Istilah disiplin positif terdengar baik sekali untuk dapat dipraktikan oleh para pendidik di masa kini. Pembelajaran yang diberikan dalam modul yang didapat dalam perangkat merdeka mengajar (PMM) membantu pendidik memahami maksud dari disiplin positif yang diharapkan dalam skala pengetahuan.
Pembelajaran melalui perangkat yang sifatnya satu arah ini, ternyata meninggalkan sebuah perkara yang berdampak tidak baik dalam pelaksanaan disiplin di kalangan para murid di sekolah.Â
Beberapa pendidik menjadi jauh dari arti kata disiplin terhadap para muridnya, mereka memberikan ruang kepada para murid untuk melakukan kreativitas dalam mengingkari disiplin dengan beragam alasan, dikarena pendidik mempraktikan disiplin positif dengan cara memberi ruang diskusi terkait konsekuensi terhadap disiplin yang telah ditetapkan di sekolah.
"Loh, Andi kok dak menggunakan seragam lengkap hari ini?", tanya pendidik yang mempraktekan disiplin positif kepada muridnya.Â
"Ya Bu, atribut saya kecuci belum kering, maklum musim hujan ibu, jadi ya dak bisa lengkap, maaf ya Bu", jawab murid.Â
"Ya udah lain waktu dilengkapi ya!", pendidik memberi respon positif.Â
"Terima kasih Ibu", jawab sang murid dengan bahagia.
Disiplin positif seperti ini menurut penulis sebuah kemerosotan terhadap pelaksanaan disiplin. Disiplin yang telah ditetapkan sekolah, yang telah diketahui, dan diterima oleh warga sekolah wajib menjadi ketegasan dalam pelaksanaannya, tanpa alasan jika terjadi pelanggaran.Â
Pendidik wajib memberikan konsekuensi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan bukan memberi ruang alasan sepertinya humanis, namun tidak mendidik.
Penerapan disiplin positif sebagai bentuk praktik humanis oleh pendidik tidaklah tepat jika memberikan ruang alasan untuk segala macam disiplin yang prinsip, yang telah ditetapkan di sekolah dan diatur dalam tata tertib sekolah serta juga telah diketahui oleh para murdi.Â