Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kelas Motivasi Untuk Generasi Z

27 Januari 2024   06:04 Diperbarui: 29 Januari 2024   09:22 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru mengajar siswa.(DOK. Kemendikbud Ristek)

Hari Jumat, 26 Januari 2024 penulis mendapat kesempatan untuk memberikan kelas motivasi kepada murid SD kelas 6 di sebuah SD Swasta di Sleman Yogyakarta yang berjumlah lebih dari 80 murid. 

Pada perjumpaan ini penulis banyak belajar bersama mereka, yang sering dimasukan ke dalam golongan generasi Z.

Di saat kelas motivasi akan dimulai, para murid masih berbincang-bincang bersama temannya, dan menimbulkan suara ramai yang menunjukkan kelas belum siap untuk mendengarkan. 

Tiba waktu pembawa acara memberikan waktu kepada penulis untuk memberikan motivasi, penulis masih mendengar suara ramai dari para murid yang masih asyik untuk saling berbincang-bincang. 

"Teman-teman, Mr. Frengky akan memberikan kalian waktu 2 menit lagi untuk berbicara, silakan lanjutkan bincang-bincangnya, terima kasih".

Di saat penulis memberikan waktu kepada para murid untuk berbincang-bincang, mereka tampak ceria sekali dan terkesan agak terkejut, karena tidak umum pengajar memberikan waktu kepada mereka untuk berbincang-bincang di dalam kelas yang sedang berlangsung. 

Sesaat 2 menit berlalu, penulis meminta kepada para murid untuk berhenti dahulu dan berbagi waktunya mendengarkan penulis menyampaikan informasi terkait motivasi. 

"Teman-teman, waktu telah selesai untuk bincang-bincang, saatnya sekarang ijinkan Mr. Frengky yang bicara, dan mohon teman-teman untuk hanya mengaktifkan telinganya. Teman-teman akan mendapat kesempatan lagi untuk bicara atau bertanya dari Mr. Frengky."

Para murid secara otomatis mulai tenang, dan mulai dapat bekerjasama. Penulis memulai kelas dengan menjelaskan aturan ringan dan singkat, "Teman-teman, Mr. Frengky tidak menggunakan microphone atau pengeras suara, agar teman-teman bisa mendengarkan suara Mr. Frengky dalam kondisi sunyi."

Penulis menggunakan suara yang lembut, tidak berteriak dan penulis pun tidak bicara di saat ada suara murid-murid yang mulai berbincang-bincang dengan temannya.

Kelas berlangsung cukup tenang, penulis pun terus menguji para murid untuk membuat kelas menjadi 'pecah' dalam hal ini penulis meminta para murid untuk menggerakan tubuh mereka mulai dari tepuk tangan, hingga melompat bersuara keras untuk menyebut kata-kata motivasi seperti, "Prestasi yes, yes, yes!!!"

Setelah kelas 'pecah' penulis mengajak lagi murid untuk kembali tenang. Kegiatan ini adalah salah satu teknik untuk mengajarkan kepada para murid tentang bagaimana mereka dapat mengendalikan irama batin dan fisik mereka, jika mereka dapat mengikuti dengan baik, maka itu tanda-tanda kalau murid kita adalah murid yang sehat, cerdas dan berkarakter.

Penulis membuat 4 sesi dalam waktu 90 menit kurang untuk menguatkan motivasi para murid khususnya terkait memunculkan semangat lebih kepada mereka agar mereka mencintai apa yang mereka hadapi, dan mau berkorban lebih untuk berjuang mencapai target yang mereka buat sendiri.

Sesi pertama, penulis mengajak para murid untuk memahami tentang diri sendiri. Penulis mengajak para murid kelas 6 ini untuk menyelami sebuah pertanyaan, "Siapa orang yang paling dekat dengan diri kalian, siapa yang paling dulu merasakan rasa sedih, rasa senang, dan rasa lainnya?". 

Para murid tampak terdiam untuk mencari jawaban, mereka mulai memasuki meta kognitif mereka untuk menemukan jawaban yang mungkin tidak pernah ditanyakan dalam kelas reguler yang rutin diadakan di sekolah.

Penulis membimbing para murid untuk menemukan jawabannya, "Siapa yang kalian lihat di saat kalian bercermin? Yes, itu adalah diri kita sendiri". 

Murid akhirnya memahami bahwa diri sendirilah yang terdekat dengan kehidupan kita saat ini, lalu penulis mengajak mereka untuk menghargai keunikan diri mereka sendiri dengan membagikan teknik bagaimana memberi hormat, memberi kekuatan, memberi dukungan kepada diri sendiri di sesi kedua.

Saat sesi berikutnya yaitu sesi ketiga, penulis mengajak para murid untuk belajar dari salah seorang pemain sepak bola yang terkenal yang masa kecil penuh dengan tantangan baik berupa perundungan dan juga sakit fisik yang menahun. 

Para murid diajak untuk mendalami hal terkait adanya orang yang dekat dengan kita yang juga memberikan dukungan moril dan materil, "Siapakah mereka yang memberikan kekuatan kepada kita sejak kita dari kandungan hingga kita dilahirkan serta merawat kita dan memberikan fasilitas kepada kita agar kita tumbuh menjadi anak yang berkarakter dan cerdas?"

Penulis memberikan renungan kepada para murid terkait orang tua mereka yang telah melahirkan, merawat, memberikan fasilitas dan dukungan hingga mereka hadir hari ini. 

Lampu di ruangan dimatikan, ruangan dibuat gelap, dan penulis mulai menyampaikan bait per bait renungan terhadap jasa orang tua dan juga kejadian-kejadian yang telah dilakukan oleh para murid khususnya di saat mereka pernah membantah, bicara kasar, membentak orang tua mereka. 

Penulis menghadirkan orang tua mereka dalam bentuk renungan, agar para murid dengan pikiran mereka dapat merasakan kehadiran mereka dan penulis selipkan kata-kata untuk meminta maaf serta harapan agar ke depan lebih baik lagi.

Sebagian besar murid baik murid perempuan dan laki-laki menangis terharu dalam sesi renungan ini, air mata mereka memiliki beragam makna ada yang menangis karena merasa bersalah, ada yang merasa bangga dengan kehadiran orang tua mereka, ada yang merasa rindu karena salah satu orang tua mereka meninggal, ada yang merasa sedih karena orang tua mereka bercerai, dan ada juga yang terbawa situasi mendengar temannya menangis lalu ikut menangis.

Setelah sesi renungan terhadap orang tua dilakukan, penulis meminta para murid untuk menuliskan surat cinta kepada orang tua mereka yang isinya di antaranya adalah ucapan terima kasih, permintaan maaf atas kesalahan yang pernah terjadi, harapan ke depan yang ingin dicapai. 

Sesi menulis surat ini tidak mudah dilakukan oleh para murid, karena budaya generasi ini sudah sangat langka mereka menulis surat ke seseorang apalagi ke orang tua mereka. 

Terlihat ada beberapa murid yang bingung belum dapat menulis apapun dalam waktu 2 menit, mereka seperti berhenti di sebuah perempatan, bingung mau ke arah mana untuk menulis.

Ini menjadi dinamika yang baik untuk para murid, walau mereka adalah 'Native Digital' namun mereka perlu tetap diajarkan dasar ketrampilan hidup manusia awal yaitu mengandalkan pena dan kertas. 

Acara menulis ini penulis beri waktu cukup panjang kurang lebih 10 menit agar para murid dapat mengungkapkan isi hati mereka dengan baik dalam tulisan tangan mereka yang murni.

Tiba di sesi akhir acara motivasi, penulis mengajak para murid untuk berani menaruh target yang cukup tinggi dalam pencapaian presatasi belajar mereka, mereka wajib menuliskan angka capaian target dalam 3 mata pelajaran penting yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. 

Penulis memastikan kepada para murid bahwa target itu sesuatu yang perlu upaya lebih untuk mencapainya, sehingga para murid paham apa itu target.

Sumber: www.freepik.com
Sumber: www.freepik.com

Penulisan target pun penulis ajarkan agar membantu kedalaman mental mereka dalam memunculkan kesungguhan dan memberi efek sugesti yang kuat untuk mau mencapainya, penulis meminta para murid untuk menuliskan dalam ukuran huruf dan angka yang besar sebesar telapak tangan mereka, lalu diberi warna dan diberi hiasan gambar yang membuat target itu sebagai bagian yang indah, mengungah untuk diraih.

Akhir sesi, penulis mengajak para murid untuk menancapkan semua yang dipelajari dalam waktu singkat ini dengan bertepuk tangan yang gembira, karena telah lahir pribadi-pribadi yang penuh semangat, berbakti kepada orang tua, penuh ketekunan, penuh tanggung jawab dan juga pejuang yang memiliki target.

Demikianlah bagaimana sebuah kelas motivasi yang singkat, tidak berhari-hari namun memberi arti bagi penyaji dan peserta yang hadir. 

Semoga cerita ini memberi inspirasi kepada para pendidik lainnya dimana pun berada. Penulis siap berbagi, jika diperlukan untuk menjelaskan teknik mengisi kelas motivasi, karena hal yang tertulis ini belumlah lengkap jika tidak disertai dengan diskusi dan penjelasan langsung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun