Mohon tunggu...
arzella okta anugerah
arzella okta anugerah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta

Saya merupakan Mahasiswi Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Kasus Hukum Ekonomi Syariah yang Sedang Viral di Tengah Masyarakat

9 Oktober 2024   14:38 Diperbarui: 9 Oktober 2024   14:40 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

1. Kaidah Hukum Ekonomi Syariah terhadap Kasus Patungan Usaha Yusuf Mansur 

Penjelasan Kasus:
Pada 2012-2013, Ustadz Yusuf Mansur menginisiasi program investasi "Patungan Usaha" dan "Patungan Aset", yang mengajak masyarakat untuk berinvestasi dalam usaha bersama. Masyarakat diajak untuk menyetorkan sejumlah dana untuk membangun hotel, apartemen, dan usaha-usaha lain yang diklaim berbasis syariah. Program ini menarik minat ribuan investor, namun kemudian muncul berbagai masalah, seperti:
- Kurangnya transparansi tentang status hukum usaha tersebut.
- Tidak adanya kepastian mengenai pengembalian modal atau bagi hasil kepada para investor.
- Program tersebut tidak terdaftar secara resmi di otoritas keuangan (OJK).

Akhirnya, muncul gugatan dari para investor karena merasa ditipu, dan kasus ini berlanjut ke ranah hukum, dengan Yusuf Mansur dituduh melakukan penipuan investasi. Kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah investasi tersebut benar-benar memenuhi prinsip syariah.

Kaidah Hukum Ekonomi Syariah (HES) terkait Kasus:
Menurut kaidah Hukum Ekonomi Syariah, ada beberapa prinsip yang dilanggar dalam kasus ini:
- Prinsip Transparansi: 

Dalam ekonomi syariah, setiap transaksi harus dilakukan secara transparan (kejelasan akad). Jika pihak yang mengelola dana tidak memberikan informasi yang jelas mengenai penggunaan dana, status usaha, dan potensi keuntungan, ini melanggar prinsip syariah.

- Prinsip Bagi Hasil (Mudharabah/Musyarakah): Jika investasi dilakukan berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah, maka seharusnya ada pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan. Jika tidak ada kejelasan mengenai pembagian hasil, ini menjadi pelanggaran terhadap prinsip syariah.
- Larangan Riba dan Gharar: 

Hukum syariah melarang unsur gharar (ketidakpastian) dalam transaksi. Investasi yang dilakukan harus bebas dari ketidakpastian tentang keuntungan dan risiko. Dalam kasus ini, ketidakpastian tinggi terjadi karena tidak ada kejelasan mengenai status usaha.


2. Norma-Norma Hukum yang Terkait dengan Kasus Ini serta Penjelasannya

Norma-norma hukum yang relevan dalam kasus ini meliputi:

- Norma Kepastian Hukum (Legal Certainty): Dalam hukum ekonomi syariah, penting bagi investor untuk memiliki kepastian mengenai status dan mekanisme usaha. Tidak adanya pendaftaran dan pengawasan dari otoritas terkait (OJK) menunjukkan pelanggaran terhadap norma kepastian hukum.
- Norma Keadilan: 

Hukum syariah menekankan keadilan dalam setiap transaksi ekonomi. Dalam kasus ini, ketidakadilan terjadi ketika investor tidak menerima bagi hasil yang seharusnya menjadi hak mereka, dan tidak ada kepastian mengenai pengembalian modal.

- Norma Pertanggungjawaban: 

Dalam konsep syariah, pelaku usaha harus bertanggung jawab atas modal yang mereka kelola. Dalam kasus Yusuf Mansur, kurangnya laporan keuangan dan tidak ada kejelasan penggunaan modal melanggar norma pertanggungjawaban kepada investor.


3. Aturan-Aturan Hukum yang Terkait dengan Kasus Ini

Beberapa aturan hukum yang relevan dalam kasus ini adalah:

- Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah: 

Meskipun kasus ini bukan terkait perbankan secara langsung, prinsip-prinsip akad syariah (seperti mudharabah dan musyarakah) yang diatur dalam UU ini juga relevan untuk investasi berbasis syariah. Dalam hal ini, akad syariah yang digunakan harus jelas dan transparan, dan pelaku usaha bertanggung jawab untuk mengelola dana secara amanah.

- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK): 

Setiap produk investasi, termasuk yang berbasis syariah, seharusnya terdaftar dan diawasi oleh OJK untuk melindungi konsumen/investor. Tidak adanya pengawasan dari OJK dalam kasus ini menunjukkan pelanggaran terhadap aturan hukum yang berlaku.

- KUHP Pasal Penipuan: 

Kasus ini juga dapat dilihat dari sisi hukum pidana umum. Jika terbukti Yusuf Mansur melakukan penipuan terhadap para investor dengan tidak memberikan informasi yang benar atau menyesatkan, maka bisa dikenakan pasal tentang penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


4. Pandangan Hukum Positivisme dan Sociological Jurisprudence dalam Menganalisis Kasus Ini

Pandangan Hukum Positivisme:
- Hukum Positivisme berfokus pada peraturan-peraturan tertulis yang berlaku secara formal dalam masyarakat. Dari perspektif ini, kasus Yusuf Mansur dapat dinilai berdasarkan apakah peraturan yang berlaku telah dilanggar atau tidak. Jika program Patungan Usaha tidak terdaftar secara resmi di OJK, maka menurut pandangan positivisme, ini adalah pelanggaran terhadap regulasi keuangan yang berlaku.
- Selain itu, jika investasi yang dilakukan tidak sesuai dengan aturan tentang kontrak syariah yang sah, maka menurut hukum positif, kontrak tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan. 

Kepastian hukum dalam positivisme penting untuk menegakkan aturan dan melindungi hak-hak investor.


Pandangan Sociological Jurisprudence:
- Sociological Jurisprudence berfokus pada bagaimana hukum berfungsi dalam masyarakat dan dampaknya terhadap individu serta kelompok. Dalam konteks ini, penting untuk melihat bagaimana dampak sosial dari kasus ini terhadap masyarakat yang terlibat.
- Sociological jurisprudence akan menganalisis kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan syariah dan bagaimana kasus Yusuf Mansur memengaruhi persepsi publik. Jika investasi syariah dipandang sebagai sesuatu yang tidak dapat dipercaya karena kasus ini, maka hukum perlu beradaptasi untuk memperbaiki regulasi dan memberikan perlindungan yang lebih kuat kepada masyarakat.
- Pendekatan ini juga akan mempertimbangkan konteks sosial di mana Yusuf Mansur sebagai figur agama berpengaruh memanfaatkan posisinya untuk menarik investor, yang kemudian memunculkan masalah sosial akibat penyalahgunaan kepercayaan tersebut.

Kesimpulan:
Kasus Yusuf Mansur terkait Patungan Usaha mencakup pelanggaran terhadap prinsip-prinsip syariah, khususnya dalam hal transparansi dan keadilan bagi para investor. Hukum positif berfokus pada pelanggaran terhadap peraturan formal, seperti tidak terdaftarnya program tersebut di OJK, sementara sociological jurisprudence melihat dampak sosial dari kegagalan program ini dan bagaimana regulasi harus diperbaiki agar hukum lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dalam investasi syariah.

Nama : Arzella Okta Anugerah

NIM : 222111038

Kelas : HES 5A

Matkul : Sosiologi Hukum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun