Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Ketenangan Berbuah Ketegangan

28 April 2023   21:04 Diperbarui: 28 April 2023   21:09 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu itu di malam ke 10, dimana ini adalah masa-masa terindah dalam pelatihan Vipassana dikarenakan di masa ini peserta akan segera pulang, dan juga diijinkan untuk berbicara antar peserta, di saat itu setelah terjadi perbincangan antar peserta, peserta diminta untuk kembali bermeditasi seperti di hari-hari sebelumnya. 

Di pertengahan proses meditasi (yang umumnya 1-1,5 jam), ada satu peserta meditasi yang berteriak histeris seperti orang yang kesurupan. "A.......tidak.... " suara teriakannya keras sekali sehingga membuat para peserta meditasi lainnya ikut tercenggang, kaget dan bingung, seraya bertanya,"Apa yang terjadi?". Peserta meditasi ini seketika dibangunkan dalam meditasinya dengan cara digoyang-goyang tempat duduk meditasinya oleh dhamma worker atas perintah dari asisten guru. 

Penulis melihat proses dibangunkannya peserta yang berteriak itu dan mungkin memerlukan waktu hingga 2 menit barulah sang peserta membuka mata dan mulai sadar. Nafas yang keras dan tersenggal-senggal yang dialami sang peserta itu masih terasa dan terdengar walau jarak peserta itu dengan penulis cukup jauh.

Asisten guru meminta dhamma worker untuk mengajak peserta yang seperti kesurapan itu untuk keluar dari ruang meditasi dan mulai untuk menenangkan diri. Setelah kejadian ini terjadi dalam waktu meditasi di malam hari, dan di saat peserta kembali ke ruang istirahat mereka, asisten guru memanggil kami para dhamma worker dan membahas terkait apa yang terjadi dengan peserta tersebut.

Asisten guru mengatakan bahwa demikianlah, peserta yang berteriak histeris itu terjadi karena ia mencari ketenangan yang ia harapkan namun tidak kunjung tiba padahal waktu berlatih tinggal hari lagi. Semakin ia mencoba untuk mencari ketenangan, semakin ia jauh dari ketenangan. Lalu asisten guru menjelaskan bahwa ketenangan itu buah bukan upaya. Buah dari upaya yang dilakukan bukan sebuah upaya yang dibuat. 

Sebagai buah maka layaknya buah pada sebuah tanaman, upaya kita adalah menanam dengan baik, merawatnya, memberinya pupuk, menyiraminya, dan kita tidak perlu berpikir keras agar buahnya segera muncul. Ijinkanlah buah itu muncul sesuai dengan hukum alam yang ada. Yakinlah bahwa buah itu pasti ada jika kita menanam benih yang memang berasal dari buah yang ada sebelumnya.

Keyakinan akan buah yang pasti datang, serta fokus ke usaha untuk terus berlatih dengan gigih, dengan tekun, dengan benar maka buah ketenangan akan semakin dekat dengan kita. Namun kalau kita tidak yakin buah itu ada, dan kita hanya fokus untuk mendapatkan buah itu sesegera mungkin, maka usaha kita ini akan melelahkan, tanpa arah serta membuat kita gelisah dan semakin jauh dari buah ketenangan.

Untuk itu asisten guru menjelaskan kepada kami bahwa meditasi itu bukan untuk mencari ketenangan, namun meditasi itu untuk berlatih melepas ketegangan sehingga ketika ketegangan kita lepas lapis per lapis, lama kelamaan secara tekun dan gigih, kita semakin dekat dengan sahabat ketegangan yaitu ketenangan. 

Dalam hidup ini kita dituntut terus untuk mencari dan mencari, sehingga seringkali kita lari dari kenyataan hidup kita, kita sibuk melihat di luar diri kita karena kita sedang mencari apapun yang ada di luar diri kita.

 Pencarian yang kita lakukan ini tentu menghadirkan ketegangan dalam diri kita, kita sulit puas, sulit menerima kegagalan, sulit memaafkan, sulit bersimpati, sulit untuk berbagi, sulit untuk tahu diri, kita mudah untuk mencaci, mudah untuk menindas, mudah untuk menghancurkan, mudah untuk komplain, mudah untuk menghalalkan segala cara demi mencari yang ingin dicari.

Inilah proses penderitaan yang tak kunjung padam, dan saat kita duduk bermeditasi kita dapat melihat betapa kita tidak siap menghadapi diri dalam kesendirian kita, dalam kesunyian kita, kita sulit sekali untuk menenangkan sang pikiran yang terus berkelana. Dampak penderitaan dapat kita lihat di antaranya kita sulit untuk tenang, sulit untuk tidur nyenyak, sulit untuk hadir dan menikmati hidup saat ini, sulit untuk melepas dan juga menerima penderitaan yang muncul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun