Mohon tunggu...
Noen Muti
Noen Muti Mohon Tunggu... Mahasiswa - belum menikah

Penikmat seni

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Kritis Kebijakan Program Prabowo-Gibran: Janji-Janji Ambisius atau Sekadar Mimpi?

18 Februari 2024   10:47 Diperbarui: 18 Februari 2024   10:47 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisis Kritis Kebijakan: Program Makan Siang Gratis, Kenaikan Pajak, dan Pengurangan Utang

Janji-Janji Ambisius atau Sekadar Mimpi?

Beberapa kebijakan penting apabila calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka berhasil masuk istana dan menduduki kursi RI 1 dan RI 2, adalah menyediakan makan siang gratis untuk anak-anak sekolah, menaikkan pajak, dan mengurangi utang pemerintah. Sebagai orang-orang pinggiran yang peka situasi, saya akan memberikan analisis kritis terhadap kebijakan-kebijakan tersebut berdasarkan data dan fakta yang ada.

Program Makan Siang Gratis

Selamat datang di era keajaiban! Di mana makan siang gratis bernilai lebih dari pendidikan gratis. Karena, ya, siapa butuh pengetahuan ketika perut kenyang dengan anggaran 400 triliun!

Makan siang gratis lebih berarti daripada memberikan pendidikan gratis, karena nanti anak-anak bisa makan buku, kan?

Pemerintahan yang jika dipimpin oleh pasangan Prabowo-Gibran berencana mengalokasikan 400 hingga 450 triliun rupiah per tahun untuk program makan siang gratis di sekolah. Inisiatif ini sebanding dengan anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan ibu kota baru (IKN) yakni sebesar 466 triliun rupiah. Pertanyaannya, apakah rencana ambisius tersebut dapat dilaksanakan dan diwujudkan secara efektif?

Menurut data Bank Dunia, Indonesia membelanjakan sekitar 3,57% PDB-nya untuk pendidikan, yang berada di bawah rata-rata negara berpendapatan menengah ke bawah (4,15%). Untuk memastikan keberhasilan program makan siang gratis, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

Kualitas dan nilai gizi makanan: Penting untuk menyediakan makanan bergizi yang berkontribusi terhadap kesejahteraan siswa secara keseluruhan dan kemampuan untuk fokus pada studi mereka.

Keberlanjutan: Program ini harus berkelanjutan dalam jangka panjang tanpa mengorbankan kualitas makanan atau layanan publik penting lainnya.

Penggunaan sumber daya secara efisien: Pemerintah harus memastikan bahwa dana digunakan secara efektif dan transparan untuk menghindari pemborosan dan korupsi.

 Yang  ingin saya tertawakan adalah apabila anggarannya hanya dihabiskan untuk rapat dan ketok palu dan menurut saya anggaran sebesar itu mungkin lauknya  daging sekelas Wagyu A5.

Sapi Impor vs Lokal untuk Subsidi Susu

Oh, sapi impor dari India dan Brazil untuk susu gratis? Karena sapi lokal itu hanya memberikan susu biasa, bukan susu eksotis dari luar negeri yang membuat kita terlihat lebih keren. Kita butuh sapi bermerk, bukan?

Pemerintah berencana mengimpor sapi dari India dan Brazil untuk memasok susu untuk program makan siang gratis. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas sapi lokal dan apakah mengimpor ternak merupakan solusi yang hemat biaya. 

Berdasarkan kajian Pusat Kajian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (CPSAE), sapi lokal mampu menghasilkan susu hingga 6 liter per hari, sedangkan sapi impor bisa menghasilkan susu hingga 10-15 liter. Namun, mengimpor sapi juga memerlukan biaya tambahan seperti biaya transportasi dan karantina. Oleh karena itu, penting untuk menilai apakah investasi pada program peternakan sapi lokal dapat menjadi solusi yang lebih berkelanjutan dalam jangka panjang. 

Tentu saja, sapi impor jauh lebih superior. Siapa peduli dengan peternak lokal? Kita lebih suka mendukung negara lain daripada ekonomi dalam negeri sendiri. Logika ekonomi yang brilian!

Kemungkinan Kenaikan Pajak

Pajak naik 18%? Sudah seharusnya rakyat menengah ke bawah merasakan 'kebahagiaan' pajak yang sama dengan kalangan menengah ke atas. Keadilan pajak untuk semua! Impor beras tetap dipertahankan, sambil berpura-pura berpikir keras tentang menurunkan utang pemerintah. Genius! Ini bukan ngibul, tapi seni bernegosiasi tingkat tinggi. Bravo, pemerintahan yang cerdik!

Pemerintahan baru seandainya Pasangan Prabowo-Gibran berhasil masuk ke istana juga mempertimbangkan untuk menaikkan tarif pajak hingga 18%. Saat ini, beban pajak di Indonesia relatif rendah dibandingkan negara-negara lain di kawasan. Namun, peningkatan pajak yang tidak proporsional terhadap masyarakat berpendapatan menengah ke bawah dapat menyebabkan kesenjangan sosial. 

Penting untuk memastikan bahwa setiap kenaikan pajak bersifat progresif dan tidak terlalu membebani kelompok rentan. Pendekatan yang lebih adil adalah dengan memperluas basis pajak dengan menghilangkan pengecualian dan pengurangan pajak yang terutama menguntungkan masyarakat berpenghasilan tinggi.

Pengurangan Utang Pemerintah

Disaat yang bersamaan pasangan Prabowo-Gibran juga berjanji untuk mengurangi utang pemerintah sambil mempertahankan komitmennya untuk menurunkan tingkat utang publik. Menurut data Kementerian Keuangan, utang pemerintah Indonesia mencapai 39% dari PDB pada Q1 2022, yang berada dalam batas aman sesuai standar internasional (60% dari PDB). 

Namun, setiap upaya pengurangan utang harus diimbangi dengan investasi pada layanan publik yang penting seperti pendidikan, layanan kesehatan, dan pembangunan infrastruktur. Penurunan tingkat utang secara tiba-tiba dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan berdampak buruk terhadap kesejahteraan masyarakat. 

Oleh karena itu, setiap strategi pengurangan utang harus dilakukan secara bertahap dan terencana untuk menjaga stabilitas perekonomian sekaligus memastikan kebijakan fiskal yang berkelanjutan.

Jangan sampai muncul narasi seperti: 

Susah makan siang gratis, tapi utang pemerintah direncanakan turun? Jangan khawatir, itu pasti seperti menemukan unicorn di kebun belakang kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun