Direbut dengan Darah, Dijual dengan Utang
Istana megah berdiri kokoh, Â
Tapi fondasinya dari hutang yang terbungkuk-bungkuk. Â
Merdeka katanya, tapi bingung sendiri, Â
Bingung mau ke mana, merdeka entah apa artinya. Â
Dijajah tiga setengah abad, Â
Merdeka  79 tahun, tapi pikiran masih terjajah.
Direbut dengan darah dan air mata, Â
Istana baru dibangun di atas hutang yang menganga.
Negeri digadaikan, seratus sembilan puluh tahun lamanya, Â
Ironi macam apa ini? Â
Jika tak sanggup memimpin, Â
Jika tak mampu mengurusi Nusantara seluas ini, Â
Lepaskan saja, biarkan kami menentukan nasib sendiri.
Bukankah undang-undang sudah jelas? Â
Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, Â
Karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, Â
Tapi kini penjajah datang dalam bentuk lain, Â
Berbaju rapi, tapi hatinya busuk mengeruk kekayaan.
Wahai kalian, para bangsat-bangsat tengik, Â
Yang perutnya membuncit karena harta rakyat, Â
Pintar berdiplomasi untuk kemerdekaan negeri lain, Â
Tapi borok di dalam negeri sendiri dibiarkan membusuk.
Biarkan kami hidup di tanah kami sendiri, Â
Mengatur nasib kami, membesarkan anak-anak kami