Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Disiplin Positif yang Tidak Positif

17 Maret 2024   20:17 Diperbarui: 22 Maret 2024   14:30 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah disiplin positif terdengar baik sekali untuk dapat dipraktikan oleh para pendidik di masa kini. Pembelajaran yang diberikan dalam modul yang didapat dalam perangkat merdeka mengajar (PMM) membantu pendidik memahami maksud dari disiplin positif yang diharapkan dalam skala pengetahuan.

Pembelajaran melalui perangkat yang sifatnya satu arah ini, ternyata meninggalkan sebuah perkara yang berdampak tidak baik dalam pelaksanaan disiplin di kalangan para murid di sekolah. 

Beberapa pendidik menjadi jauh dari arti kata disiplin terhadap para muridnya, mereka memberikan ruang kepada para murid untuk melakukan kreativitas dalam mengingkari disiplin dengan beragam alasan, dikarena pendidik mempraktikan disiplin positif dengan cara memberi ruang diskusi terkait konsekuensi terhadap disiplin yang telah ditetapkan di sekolah.

"Loh, Andi kok dak menggunakan seragam lengkap hari ini?", tanya pendidik yang mempraktekan disiplin positif kepada muridnya. 

"Ya Bu, atribut saya kecuci belum kering, maklum musim hujan ibu, jadi ya dak bisa lengkap, maaf ya Bu", jawab murid. 

"Ya udah lain waktu dilengkapi ya!", pendidik memberi respon positif. 

"Terima kasih Ibu", jawab sang murid dengan bahagia.

Disiplin positif seperti ini menurut penulis sebuah kemerosotan terhadap pelaksanaan disiplin. Disiplin yang telah ditetapkan sekolah, yang telah diketahui, dan diterima oleh warga sekolah wajib menjadi ketegasan dalam pelaksanaannya, tanpa alasan jika terjadi pelanggaran. 

Pendidik wajib memberikan konsekuensi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan bukan memberi ruang alasan sepertinya humanis, namun tidak mendidik.

Penerapan disiplin positif sebagai bentuk praktik humanis oleh pendidik tidaklah tepat jika memberikan ruang alasan untuk segala macam disiplin yang prinsip, yang telah ditetapkan di sekolah dan diatur dalam tata tertib sekolah serta juga telah diketahui oleh para murdi. 

Pendidik perlu memahami makna humanis yang lebih luas bukan yang sempit. Ingatlah bahwa para murid kita ini pribadi yang sedang memerlukan arahan dan mereka belum dapat menegakan dengan tegas antara disiplin untuk membentuk karakter mereka dan disiplin yang memberatkan mereka.

Para murid lebih suka tidak disiplin karena lebih mudah dilakukan dan membuat diri menjadi lebih mudah terombang-ambing dalam memenuhi keinginan yang semaunya. Jika para murid melihat disiplin sebagai sesuatu yang bisa dinegosiasi dengan alasan yang masuk akal, tentu ini bertentangan dengan penegakan disiplin yang seharusnya.

Suatu ketika jika ada murid yang terlambat masuk ke sekolah, lalu sang murid dan orangtua pun mengatakan bahwa mereka terlambat karena alasan jalanan macet, kemudian dengan humanis yang sempit, pendidik menyampaikan bahwa alasan yang diberikan masuk akal, dan murid diizinkan masuk kelas tanpa konsekuensi, seperti murid lainnya yang tidak terlambat. Apakah murid ini akan terlambat lagi di kemudian hari? 

Tentu para pembaca dapat menjawabnya, pasti murid ini akan terlambat lagi dan memberi alasan yang masuk akal lagi.

Untuk itu perlu sekali dikritisi makna disiplin positif yang lebih mendidik bukan memberikan ruang untuk melanggar disiplin yang pada akhirnya membentuk karakter murid yang penuh alasan. 

Bagaimana seharusnya dilakukan untuk menegakan disiplin yang menjadi prinsip dengan pendekatan disiplin positif? 

Menurut penulis, pendidik perlu menerapkan disiplin positif fokus kepada cara penyampaian terhadap pelanggaran yang terjadi, kemudian memberi konsekuensi yang mendidik dan membuat murid menjadi jera dan tidak mengulangi pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan.

Pendidik perlu sekali memiliki motivasi yang kuat dan pemahaman yang tepat dalam melaksanakan hal yang diajarkan di modul PMM, dalam hal ini agar tidak salah dalam mencapai target yang diharapkan yaitu pembentukan karakter murid yang unggul. 

Ingat pula bahwa murid kita saat ini adalah native digital, melek teknologi informasi, sehingga mereka memiliki kecakapan dalam menggunakan informasi untuk kepentingan dirinya, hal inilah yang membuat para murid sangat terampil memberi alasan jika diberi ruang beralasan.

Jika dalam penyelenggaraan pembelajaran yang bukan berkaitan dengan disiplin yang prinsip, adalah baik jika murid diberi ruang untuk memberi alasan dan dibuka ruang diskusi. 

Di sinilah para pendidik perlu bijak menerapkan disiplin positif yang memberi ruang beralasan dan disiplin positif yang tegas dan tidak ada alasan untuk ditawar. 

Semangat para pendidik, teruslah berpijak pada prinsip bukan pada isu generasi atau isu lainnya sehingga kita kendor dalam pembentukan karakter unggul salah satunya generasi yang disiplin, tertib dan mudah diatur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun