Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Strategi Penguatan Kepemimpinan Anak Bungsu dan Kakaknya

25 November 2023   06:20 Diperbarui: 27 November 2023   12:17 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hubungan kakak dengan anak bungsu. (Sumber: freepik.com)

"Pak, anak saya yang bungsu sering sekali meminta sesuatu yang disukai anak yang sulung, tentu yang sulung ini tidak mau memberi dan akhirnya sang bungsu pun menangis minta bantuan saya, mamanya. Sering kali saya bersikap dengan cara meminta yang sulung mengalah agar memberi kepada sang bungsu, apakah sikap ini sudah tepat ya Pak?"

Pertanyaan ini adalah sebuah fenomena yang sering terjadi pada orangtua yang memiliki dua orang anak yang berjarak 5 tahun atau lebih. Sebuah fenomena yang perlu dikritisi agar kedua orang anak ini bisa diberi penguatan untuk dapat berdampingan dan orangtua pun dapat memahami cara strategis yang menguatkan kedua anak ini.

Pertama yang perlu kita pahami bahwa tidak semua anak bungsu memiliki kebiasaan yang sama seperti yang ditanyakan di atas, ini semua sangat tergantung dari kebiasaan yang dibawa oleh anak sejak di kandungan serta juga cara pendekatan yang diberikan oleh orangtua kepada sang anak bungsu.

Dalam beberapa artikel parenting memang sering ditemukan bahwa anak bungsu memiliki peluang sukses lebih besar dibandingkan anak sulung, hal ini karena sejak bayi anak bungsu sering kali menggunakan strategi alaminya untuk selalu ingin diperhatikan dan selalu ingin mencapai harapan yang mereka inginkan. 

Mereka sering ingin bersaing dengan anak di atasnya sebagai naluri alami yang muncul mungkin sebagai ego defense mechanism (EDM) atau mekanisme mempertahankan ego/diri. Rasa bersaing dan keinginan untuk mempertahankan diri inilah yang akhirnya memunculkan kebiasaan untuk ingin sesuatu yang dimiliki oleh kakaknya.

Apakah keinginan bersaing dan EDM yang dimiliki sang anak bungsu ini perlu kita redam atau perlu kita kembangkan atau bagaimana? 

Segala fenomena yang dimunculkan oleh sang anak adalah bagian pembelajaran yang penting yang dapat memberikan pendidikan usia dini secara optimal asalkan mama dan papa dapat memberikan penguatan dalam bentuk pembiasaan yang membangun.

Misal kembali ke pertanyaan mama di atas, bahwa anak bungsunya suka sekali meminta sesuatu yang disukai kakaknya. Ini tentu suatu pembiasaan yang muncul bukan hari itu saja, namun sudah muncul jauh sebelumnya, dan tentu orangtua sudah terbiasa memberikan kesempatan sang anak bungsu ini mendapatkan apa yang ia inginkan. Pembiasaan ini menjadi pola yang sudah dipahami sang bungsu agar ia berhasil mendapatkan yang ia inginkan dari apa yang kakaknya suka.

Apakah pola ini baik dilakukan dengan membuat sang kakak mengalah karena sudah besar, dan memberikan apa yang diinginkan sang bungsu karena dia masih kecil? 

Menurut penulis pola ini tidak baik diterapkan secara terus menerus. Rekaman sikap yang dipahami sang bungsu akan melahirkan pembiasaan ketidakpuasan atas hal yang sudah ia miliki, dan selalu tergoda dan ingin terus memiliki sesuatu yang orang lain miliki yang bukan pilihan dia waktu itu.

Selanjutnya sang sulung atau sang kakak terpatri pembiasaan untuk mengalah hanya karena usia atau mengalah sebelum berupaya. Pembiasaan ini menurunkan kekuatan leadership sang kakak di masa akan datang. 

Pahamilah bahwa segala bentuk pembiasaan yang dilakukan dan diserap anak-anak sering kali dibawa hingga mereka dewasa, karena ingatan ini cenderung bersandar di bagian bawah sadar dan berdampak pada cara berpikir mereka.

Untuk itu penulis memiliki beberapa saran untuk mama yang bertanya ini, yaitu:

Pertama yang perlu diperhatikan adalah di awal sebelum kejadian sang bungsu meminta sesuatu yang diinginkan. Pastikan orangtua meminta komitmen atau sederhananya kepastian pilihan sang anak bungsu atau kakaknya.

Tanyakan "Dita (sang bungsu) mau yang mana, yang ini atau itu? Adi (sang kakak) mau yang mana, ini atau itu? Ingat ya setelah kalian memilih maka puaslah kepada pilihan kalian, selesaikan dengan pilihan kalian, karena setelah memilih ini tidak ada lagi di antara kalian yang dapat meminta pilihan lain, jelas anak-anak?" 

Atau bisa tambahkan, "Dita, apakah Dita sudah pastikan pilihanmu, coba kamu pertimbangkan mau yang kamu pilih sendiri atau mau seperti pilihan kakakmu, ingat ya setelah memilih tidak ada lagi yang boleh untuk meminta pilihan orang lain."

Ketegasan ini perlu diajarkan ke anak-anak kita sejak dini agar mereka belajar untuk memiliki kebiasaan teguh dalam pilihannya, tidak goyah dan bimbang atas pilihan yang mereka sudah tetapkan. 

Orangtua yang sering membiasakan anak bungsu untuk dimenangkan dan membuat anak sulung mengalah ini adalah pembiasaan yang tidak pas dan dapat mendatangkan kelemahan kepada kedua anak tersebut, sang bungsu akan berkembang sikap semena-menanya sehingga sulit diatur dan sang kakak akan berkembang sikap minder, kurang arahan dan sulit menentukan keputusan.

Tegaslah dengan ketepatan narasi yang dibangun kepada anak kita, walau air mata sang bungsu dan rengekannya yang super volumenya merusak suasana, izinkan sang bungsu tegak dalam pilihannya. Orangtua tidak baik mengalah karena air mata dan rengekan anaknya yang manja, yang ingkar atas keputusan yang telah dibuat sang anak.

Suatu ketika anak penulis pernah juga berkata, "El dak mau ikut papi mami pergi, biarlah El di rumah saja."

Setelah itu penulis dan istri memutuskan untuk pergi, dan meninggalkan sang anak. Anak ini akhirnya menangis keras dan penulis tetap pergi untuk mengajarkan ia tentang suatu keputusan yang ia ambil sendiri.

Penulis dan istri sepakat meninggalkannya beberapa saat agar ia memahami bahwa segala keputusan yang diambil itu dijalankan. Selang beberapa menit, penulis dan istri kembali ke rumah, dan mengajarkan sang anak tentang bagaimana keputusan yang ia ambil itu dan dampaknya. 

Setelah hari itu, "Papi dan mami, El mau ikut kalau papi mami pergi, dak mau di rumah sendirian," sang anak mengubah keputusannya.

Menurut penulis, sejak dini anak dapat dilatih untuk memahami risiko dari sikap yang ia pilih agar ia dapat hidup terarah bukan hidup yang asal dan dimanja tanpa arahan. 

Perhatikanlah kehidupan kita saat ini adalah kelanjutan dari kehidupan kita waktu jadi anak-anak, oleh karena itu jika masa anak-anak kita dibina dengan baik, diberi ketegasan, ditanam kepemimpinan maka di masa dewasa kita lebih mudah untuk berkembang dan maju serta siap untuk menghadapi segala perubahan yang terjadi yang pada akhirnya kehidupan kita akan lebih mudah untuk bahagia dan sejahtera.

Semoga para mama papa, para orangtua terus dapat bijak dalam mendampingi putra-putrinya, gunakanlah kebijaksanaan karena pengetahuan dan pengalaman bukan karena rasa belas kasihan semata, namun lebih kepada pengembangan cinta yang tegas dan penuh kebijaksanaan. 

Semoga anak-anak kita tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang tangguh dan bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun