Pada akhirnya, Nia memesankan Grab untukku.
***
Aku sampai di rumah. Sepi dan tak ada mobil yang terparkir di garasi. Di mana Ibu? Jika Ibu tidak di rumah, di mana Ibu sekarang?
Aku melepas baju basahku dan berganti baju. Kutunggu Ibu sembari membuatkannya teh hangat, supaya ketika Ibu datang, aku dapat meminta maaf kepadanya. Meminta maaf karena telah membuatnya menjemputku walau pada akhirnya aku pulang sendiri, dan meminta maaf karena aku telah berbohong kepadanya.
Satu jam, dua jam, tiga jam, lima jam, Ibu tak kunjung kembali. Ponselnya tidak aktif, aku tak dapat menghubunginya sama sekali. Dadaku terasa semakin sesak. Bagaimana jika, bagaimana jika, bagaimana jika, kalimat-kalimat itu terus-menerus menghantuiku.Â
Hingga pada akhirnya, Ibu meneleponku kembali! Aku menghela nafas lega, sampai kuangkat telepon itu dan mendengar suara berat dari seorang laki-laki.
"Permisi, apa benar ini anak dari Ibu Sulastrini? Saya minta maaf sebesar-besarnya, namun saya ingin menyampaikan bahwa Ibu Sulastrini telah mengalami kecelakaan."
Hari itu adalah hari terakhirku berbohong. Aku tak ingin dustaku menjadi kata-kata terakhir yang didengar oleh orang yang kusayangi sekali lagi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H