Tanggal 23 Januari adalah tanggal istimewa khususnya bagi warga Gorontalo. Pada tanggal itu, delapan puluh tahun silam, perisitiwa heroik terjadi di daerah ini, melibatkan semangat patriotisme, keberanian dan persatuan. Lebih dari itu, hadir pula rasa dan semangat kebangsaan serta nasionalisme dalam dada ratusan pemuda yang dipimpin seorang tokoh yang kelak dinobatkan sebagai pahlawan nasional, Nani Wartabone.
Pada 23 Januari 1942, sang Pahlawan, Nani Wartabone bersama massa pemuda tani bergerak senyap dari Suwawa. Menjelang subuh, mereka masuk Kota Gorontalo sambil bertakbir. Keberanian itu ternyata menjalar luas. Selepas subuh, rombongan pemuda Tamalate, Padebuolo, Ipilo, Kampung Bugis, Tenda, Siendeng, dan Biawao ikut bergabung.
Dan aksi perebutan kekuasaan itupun dimulai. Pada Jumat berkah itu, pasukan rakyat ini berhasil melucuti senjata anggota Vernieling Corps, dan kemudian "memproklamasikan" kemerdekaan Gorontalo bebas lepas dari tangan Belanda.
Â
Makna patriotisme dan nasionalisme dalam sejarah peringatan 23 Januari
Â
Keberanian dan patriotism. Semangat inilah yang menggerakkan Nani Wartabone bersama tokoh-tokoh pahlawan Gorontalo yang tergabung dalam kelompok 12 melakukan aksi heroik. Kelak hari ini diperingati dengan bangga dan bersemangat oleh masyarakat Gorontalo dalam setiap peringatan hari Patriotik 23 Januari, sekaligus menjadi warna perjalanan sejarah Gorontalo hingga saat ini.
Sejarah bukanlah bahasan menarik bagi sebagian orang, terutama bagi milenial. Padahal, menurut sejarawan Anhar Gonggong untuk bangga sekaligus merasa memiliki terhadap bangsa dan negara ada tiga hal utama yang perlu dipahami yaitu geografi, antropologi, dan sejarah.
Cerita sejarah membantu kita memahami orang dan masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu. Sejarah menawarkan ruang kontemplasi moral. Orang yang belajar sejarah dapat mempelajari kisah individu dan situasi di masa lalu sekaligus memberi pembelajaran kesalahan masa lalu agar tidak terulang.
Makna inilah yang melandasi hari bersejarah, peringatan Hari Patriotik 23 Januari 1942. Bagi masyarakat Gorontalo, hari patriotik tidak sekedar kebanggaan terhadap "merdekanya" Gorontalo mendahului kemerdekaan Indonesia. Hari patriotik 23 Januari mengajarkan makna filosofis tentang keberanian, kesungguhan dan keyakinan dan sebuah nilai tentang persatuan.
Ketiga makna filosofis ini ada pada seorang pejuang petani, Nani Wartabone. Dia mampu mengobarkan semangat perlawanan dan membangun rasa persatuan di tengah hegemoni kekuasaan, 350 tahun, menggenggam kebebasan hidup bangsa ini. Maka tidak berlebihan kiranya sang pejuang Nani Wartabone dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Di masa lalu, pahlawan identik dengan paham kebangsaan. Pahlawan adalah figur yang memiliki nasionalisme membawa bangsa bersatu, berdaulat, demokratis dan maju. Para pahlawan tumbuh karena adanya persamaan nasib dan sejarah serta kepentingan untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa.
Pahlawan juga identik dengan patriotisme yang luas. Dalam sebuah harian, pada Juli 1941 Soekarno menulis semangat patriotik tidak boleh hanya merujuk nasionalisme dengan pengertian kebangsaan yang sempit, seperti yang dipahami bangsa Italia dan Jerman. Â
Semangat patriotik seharusnya menjadi "engine mendorong nasionalisme pada kepentingan bangsa dan negara yang luas, yakni kepentingan semua masyarakat.
Sejarah tentu tidak hanya berisikan semangat patriotisme dan nasionalisme. Roeslan Abdulgani menulis, ilmu sejarah ibarat penglihatan. Dia memiliki tiga dimensi penglihatan yakni masa silam, masa sekarang dan masa yang akan datang. Masa silam tidak dapat berlepas diri dari fakta hari ini yang sedang dihadapi, pun juga tidak dapat melepaskan diri dari perspektif masa depan.
Maka makna patriotisme dan nasionalisme bagi pahlawan di alam Gorontalo yang sudah bebas merdeka adalah semangat pengabdian bagi daerah tercinta. Semangat itu harus dibalut rasa persatuan yang tinggi serta pemahaman terhadap pembelajaran masa lampau, penguasaan kondisi sekarang dan perencanaan masa yang akan datang.
Â
Menerjemahkan semangat patriotik dalam pembangunan daerah
Bagi Provinsi Gorontalo, semangat kepahlawanan dan patriotisme 23 Januari adalah "engine" untuk mendorong kemajuan pembangunan daerah yang nantinya bisa dinikmati oleh semua warga. Semua bisa menjadi "engine" itu. Mulai dari pejabat pemerintahan, pengusaha, karyawan, LSM hingga pemuda dan mahasiswa.
Sebagai "engine" mereka harus menjadi pahlawan-pahlawan baru, yang mau berkorban merelakan kepentingan diri dan golongannya demi kepentingan yang lebih besar, kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat Gorontalo.
Menjadi pahlawan bagi pembangunan daerah tentu tidak cukup dengan semangat menggebu. Mereka harus memahami skenario pembangunan Provinsi Gorontalo. Pemahaman ini setidaknya dalam tiga konstruksi dimensi waktu. Jangka pendek, menengah dan panjang.
Provinsi Gorontalo baru mengalami satu siklus perencanaan pembangunan jangka panjang yakni 2005 hingga 2025, empat kali siklus perencanaan jangka pendek, 5 tahunan dan sekitar duapuluh satu kali siklus jangka pendek, satu tahunan.
Mengambil bagian dalam sejarah kemajuan Gorontalo kedepan harus dalam tiga koridor kerangka perencanaan ini. Ketiganya adalah buah aspirasi warga Gorontalo yang diproyeksi dalam kerangka kepentingan nasional, mewujudkan masyarakat Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada 2022 ini, Provinsi Gorontalo telah genap berusia 21 tahun. Di masa 3 tahun menjelang berakhirnya rencana jangka panjang pertama pada 2025 ini, Provinsi Gorontalo telah memiliki modal kemajuan yang cukup.
Ditinjau dari berbagai indikator makro pembangunan, Gorontalo meleset meninggalkan angka kemiskinan ekstrem di awal tahun berdirinya. Geliat ekonomi local bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi secara baik di atas rata-rata nasional. Pembangunan infrastruktur juga kian meningkat, membuka tantangan geografis tidak hanya bagi remote areas namun juga terhadap sentra-sentra pertumbuhan.
Namun setiap kemajuan selalu ada saja tantangan dan persoalan. Gorontalo juga tidak luput atas hal ini. Tantangan ini setidaknya mencakup optimalisasi tatakelola sumberdaya ekonomi, peningkatan kualitas SDM, pengurangan kesenjangan wilayah, pemerataan infrastruktur hingga menahan laju deplesi SDA dan degradasi lingkungan.
Tantangan mendasar lainnya adalah membumikan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam pembangunan daerah agar kemajuan daerah dapat dirasakan saat ini tapi juga dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Sustainable Development adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Artinya kemajuan pembangunan hari ini harus mampu membangun masa depan yang inklusif bagi anak cucu nanti dalam tiga elemen inti pembangunan berkelanjutan: pertumbuhan ekonomi, inklusi sosial dan perlindungan lingkungan hidup.
Setelah MDGs berakhir pada 2015, sebanyak 193 negara anggota PBB kemudian sepakat melakukan reorientasi pembangunan menuju agenda Sustainable Development Goals/SDGs. SDGs adalah konsensus para pemimpin negara mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui agenda "Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development" (Mengubah dunia kita: Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan).
Semangat membangun Gorontalo perlu diletakkan dalam koridor pembangunan berkelanjutan agar hasilnya tidak sekedar menuntaskan persoalan yang dihadapi saat ini namun juga memberi kepastian generasi mendatang ikut menikmati hasil pembangunan.
Peringatan Hari Patriotik setiap tahun telah mengajarkan keteladanan tentang keberanian, keikhlasan dan kejujuran seorang Nani Wartabone dan para tokoh pejuang lainnya. Â Hal ini menjadi ukuran moral tentang pengabdian melanjutkan pembangunan Gorontalo. Semangat pengabdian yang dibangun di atas landasan persatuan demi terwujudnya Gorontalo yang makin maju dan sejahtera.
Selamat Hari Patriotik 23 Januari 2022!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H