Setelah ritual itu, perlahan-lahan Badi merasa beban berat di hatinya mulai menghilang. Dia tidak lagi melihat sosok-sosok aneh atau mendengar bisikan misterius. Namun, meskipun rasa takutnya sirna, dia akan selalu mengenang pengalaman mengerikan itu sebagai pengingat akan pentingnya menghargai hidup dan sahabat.
Badi kembali ke desa dengan semangat baru dan bertekad untuk tidak pernah melupakan sahabatnya yang telah pergi. Dia belajar bahwa kehidupan adalah anugerah yang harus dihargai setiap detik dan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya---itu adalah bagian dari siklus kehidupan yang harus diterima dengan lapang dada.
Setelah pengalaman mengerikan itu, Badi berusaha untuk melanjutkan hidupnya. Namun, meskipun dia merasa beban di hatinya telah hilang, ada sesuatu yang tidak bisa dia lupakan. Setiap kali malam tiba, dia masih merasakan kehadiran Rudi, seolah sahabatnya tidak sepenuhnya pergi.
Badi kembali bekerja di ladang dan berinteraksi dengan teman-temannya, tetapi dia merasa ada jarak yang tak terjembatani antara dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Dia tidak bisa berbagi pengalaman horornya dengan siapa pun; mereka akan menganggapnya gila. Namun, dia tahu bahwa dia harus menemukan cara untuk mengatasi rasa kehilangan dan ketakutan yang masih menghantuinya.
Suatu malam, saat Badi duduk sendirian di beranda rumahnya, dia mendengar suara bisikan lembut yang memanggil namanya. "Badi... bantu aku," suara itu kembali terdengar, lebih jelas dari sebelumnya. Kali ini, bukan hanya suara Rudi; ada suara lain yang menyertainya---suara wanita yang penuh kesedihan.
Merasa terpaksa untuk mencari tahu apa yang terjadi, Badi memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut tentang kematian Rudi. Dia pergi ke rumah orang tua Rudi dan berbincang dengan mereka. Mereka menceritakan bahwa Rudi tidak hanya meninggal dalam kecelakaan, tetapi juga memiliki banyak beban emosional yang tidak pernah dia bagikan kepada siapa pun.
"Dia selalu merasa sendirian," kata ibunya dengan air mata di matanya. "Dia berjuang melawan rasa putus asa dan kesedihan."Mendengar hal itu, hati Badi terasa berat. Dia menyadari bahwa sahabatnya mungkin tidak hanya meminta maaf, tetapi juga ingin agar Badi memahami kesedihannya dan membantu menyelesaikan urusan yang belum tuntas.
Malam berikutnya, Badi kembali ke lokasi kecelakaan dengan harapan bisa berbicara dengan arwah Rudi lagi. Dia membawa lilin dan bunga sebagai tanda penghormatan. Dengan hati berdebar, dia mulai memanggil nama Rudi."Rudi! Jika kau mendengarku, aku di sini untukmu!" teriak Badi sambil menyalakan lilin.
Seketika, suasana menjadi dingin dan kabut tebal mulai menyelimuti area tersebut. Dari dalam kabut, sosok Rudi perlahan muncul, kali ini tampak lebih jelas dan lebih nyata daripada sebelumnya.
"Badi," suara Rudi terdengar penuh emosi. "Aku tidak bisa pergi karena ada sesuatu yang belum selesai."
"Apakah itu?" tanya Badi dengan penuh rasa ingin tahu.