya dengan senyum ramah, menjelaskan bahwa Anil Onol dibuat dari tepung tapioka, kelapa parut, gula pasir, dan gula merah yang dimasak dengan penuh cinta dan kearifan lokal. Dia membeli beberapa biji, dan ketika menggigitnya, teksturnya yang kenyal berpadu sempurna dengan rasa manis gula pasir dan gurihnya kelapa. 

Setiap gigitan membawanya lebih dekat ke tradisi dan budaya lokal yang begitu kaya. Pengalaman itu tidak hanya memuaskan lidahnya, tetapi juga membuat dia merasa lebih terhubung dengan sejarah dan kehidupan masyarakat Majalengka. Sejak saat itu, Bu Yati pun menyukai makanan tradisional ini. Selain rasanya yang enak, dia juga suka dengan Anil yang terlihat lucu dengan warna merah menyala (Wawancara Yati, 2024).

Bu Yati, seorang penduduk asli Cigasong, Majalengka, memiliki kenangan lain yang begitu mendalam terkait dengan Anil Onol. Sejak kecil, Bu Yati pernah membantu ibunya di dapur saat membuat makanan tradisional ini. Ia masih ingat bagaimana ia dan saudara-saudaranya duduk melingkar di dapur, sambil melihat ibunya mengaduk adonan dan menyiapkan kelapa parut. Aroma harum kelapa yang sedang diparut selalu membuat perutnya keroncongan. Setiap kali gula merah dicairkan dan dituang ke dalam adonan, Bu Yati tak sabar mencicipi manisnya larutan gula yang kental tersebut. 

Lalu, ketika warna Anil dengan warna merah cerahnya menggoda Bu Yati untuk segera memakan makanan tradisional tersebut.  Saat Bu Yati tumbuh dewasa, Anil Onol tetap menjadi bagian penting dari hidupnya, terutama saat ada acara keluarga atau perayaan tradisional. Dia melanjutkan tradisi ibunya dengan membuat Anil Onol setiap kali ada perayaan besar seperti Hari Raya atau pesta pernikahan.

Baginya, membuat Anil Onol bukan hanya soal memasak, tetapi juga cara untuk menjaga hubungan keluarga tetap erat. Proses memasak bersama anak-anak menjadi momen yang penuh kehangatan dan cerita-cerita masa lalu. Anil Onol menjadi simbol kebersamaan dan keakraban dalam keluarganya. Melalui Anil Onol, Bu Yati merasa seperti menjadi penjaga tradisi dan budaya lokal yang terus hidup dan berkembang. 

Pengalaman lain yang tak terlupakan bagi Bu Yati adalah saat ia diundang untuk mengajarkan cara membuat Anil Onol di sebuah acara masyarakat Cigasong. Melihat banyak orang, terutama generasi muda, antusias untuk belajar membuat makanan tradisional ini, membuat hatinya bahagia. Ia merasa memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa tradisi ini tidak akan hilang ditelan zaman. Bu Yati berharap, dengan membagikan pengetahuan dan pengalamannya, Anil Onol akan terus dinikmati dan dicintai oleh generasi mendatang, menjaga kekayaan kuliner dan budaya Majalengka tetap hidup (Wawancara Yati, 2024).

Anil Onol adalah salah satu kuliner tradisional yang memperkaya warisan budaya kuliner Majalengka, khususnya di wilayah Cigasong. Dengan bahan dasar sederhana seperti tepung tapioka, gula pasir, kelapa parut, dan gula merah, Anil Onol tidak hanya menawarkan rasa yang lezat tetapi juga mengandung nilai sejarah dan budaya yang mendalam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun