Minggu lalu penulis terinspirasi dari tulisan harian kompas terkait peringatan hari komunikasi sosial sedunia yaitu pada tanggal 12 Mei dengan tema tahun ini terkait  Kecerdasan Artifisial dan Kebijaksanaan Hati : Menuju Komunikasi Yang Sungguh Manusiawi.  Tema ini memberikan sebuah wacana pentingnya kemajuan teknologi dalam hal ini kecerdasan artifisial (AI) dapat berkembang dan diikuti dengan pemahaman kemanusiaan dalam penerapannya.
Para tokoh kemanusiaan ini mungkin menghimbau kepada para pengguna AI agar tetap mengedepankan nilai kemanusiaan agar terus menggunakan nilai luhur manusia sebagai makhluk yang peduli dan memperhatikan kehidupan dirinya dan orang lain.
Teknologi AI sudah tidak dapat dibendung dalam perkembangannya, bahkan di saat perang-perang yang terjadi saat ini, AI telah diterapkan untuk membumihanguskan ribuan manusia hanya dengan segelintir mesin belajar ini. Manusia akhirnya hanya menjadi sasaran tembak dan korban dari praktek AI yang begitu akurat, tepat, dan tanpa perlu kebimbangan moral dalam bertindak.
Walau demikian memang mesin adalah mesin, AI pun adalah sebuah karya dari tangan dan pemikiran manusia itu sendiri. Kemajuan AI tidaklah tepat jika disalahkan namun penerapan AI untuk hal-hal yang tidak manusiawi itulah menjadi sorotan penting untuk dikuatkan dalam undang-undang internasional.
Di saat penggunaan nuklir dilarang dalam peperangan, mungkin ke depan penggunaan AI untuk peperangan perlu diatur juga lantaran daya musnah dan daya mematikannya pun sangat dasyat.
Sebagai pendidik, penulis melihat arahan pendidikan perlu lebih menambahkan penguatan hati dalam praktek pembelajaran sehari-hari di sekolah. Tantangan yang semakin deras yang mengalir dari kemajuan teknologi AI tidak dapat dibendung namun dapat dimanfaatkan untuk kemajuan peradaban manusia guna mengembangkan hati, moral dan etika.
Kemajuan teknologi apapun selalu memiliki dua sisi terkait dengan dampak yang mungkin dihasilkannya yaitu dampak baik dan dampak buruk, Namun sebagai pendidik kita dapat menguatkan dampak baiknya agar AI yang maju saat ini dapat memberikan penguatan yang lebih dalam pengembangan pembelajaran di ruang kelas.
Sekolah perlu menyiasati keresahan dunia terkait perkembangan AI dengan menambahkan pemahaman yang baik bagi para murid terkait penguatan hati mereka, moral mereka, etika sebagai manusia serta nilai-nilai luhur lainnya sebagai manusia.Â
Penting kiranya nilai-nilai luhur sebagai manusia ini diingatkan dan dikembangkan secara konsisten dan terus menerus dalam setiap mata pelajaran dan bukan berdiri sendiri menjadi pelajaran khusus seperti agama, dan bimbingan penyuluhan atau konseling.
Di saat guru matematika menjelaskan tentang peluang atau statistik, guru dapat mengajak murid untuk melakukan praktek pemahaman tentang peluang ini dengan mengambil case terkait kemanusiaan misalnya mendata teman-teman yang sedang bahagia, mencari tahu apa saja hal yang membuat mereka bahagia, hingga akhirnya murid-murid dapat membuat gambaran terkait sebab-sebab seseorang bahagia dan disusun dengan grafik statistik sederhana.
Memberikan ruang untuk pengembangan hati atau nilai-nilai luhur kemanusiaan dalam setiap mata pelajaran di sekolah dapat menjadi sebuah rujukan yang baik agar kita dapat menyiapkan generasi masa depan yang memiliki ketajaman yang terarah dalam menerapkan AI sebagai alat bantu untuk penguatan kemanusiaan bukan sebaliknya.
Kita tidak mengajak murid kita untuk membenci atau bahkan mengharamkan teknologi AI agar mereka selamat dalam penggunaan AI, cara ini bukanlah cara yang pantas dan tuntas karena mengundang kehancuran peradaban manusia dalam perkembangan daya cipta manusia berupa kemajuan teknologi.
Implementasi kurikulum merdeka yang kelak menjadi kurikulum nasional dan diberlakukan secara nasional dapat menjadi kendaraan yang baik dalam pengembangan pembelajaran yang berorientasi dalam pengembangan nilai-nilai luhur kemanusiaan.Â
Guru dapat menghadirkan pembelajaran yang menguatkan pengembangan nilai luhur ini dalam penerapan pembelajaran berbasis proyek dengan tema-tema yang otentik dan dekat dengan kehidupan kemanusiaan yang ada di sekitar murid.
Murid dapat berinteraksi dengan kehidupan kemanusiaan mereka dengan sarana pembelajaran berbasis proyek ini yang dikenal dengan istilah P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Kemendikbudristek telah memberikan 6 dimensi yang perlu dikembangkan dalam P5 yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis dan kreatif.
Menghadirkan pembelajaran yang otenttik yang melek dengan situasi kemanusiaan yang ada di sekitar murid adalah sebuah terobosan yang baik untuk mendukung murid kita agar mereka menjadi penggunaan AI yang bajik dan bijak sesuai dengan nilai luhur kemanusiaan.Â
Ini menjadi tantangan para pendidik dan tentunya sebuah satuan pendidikan yang hadir untuk membantu para murid agar menjadi generasi yang kuat dalam penerapan nilai-nilai kemanusiaan seiringan dengan penerapan AI sehingga penggunaan AI atau penemuan AI menjadi AI yang beradab.
Dalam proses pembelajaran yang mengembangkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, pendidik dapat menggunakan 6 dimensi profil pelajar Pancasila yang dirumuskan oleh pemerintah jika mengalami kesulitan untuk mendapatkan ide nilai yang ingin dibangun. Selanjutnya tuangkan nilai-nilai ini dalam rencana pembelajaran baik itu harian, mingguan, bulanan hingga semesteran.
Kepala sekolah memiliki peran yang sentral dalam memotivasi para pendidik untuk terus memperhatikan situasi terkini terkait perkembangan teknologi dan penguatan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Kepemimpinan dari kepala sekolah sangat diperlukan untuk mendukung para pendidik agar dapat melaksanaan pembelajaran yang berorientasi ke nilai luhur kemanusiaan.
Sekolah pun perlu kiranya mengembangkan kurikulum yang dinamis dan menghadirkan isu lokal atau global terkait kemanusiaan guna memberikan stimulasi kepada murid terkait kepekaannya terhadap kehidupan manusia lain di bumi yang mereka pijak. Murid pun perlu dilatih dengan bajik bagaimana bersahabat dengan teknologi agar teknologi dapat menjadi alat bantu mereka dalam mencapai tujuan mereka dan tetap menomor satukan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Di kalangan murid, produk AI yang dekat dengan mereka salah satunya adalah smartphone. Melarang murid menggunakan smartphone, berinternet dan larangan lainnya perlu dikaji lebih mendalam.Â
Apakah larangan ini membuat para murid menjadi bersahabat dengan teknologi atau malah membuat murid menjadi lebih ketagihan dengan teknologi sehingga melupakan diri dan orang lain di sekitarnya?Â
Menurut penulis, adalah lebih baik ada kerjasama dengan orangtua murid, agar gerakan penguatan nilai-nilai kemanusiaan dan bersahabat dengan teknologi menjadi gerakan bersama di sekolah dan di rumah.
Ketika sekolah melarang penggunaan smartphone di sekolah ada baiknya di rumah pun diterapkan secara konsisten. Jangan sampai sebaliknya, rumah menjadi tempat murid untuk menggunakan smartphone secara semaunya tanpa kendali dari orangtua. Melarang menggunakan smartphone adalah cara yang paling mudah menghindari teknologi yang dikhawatirkan merusak nilai kemanusiaan pada murid. Namun menurut penulis ada baiknya bukan demikian caranya, adalah baik sekolah memberikan sebuah pendidikan secara terus menerus terkait bijak berteknologi, ajak murid tahu resiko, tahu manfaat, tahu kendali diri agar mereka bukan disesatkan untuk takut atau diam-diam menggunakan smartphone .
Ajaklah murid untuk memahami dengan tingkat pemahaman mereka masing-masing, agar teknologi - smartphone yang dekat dengan mereka dapat menjadi sahabat baik mereka. Gunakan pendekatan psikologi positif dan humanistik jangan hanya stimulus-respon agar kita lebih memanusiakan murid kita yang perlu sekali dibimbing untuk bijak dalam berteknologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H